Nasional

Ahok Komisaris Utama, Komisi VI DPR Heran Pertamina Impor Kembali Minyak yang Diekspor ke Singapura

Nusantarakini.com, Jakarta –

Kasus ini terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) atara Komisi VI DPR dengan jajaran direksi Holding PT. Semen Indonesia (Persero) dan PT. Semen Padang, PT. Semen Gresik, PT. Semen Baturaja dan PT. Semen Tonasa di DPR. (Selasa, 25/2/2020).

Anggota Komisi VI DPR RI fraksi PPP Elly Rachmat Yasin menyayangkan sampai saat ini Pertamina belum bisa maksimal dalam mengolah minyak. Sehingga mereka terpaksa mengekspor minyak mentah dan mengimpornya kembali saat sudah sudah siap pakai. Akibatnya, Indonesia mengalami selisih perdagangan yang sangat besar.

“Minyak mentah Indonesia lebih banyak diekspor ke Singapura daripada diolah sendiri di kilang pengolahan (refinery). Diolah di Singapura, lalu produk olahan minyak itu kembali diimpor oleh Indonesia,” kata Elly kepada wartawan, Kamis (27/2/2020).

Ketika Indonesia mengekspor minyak mentah ke Singapura nilainya USD 500 juta, tapi nilai impor minyak jadi dari Singapura mencapai USD 5 miliar.

“Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Karena itu, pembangunan dan peningkatan kapasitas kilang Pertamina perlu diprioritaskan. Pertamina sebagai holding BUMN Migas hanya memiliki tujuh kilang minyak dengan total kapasitas mencapai 1.15 juta barel per hari (bpd). Di antaranya di Dumai, Praju, Balongan, Cilacap, Balikpapan, Tuban dan Papua,” ujar Elly.

Ia menyarankan agar kilang-kilang minyak tersebut terus dilakukan pembangunan dan peremajaan supaya dapat mengolah minyak mentah dengan kapasitas yang lebih besar.

Khususnya untuk memenuhi ketahanan energi nasional. Untuk kebutuhan industri dan rumahtangga juga bisa untuk membuka bisnis-bisnis baru.

“Keberadaan kilang minyak dapat menunjukkan keperkasaan suatu bangsa atas kedaulatan energinya. Dengan mengolah minyak mentah sendiri akan dapat memangkas biaya pengadaan BBM. Juga bisa menciptakan nilai tambah karena akan membuka peluang untuk industri baru,” katanya.

Legislator dapil Jawa Barat V ini mengingatkan kepada pemerintah dan Pertamina agar jangan mau didikte oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan kedaulatan energi nasional tercapai.

Karena mereka memperoleh keuntungan dari impor ratusan ribu barel perhari minyak dari Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Azerbaijan, Arab Saudi maupun dari Qatar.

Elly mengatakan memang terjadi ketimpangan antara kebutuhan konsumsi dengan kemampuan produksi Pertamina.

“Tetapi, sumber daya alam kita melimpah dari yang berbasis fosil maupun energi baru terbarukan. Tinggal bagaimana holding Migas yang dipimpin oleh Pertamina ini sungguh-sungguh mengolahnya. Sudah menjadi holding dengan melibatkkan perusahaan gas. Mestinya Pertamina lebih super sehingga tidak perlu lagi membiasakan impor BBM,” pungkasnya.

Kasus ini sangat ironis dengan publikasi yang beredar selama ini bahwa diangkatnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai komisaris utama Pertamana akan melakukan banyak perubahan. Ahok yang selama ini digambar gemborkan sebagai orang yang bisa kerja malah menjadi beban untuk pertamina.

Seperti kita ketahui mantan Wakil Gubernur saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta ini resmi diangkat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) pada tanggal 25 November 2019 lalu.

Sebagai Komisaris Utama Pertamina, Ahok mendapatkan gaji yang sangat besar. Detik melaporkan, komisaris Pertamina mendapatkan gaji Rp.3.2 miliar per bulan. “Adapun susunan direksi Pertamina saat ini adalah 11 orang, sementara untuk komisaris di 2018 mencapai 6 orang. Artinya jika dibagi rata ke 17 orang, masing-masing bisa mengantongi hingga Rp 38 miliar setahun atau Rp 3,2 miliar per bulan”, tulis detik finance.

Ahok membantah besaran jumlah gajinya tersebut. Namun demikiam ia tidak mau menyebut secara pasti berapa gajinya sebagai komisaris utama Pertamina.

©2016 All Rights Reserved. NusantaraKini.com News Group.

Terpopuler

To Top