Analisa

PLN Tahun 2022 Untung Bersih Rp. 14,4 Triliun?

Nusantarakini.com, Bogor – 

Sebuah group WhatsApp Keluarga Besar Perusahaan Listrik Negara (PLN) memposting pemberitaan Liputan6.com tanggal 10 Mei 2023 yang melaporkan bahwa tahun 2022 PLN meraup keuntungan bersih Rp 14,4 T.

Padahal kalau kita buka Laporan Keuangan (LK) PLN 2022 terlihat di sana PLN masih disubsidi sebesar Rp 58,18 T pada 2022. Sementara pada awal Januari 2023 Menkeu Sri Mulyani Indrawati (SMI) jelas-jelas mengumumkan lewat TvOne, MetroTv dll bahwa PLN pada 2022 disubsidi Rp 133,33 T. Menkeu SMI melakukan ini mungkin untuk meng-“counter” masalah keuangan yang pada 2022 di”pojokkan” oleh Menko Polhukam (yang sampai akhir 2022 mem-“blow up” kasus Rp 349 T yang sampai dibuatkan Tim Pengusutan) sehingga masalah subsidi PLN yang biasanya tidak diungkap, kali ini terpaksa diungkap!

Jadi masalah LK PLN 2022 ini mana yang benar? Untung bersih Rp 14,4T (berita dari Liputan6.com)? Terus ada subsidi Rp 58,18 T tertulis di LK 2022 itu apa artinya? Terus Menkeu SMI “ngomong” secara terbuka awal 2023 bahwa subsidi PLN 2022 sebesar Rp 133,33 T itu apa artinya? Direktur Utama (Dirut) PLN harus menjelaskan kejadian ini. Untuk menjaga agar Dirut PLN tidak sedang melakukan “pencitraan”, maka anda harus lakukan klarifikasi masalah ini secara tuntas!

Kalau pihak PLN tidak mau mengklarifikasi sampai “clear” tersebarnya berita-berita terkait PLN di atas, jangan salahkan bila publik melakukan penilaian berbeda-beda karena kejadian di atas. Karena LK PLN itu dari dulu diposting secara terbuka di internet. Sehingga publik bisa melihat secara langsung “performance” keuangan PLN tanpa pemberitaan media massa.

Peta Permasalahan PLN

Yang jelas sampai saat ini PLN itu dioperasikan secara “ugal-ugalan” dengan tetap menjual/privatisasi asset PLN di sisi Pembangkit (dengan Sistem IPP) maupun ritail (dengan “Token” dan “Whole sale market”) dengan melanggar Putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 tentang “Judicial Review” (JR) UU No. 20/tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tanggal 14 Desember 2016 tentang (JR) terhadap UU No. 30/tahun 2009.

Artinya operasional PLN (yang sampai saat ini masih berstatus sebagai BUMN) dilaksanakan secara “ugal-ugalan” oleh Rezim yang sedang “berkuasa” dengan melanggar Konstitusi (yang notabene merupakan hasil kesepakatan anak bangsa pada 1945).

Dan akibat pelanggaran-pelanggaran terhadap Konstitusi di atas, PLN saat ini, di sisi pembangkit, dikuasai oleh Shenhua, Huadian, Chengda, Chinadatang, Shinomach, Merryland, CNEEC, GE, Hyundai, Marubeni, Mitsubishi, dll , yang bekerjasama dengan Dahlan Iskan, JK, Luhut BP, Erick Tohir, Sandi Uno dll. Sementara di sisi Ritail PLN, mulai tahun 2010 mulai dijual oleh Dirut PLN Dahlan Iskan dalam bentuk “token” (konsumen perorangan) serta “whole sale market” (yang “bulk”/blok/massive). Dan untuk PLN Jawa-Bali saat ini hanya kuasai jaringan Transmisi dan Distribusi, itupun sudah dalam posisi disewakan secara bersama-sama kepada Kartel Listrik Swasta (Kartel Liswas) yaitu gabungan Pengusaha Pembangkit dan Ritail.

