Internasional

Mengecam Pidato Presiden Erdogan atas Usulan Pembentukan Dua Negara Palestina dan Israel

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Mengutip pemberitaan dari media internasional termasuk akun-akun berita Timur Tengah memberitakan pidato presiden Turki yang mengusulkan untuk berdirinya 2 (dua) negara yaitu Palestina dan Israel.

Menanggapi hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut;

PERTAMA, bahwa Kami mengecam pidato presiden Turki sebagai bentuk “ketakutan” dan “ketundukan” kepada Eropa dan Amerika Serikat. Mengingat usulan terbentuknya 2 negara berawal dari pertama kali dicetuskan oleh Komisi Peel yang dibentuk oleh Inggris sebagai pemegang mandat kekuasaan di Palestina. Pada 7 Juli 1937, komisi tersebut mengusulkan pembentukan negara Yahudi dan Arab untuk mendamaikan bangsa Palestina dan Israel;

KEDUA, Bahwa negara Turki saat ini bukanlah Turki yang dulu, Khilafah Ustmaniyah. Khilafah Ustmaniyah dahulu sangat ditakuti Eropa dan Amerika Serikat. Gambaran Barat terhadap Khilafah Ottoman berkisar antara musuh yang mengerikan dan surga yang eksotis. Alastair Sooke menjelaskan apa yang dianggap sebagai ‘horor dari Timur’ dan surga eksotis. Sebagaimana yang ditulis dalam buku karya Haydn Williams, Turquerie: An Eighteenth-Century European Fantasy;

KETIGA, bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan. Kami pernah melaporkan atau menggugat ke International Criminal Court (ICC) dan UN tentang keberadaan Israel di Palestina tetapi gugatan tersebut hingga kini tidak ada respon. Untuk menguatkan dalil Israel adalah penjajah dapat dilihat dari peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis. Inggris dan Prancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan peristiwa sejarah Deklarasi Balfour pada 1917. Perjanjian ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina;

KEEMPAT, Bahwa kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina. Kemerdekaan Palestina tidak dapat dimaknai berdirinya 2 (dua) negara yaitu Israel dan Palestina, apabila itu terjadi sesungguhnya Palestina belum merdeka. mengacu pada sejarah sesungguhnya Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya tidak dapat “dibebaskan” dari penjajahan sementara kaum muslimin masih “terkungkung” dalam negara kebangsaan.

Wallahualam bishawab. 

*Chandra Purna Irawan SH, MH, Ketua LBH PELITA UMAT dan President of the IMLC (International Muslim Lawyers Community).

Sumber: IG @chandrapurnairawan [mc]

Terpopuler

To Top