Tausiah

Kisah Seorang Mu’allaf Tionghoa (Bagian 13)

Nusantarakini.com, Yogyakarta – 

MENGETUK PINTU HIDAYAH (13)
(RENCANA JADI SANTRI PONDOK)

Setelah bapak boyongan, saya benar-benar merasa kesepian di rumah, bingung harus berbuat apa. Walaupun malamnya saya banyak di masjid untuk mengaji dan aktivitas lain, rasa sepi makin lama makin membesar yang akhirnya menciptakan kegelisahan jiwa.

Saya tidak mengerti kenapa saya harus gelisah karena secara finansial lebih dari cukup. Disamping mempunyai 4 regu tebangan liar (1 regu 5 orang), saya juga sering membeli kayu-kayu hasil curian dari Perusahan PT. Korindo. Yang mana biasanya pagi pukul 06.00 saya sudah dibangunkan untuk mengukur kayu tersebut dan kemudian membayarnya. Menjelang siang sekitar pukul 09.00 sudah menjadi uang kembali.

Saya biasa membeli Rp. 9000,00/kubik kemudian dijual kembali perkubiknya Rp. 11.500,00. Sehingga saya dapat keuntungan Rp. 2500 perkubik. Biasanya kayu curian itu panjang 12 meter dan diameter 100 cm. Sekali traksaksi saya mendapat Rp. 25.000 – 50.000. Seminggu 2 sampai 3 kali.

Begitu mudahnya mencari uang tapi ternyata tidak membuat saya tenang tenteram. Yang ada justru gelisah terus. Ketika berdiam di rumah ingin jalan-jalan, tapi begitu sudah di luar ingin cepat kembali ke kamar. Semua saya pendam sendiri. Lahiriah tampak bahagia dengan ekonomi yang lancar, bahkan lebih. Tapi batiniah saya dirudung kegelisahan yang luar biasa. Rasanya ingin teriak tapi saya malu dengan tetangga. Teriakan saya hanya ketika mandi di sungai. Menyelam sambil teriak sekuat-kuatnya. Lumayan untuk meringankan beban kegelisahan.

Sampai akhirnya, saya kebetulan melihat acara di TVRI tentang pondok pesantren. Saya melihat santri yang lalu lalang sambil membawa kitab, memakai sarung dan peci. Dari gerakan mereka menggambarkan orang-orang yang tenang, penuh dengan rasa damai. Saya ingin seperti mereka, caranya bagaimana?

Keinginan mencari ketenangan di pondok pesantren berarti saya harus meninggalkan usaha yang sudah sukses. Hal itu menjadi pertimbangan. Atas saran Bang Hamid yang lebih cenderung menyarankan saya untuk memperdalam ilmu agama daripada mengejar dunia terus dengan usaha tebangan liar. Sedikit demi sedikit memantapkan saya untuk menimba ilmu di pondok pesantren.

Ketika hal tersebut saya sampaikan kepada K.H. Asyiqin .I.A. (Ketua MUI dan NU Pangkalan Bun), beliau merespon suka cita dan bersedia mencarikan pesantren yang sesuai untuk seorang mu’allaf.

Rencana pun disusun. Begitu kayu gelondongan keluar dari hutan sekitar 1200 kubik dan sudah dituangkan, maka saya akan mendapatkan uang sekitar 8 jt bersih. Uang tersebut rencananya mau saya taruh di bank dan saya ambil bunganya untuk biaya mondok di pesantren.

Perhitungan sudah matang dan tekad saya sudah kuat untuk menimba ilmu di pondok pesantren, hanya yang jadi kendala adalah hujan belum turun sehingga kayu saya belum bisa keluar.
Dua bulan kemudian musim hujan tiba, laporan anak buah, kayu saya yang sudah keluar ke sungai besar ada 500 kubik.

Saya senang sekali ketika 3 rakit yang berjumlah 500 ribu sudah parkir di depan perusahaan. Berarti sebentar lagi saya akan punya uang banyak dan saya sudah siap berangkat ke Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, sesuai rekomendasi K.H.Asyiqin.I.A.

Namun Rencana tersebut berantakan ketika Tim Gabungan Muspida melakukan razia besar-besaran. Semua kayu gelondongan yang ada sepanjang sungai Arut disita untuk negara, dan pemiliknya dipanggil ke kantor polisi untuk disidik. Saya termasuk salah satunya yang dipanggil.

Malamnya tetesan air mata membasahi sajadah tempat saya sholat dan merenung sambil membayangkan kegagalan saya untuk menimba ilmu di pesantren. Kenapa rencana yang baik harus mengalami kendala yang tidak terduga? Apa dayaku kini semua telah terjadi. Air mata pun menetes tiada henti. [mrm]

Bersambung……

*Ustadz Abdul Hadi (Lay Fong Fie), Pakar Pengobatan Tradisional dan Ahli Spiritual, Pendiri Perguruan Tenaga Dalam “Hikmah Sejati”, Yogyakarta.

Selengkapnya

  1. Kisah Muallaf bagian 1
  2. Kisah Muallaf bagian 2
  3. Kisah Muallaf bagian 3
  4. Kisah Muallaf bagian 4
  5. Kisah Muallaf bagian 5
  6. Kisah Muallaf bagian 6
  7. Kisah Muallaf bagian 7
  8. Kisah Muallaf bagian 8
  9. Kisah Muallaf bagian 9
  10. Kisah Muallaf bagian 10
  11. Kisah Muallaf bagian 11
  12. Kisah Muallaf bagian 12
  13. Kisah Muallaf bagian 13
  14. Kisah Muallaf bagian 14

Terpopuler

To Top