Analisa

Komparasi Capres Anies-Prabowo yang Perlu Diketahui

Nusantarakini.com, London – 

Ketika kita mendukung dalam sebuah kontestasi, baik itu untuk kontestasi pilihan legislatif ataupun eksekutif dan seterusnya, apalagi merupakan kontestasi presiden yang akan menentukan arah bangsa dan negara minimal lima tahun ke depan, harusnya ada pertimbangan dan kalkulasi yang matang.

Salah satu hal yang menjadi pertimbangan kita dalam memilih adalah apa yang sering disebut dengan “pilihan rasionalitas.” Seperti yang pernah saya sampaikan, kata rasionalitas diambil dari kata “rasio” (ratio) yang berarti kalkulasi atau ukuran. Dengan demikian memilih pilihan artinya “mengukur-ngukur,” menimbang-nimbang dan melakukan perhitungan jeli terhadap masing-masing capres.

Kali ini saya akan menyampaikan eksposur awal dari “rasionalisasi” dua capres, Anies vs Prabowo” yang ikut dalam kontestasi kali ini. Di tengah perdebatan hangat terjadi di antara para pendukung tiga capres-cawapres, kali ini saya membatasi diri untuk “merasionalisasi” pilihan terhadap dua capres ini.

Dalam mengukur (merasionalisasi) dua capres ini saya memakai minimal 4 pertimbangan mendasar dalam kepemimpinan, yang dilandasi oleh nilai-nilai agama dan pancasila. Kedua landasan ini menjadi sangat mendasar bagi pembangunan bangsa dan negara, bahkan dalam upaya menjadi bagian dari penentu arah kebijakan global ke depan.

Pertama, pertimbangan keluarga.

Kedua capres ini memiliki keluarga yang dikenal di level nasional. Ayah Prabowo Subianto adalah seorang ahli ekonomi yang cukup tersohor di tanah air. Namun kakek Anies Baswedan adalah salah seorang pejuang nasional yang diakui oleh negara. Beliaulah salah seorang yang berjasa mendapat pengakuan kemerdekaan RI dari Timur Tengah ketika itu. Ayah dan Ibu Anies juga keduanya adalah pejuang pendidikan.

Namun ketika sampai pada kehidupan “immediate” family, anak-isteri, jelas Anies memiliki kelebihan di atas Prabowo. Prabowo gagal mempertahankan kehidupan keluarga, dan memiliki anak yang hingga kini juga belum kelihatan batang hidungnya di publik. Sementara Anies memilki anak isteri yang dikenal. Isterinya berpendidikan (S2 dari Illinois University). Sementara anak-anaknya dikenal luas dan pintar-pintar.

Kedua, pertimbangan kehidupan pribadi.

Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan utama dalam kehidupan kepribadian seorang capres. Satu, kehidupan beragama. Dua, wawasan dan kepintaran. Tiga, keadaan emosi dan karakter pribadi.

Jika kita melihat aspek kehidupan keagamaan, dengan secuil kejujuran kita akan dapatkan bahwa kedua capres tidak dapat dikomparasi. Saya tidak berbicara tentang keyakinan (iman). Tapi indikator keimanan baik secara ritual maupun Akhlaqiyat yang nampak. Secara ritual misalnya, siapa yang paling meyakinkan sholatnya, baca Qurannya, dst.? Secara akhlaqat siapa yang lebih mulia di antara keduanya? Keduanya bagaikan langit dan bumi. Belum lagi kita berbicara tentang kehidupan keagamaan keluarga masing-masing, yang saya tidak perlu rincikan di sini. Saya yakin umat Islam akan semakin tersadarkan.

Aspek wawasan dan kepintaran saya kira agak seimbang. Walau keduanya memiliki pengalaman yang berbeda. Anies di bidang akademik dan ekonomi politik. Sementara Prabowo di bidang militer dan Pertahanan. Tapi keduanya memperlihatkan wawasan dan kepintaran yang cukup baik. Bedanya Anies jauh lebih hebat dalam mengekspresikan diri ketimbang Prabowo. Artinya kepintaran Anies diimbangi oleh kemampuan komunikasi yang handal.