Subsidi Listrik Ratusan Triliun Akibat Terjadinya MBMS

Sudah menjadi “hukum alam” kalau Sistem Ketenagalistrikan yang awalnya dioperasikan secara “Vertically Integrated System” atau menyatu dari hulu/pembangkit sampai ke hilir/ritail, dilakukan oleh sebuah entitas (dalam hal ini untuk Jawa-Bali semula adalah PLN). Kemudian pembangkitnya diprivatisasi menjadi Shenhua, Huadian, Chengda, Mitsubishi, Dahlan Iskan, JK, Luhut, Erick, Sandi Uno, dan ritailnya dijual dan menjadi milik Tommy Winata, Prayoga Pangestu, Dahlan Iskan serta para Taipan 9 Naga dan para vendor. Maka akan terjadi “Mekanisme Kompetisi Penuh” atau Pasar Bebas/MBMS (“Multy Buyer and Multy Seller”) sistem yang sesuai pengalaman Philipina pada 2007 atau Kamerun pada 1999 tarip listrik melonjak minimal 5 (lima) kali lipat. Dan bahkan di Kamerun pada saat “peak load” (antara jam 17.00 – 23.00) terjadi lonjakan tarip sampai 11x lipat.

Makanya jangan heran mulai 2010 subsidi listrik melonjak di atas Rp 100 T. Dan pada 2020 mencapai Rp 200,8 T (Repelita Online, 8 Nopember 2020) selanjutnya Menkeu SMI mengumumkan untuk 2022 PLN disubsidi Rp 133,33 T.

Program HSH untuk PLN dan RUU PWS

1. Program HSH.

Mulai 2021 Pemerintah meminta PLN melaksanakan Program HSH (Holding – Subholding). Program ini sebagaimana sudah ditetapkan di Naskah Akademik “The Power Sector Restructuring Program” (PSRP) konsep dari IFIs (WB,ADB,IMF) sebagai “follow up” dari LOI (“Letter Of Intent”) 31 Oktober 1997 yang ditanda tangan Pemerintah di depan Michel Camdessus (Managing Director IMF).

Program ini berfungsi untuk “mereduksi” peran PLN Holding di kawasan Jawa-Bali. Yaitu peran Holding PLN di Jawa-Bali yang masih kuasai manajerial Pembangkit dan Ritail harus diprivatisasi secara IPO.

Maka dibentuklah untuk HSH Ritail bernama HSH Beyond Kwh. Sedang untuk Pembangkit dibikin HSH Genco 1 dan Genco 2.

Setelah itu HSH Ritail dan Pembangkit harus melakukan IPO.

2. RUU PWS

Paralel dengan Program HSH Jawa-Bali, maka diproseslah RUU PWS (“Power Wheeling System”) atau RUU Pemanfaatan Jaringan Transmisi secara bersama untuk penerapan MBMS.

Saat ini sebenarnya di Jawa-Bali sudah terjadi MBMS, namun hanya berdasar PERMEN No. 1/2015 sehingga lonjakan tarip akibat MBMS terpaksa di”tutup” dengan subsidi listrik yang ratusan triliun itu.

Namun sekali lagi, disamping Pemerintah terlalu berat mengeluarkan subsidi listrik ratusan triliun setiap tahunnya, juga harus taat pada LOI yang mana Negara harus melepas operasional Sektor Strategis Pelayanan Publik (seperti listrik) ke swasta (faktanya ke Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga yang ditumpangi kepentingan “Peng Peng” seperti diatas).

3. Penerapan Resmi MBMS.

Setelah HSH di-IPO-kan dan terbit UU PWS. Maka selanjutnya diberlakukan MBMS di Jawa-Bali. Dan dicabutlah subsidi listrik yang faktanya pernah ada antara Rp 133,33 T – Rp 200,8 T dan dibebankan langsung ke Konsumen PLN. Maka wajar tarip akan melejit minimal 5x lipat.

Kesimpulan

Telah terjadi “distorsi” berita dalam konteks “performance” PLN yang memerlukan klarifikasi dari Dirut PLN sebagaimana berita di atas!

Segera!! [mc]

*Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST.

Terpopuler

To Top