Nasional

Darurat PHK Massal dan Loncatan Tarif Listrik, INVEST Mengimbau Buruh Lakukan Aksi Mogok Kelistrikan di Seluruh Indonesia

Nusantarakini.com, Bogor –

Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure (INVEST), Ahmad Daryoko, mengimbau kepada Pimpinan Konfederasi, Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di seluruh Indonesia tentang perlunya melakukan aksi mogok kelistrikan di seluruh Indonesia.

Menurut dia, hal ini harus dilakukan karena bila Program Privatisasi Kelistrikan tidak dihentikan, maka kaum Pekerja/Buruh yang paling terancam. Karena akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di dunia Industri. Selain itu juga akan terjadi kenaikan tarip listrik yang “meloncat” setelah penerapan Undang-undang “Power Wheeling System” (UU PWS) atau Pemanfaatan Transmisi Bersama. Karena akan terjadi kompetisi penuh kelistrikan, yang berakibat pada kesejahteraan kaum buruh.

“Sehingga untuk itu harus digalang Aliansi Konfederasi Serikat Pekerja/ Serikat Buruh di seluruh Indonesia guna mempersiapkan aksi. Kalau perlu Aksi Pemogokan terutama pemogokan kelistrikan untuk menentang Privatisasi Sektor Kelistrikan, dengan “Leading Sector”nya adalah PLN yang berujung terjadinya PHK Buruh/Pekerja secara massal serta mahalnya tarip listrik,” terang Daryoko dalam rilisnya yang diterima redaksi Nusantarakini.com, Bogor, Sabtu (8/7/2023).

Ahmad Daryoko menceritakan, bahwa PLN berdiri atas inisiatip Mr. Kasman Singodimejo (Menteri Kehakiman Kabinet Bung Karno yang pertama) yang berhasil menggalang Serikat Pekerja/Buruh Kelistrikan NV. Aniem, Ogem, Gebeo, Ebalom, Nigmn dll yang merupakan Perusahaan Belanda. Dan kemudian berhasil menduduki perusahaan-perusahaan Belanda tersebut dan kemudian oleh Pemerintah saat itu diNasionalisasi menjadi Jawatan Gas dan Listrik Negara pada tanggal 27 Oktober 1945 selanjutnya menjadi PT. PLN (PERSERO).

Selanjutnya, lanjut dia, atas desakan IFIs (WB, ADB, IMF) lewat LOI 31 Oktober 1997 PLN ini secara bertahap dijual/privatisasi ke Asing kemudian Aseng juga serta Taipan 9 Naga. Dan saat ini untuk area Jawa-Bali kapasitas pembangkit yang sekitar 30.000 MW di dominasi (90%) oleh IPP (Independent Power Producer) sedang pembangkit PLN hanya 10% (itupun karena tuntutan teknis untuk beban puncak dan stabilitas frekuensi).

“Sementara jaringan ritail Jawa-Bali seluruhnya sudah dikuasai oleh swasta, mayoritas Taipan 9 Naga. Sehingga di Jawa-Bali saat ini secara defacto telah terjadi kompetisi penuh kelistrikan atau MBMS (Multy Buyer and Multy Seller) System, yang beresiko loncatan tarif listrik yang akan mengancam industri/fabrikan apapun, yang berujung menurunnya produktivitas dan terjadinya PHK buruh secara massal,” beber Daryoko.

Mantan Ketua Umum Serikat Pekerja PLN ini juga menyampaikan, memang saat ini “loncatan” tarif listrik akibat Sistem MBMS Jawa-Bali tersebut masih bisa ditutup dengan subsidi yang ratusan triliun (sekitar Rp 133,33T – Rp 200,8T). Namun saat ini Pemerintah sudah memaksa PLN untuk menerapkan HSH (Holding Sub Holding) dan akan menerbitkan UU PWS.

“Kedua program tersebut berujung dicabutnya tarip listrik MBMS. Yang ujung-ujungnya akan terjadi loncatan tarif listrik, karena subsidinya dicabut). Dan kalau ini berhasil maka PHK massal akan terjadi,” tegas Daryoko mengakhiri. [mc]

 

Terpopuler

To Top