Pada aspek emosional kedua capres ini jelas tidak bisa dikomparasi. Keduanya sangat kontras bagaikan siang dan malam. Anies memilki karakter damai, humble, sejuk dan selalu melakukan pendekatan persuasif. Sementara Prabowo memiliki karakter kasar, emosional dan keras. Tentu tidak perlu saya lagi memberikan lagi contoh-contoh, bahkan yang mutakhir sekalipun. Kita semua tahu peristiwa-peristiwa yang terjadi, bahkan seolah menjadi “memang apa adanya.”

Ketiga, aspek rekam jejak dalam kehidupan publik.

Kedua capres ini memiliki rekam jejak dalam kehidupan publik dan pada bidangnya masing-masing. Keduanya tentu punya catatan sejarah masing-masing. Namun demikian keduanya dapat dibedakan berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan, buka qiila wa qaala.

Anies pernah menjadi rektor universitas sekaligus aktivis pendidikan dengan program Indonesia Mengajar. Dia kemudian menjadi Menteri Pendidikan, lalu maju menjadi Gubernur Ibukota RI. Mungkin catatan terbesarnya adalah bagaimana keberhasilan Anies dalam membangun DKI. Satu di antaranya adalah mewarisi Jakarta yang terbelah secara sosial, termasuk agama. Justru di masanya DKI adem, rukun tanpa gesekan-gesekan yang terjadi antar kelompok warga. Ada pihak yang berusaha menggali kesalahan Anies, tapi akhirnya semua ternyata sekedar pepesan kosong.

Sebaliknya Prabowo setelah gagal 2 kali menjadi Presiden RI akhirnya bertekuk lutut menjadi Menterinya Jokowi. Sebagai Menhan, masalah besar yang dihadapi negara khususnya Timor Timur justru semakin parah. Di bawah Prabowo Kemenhan mendapat porsi APBN besar, bahkan punya utang luar negeri yang cukup besar, tapi performanya biasa saja. Program food estate yang ditegaskan oleh Jokowi, gagal total. Belum lagi kita berbicara “tuduhan” pelanggaran HAM berat dan penculikan di tahun 1988. Semua ini menjadi bagian dari rekam jejak capres tersebut.

Keempat, aspek visi misi.

Jika kita membaca visi misi dari masing-masing capres, semuanya hampir sama. Karena visi misi itu adalah karangan tim kampanye yang boleh jadi para capres juga tidak terlalu terlibat. Itu akan ternampakkan ketika para capres ditanya oleh calon pemilih tentang visi mereka, lalu dijawabnya: “silahkan baca di buku. Atau biar jubir saya saja yang bicara.”

Tapi secara umum visi misi semua capres cukup ambisius. Tinggal kita akan melihat mana yang lebih rasional, proporsional dan tentunya praktis dan aplikatif. Program makan siang misalnya, dengan anggaran yang sangat besar, dan dengan melihat kepada tujuannya, sungguh sangat tidak rasional.

Termasuk di antaranya adalah memaksakan untuk melanjutkan rencana pembangunan IKN yang terasa dipaksakan melalui perundang-undangan yang juga diloloskan secara paksa. Dengan anggaran PPBN mencapai 450 Trilyun, dan investasi yang masih sebatas janji-janji, pastinya untuk saat ini juga tidak rasional.

Catatan terbesar dari visi misi masing-masing paslon bagi saya pribadi adalah bahwa rencana yang paling jelas dan nyata untuk program dan keuangan Syariah hanya ada pada visi misi paslon nomor satu. Ini justru kontras dengan imej yang ingin dibangun dengan pertanyaan “yang tidak jelas” dari Gibran tentang apa yang disebut SGIE pada debat cawapres yang lalu.

Demikian beberapa bentuk “rasionalisasi” dua capres, Anies dan Prabowo, yang kiranya dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan. Semoga Allah memberikan kemudahan untuk kita paham dan pilpres kali ini jauh dari seperti yang dirasakan saat ini. Berbagai pelanggaran etika, bahkan intimidasi dilakukan untuk memenangkan pasangan Prabowo dan anak Presiden Jokowi, Gibran. Namun saya yakin rakyat telah cukup tersadarkan, apalagi dengan kemajuan dan keterbukaan informasi, rakyat akan dapat menentukan pemimpinnya yang terbaik. InsyaAllah! [mc]

London City, 25 Desember 2023.

*Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation. 

Terpopuler

To Top