Analisa

Kecurangan Pemilu dan Peluang ‘People Power’ di Indonesia, Simak Analisanya di Sini!

“Cara menaklukan anjing adalah dengan memberinya tulang. Ahai”
Itulah cuitan di akun twitter Gibran pada tanggal 21 Februari 2024. Sempat
viral dan terkesan narasi yang sarkas.

Nusantarakini.com, Jakarta –

Pakar IT Anonymous dari Singapura memaparkan kecurangan yang terjadi pada Pilpres 2024. Kecurangan tersebut dalam hal rekapitulasi penghitungan suara yang terpampang di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Potensi kecurangan dalam akumulasi penjumlahan suara H-1 (13 Februari 2024) bahwa website resmi KPU sedang proses perawatan.

Menurutnya mekanisme pelaporan sebelum sampai di KPU. Pada KPPS/TPS kita melihat sehari-hari
terjadi keributan di beberapa daerah. Keributan mengarah ke fisik dari yang merasa dicurangi. Tentu bermula dari saksi partai yang dicuri oleh sesama kontestan antar partai, bahkan ada yang satu partai.

Aplikasi Sirekap yang melaporkan Formulir-C kepada KPU melalui platform, aplikasi yang bernama Sirekap.

Tendensi kecurangan dimulai dari ketidakseragaman politik. Besarnya angka yang dikirim dengan yang ditampilkan adalah kecurangan kasat mata.

Sementara Gufron Mabruri, Direktur Eksekutif Imparsial menemukan 121 kasus pada 11 November 2023. Kecurangan dianggap mengarah pada pidana Pemilu.
Sejumlah 121 kasus tersebut dilakukan dalam tindakan penyimpangan aparatur negara di berbagai level yang ditemukan masif.

Kecurangan versi Imparsial

Kecurangan sebagian kecil dari fenomena gunung es yang menguntungkan salah satu capres (paslon 02).

Adapun modusnya, adalah:
1. Pelanggaran netralitas;
2. Kecurangan proses Pemilu, khususnya penghitungan rekapitulasi suara;
3. Pelanggaran profesionalitas oleh infrastruktur Pemilu (KPU, Bawaslu, TNI/Polri, petugas IT KPU/operator pengendali IT KPU dengan AI (Artificial Intelligence) merusak Algoritma Digital dari IT KPU yang mengarah pada paslon 02 dan penggelembungan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) setelah berhenti di angka 2,68% pada 26 Februari 2024.

Modus yang lebih spesifik antara lain:
1. Penyimpangan pejabat dan ASN (Aparatur Sipil Negara), di bawah
kendali Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri), khususnya pada KepalaDaerah yang diangkat.
2. Kasus kampanye terselubung yang dilakukan di antaranya oleh Presiden Joko Widodo dengan membagi-bagikan bantuan sosial (bansos) dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) di Jawa Tengah, di kubu grassroot (akar rumput) PDI Perjuangan.
3. Dukungan ASN di berbagai level, khususnya di kementerian yang
menterinya adalah ketua umum partai pendukung paslon 02, seperti di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dimana Menteri Koordinatornya adalah Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar. Begitu juga di Kementerian Perdagangan yang menterinya adalah Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN).
4. Penggunaan fasilitas negara.
5. Tindakan intimidasi terselubung.
Kesalahan input, kecurangan yang disengaja Bawaslu membongkar kejanggalan Sirekap KPU atas protes paslon 01 dan paslon 03. Ada 80.000 pemilih dalam satu TPS, bukankah ini tidak mungkin? Ini merupakan penggelembungan suara yang terlihat secara kasat mata. KPU menjawab hal ini sebagai “human error.” Ini terjadi karena kesalahan input, ketidakakuratan sistem digital pada Sirekap KPU yang dirancang oleh ahli dari ITB dan dimentori oleh Alibaba.com.

Rancangan program yang canggih dan tahan serangan terhadap 3.000 hackers sehari dengan strategi membuat berbagai server dummy yang ditempatkan di Cina, di Singapura, dan juga di Indonesia (1 dummy dan 1 asli). Canggih, bahkan sampai saat ini KPU belum merasa tertembus oleh hackers. Jadi kecurangan memang dirancang menggunakan Algoritma Digital dengan AI (Artificial
Intelligence) yang sulit dilacak secara keseluruhan. Secara parsial pasti angkanya tidak akan bisa sesuai margin paslon dengan paslon yang nyaris 30%. Artinya 60 juta dari 204 juta DPT yang sebagian masih misteri. Berbagai spekulasi muncul dari sini; data palsu, TKA Cina yang diberi KTP, dan berbagai teknis penggelembungan suara.

Disinyalir oleh IT paslon 01 dan paslon 03 bahwa tanggal 20 Maret 2024 KPU akan mengumumkan hasil Pilpres palsu. Hal tersebut terungkap dari pakar telematika, Roy Suryo dan Agus Maksum (IT paslon 01) bahwa dengan data palsu akan digugat dan ditolak oleh Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK), berdasarkan temuan data kecurangan yaitu, jumlah suara yang jauh dari margin selisih suara paslon 02 dengan paslon 01 yaitu lebih dari 30% atau sekitar 60 juta
suara. Sanggupkah IT paslon 01 dan paslon 03 menemukan data kecurangan sebanyak itu? Jelas tidak!

Hanya dengan alat mesin yang lebih unggul dari Pegasus saja yang dapat menyedot data dari server KPU. Tercatat baru Amerika Serikat (CIA) dan Israel (Mossad) yang memiliki alat lebih canggih dari Pegasus yang disebut Intel Us
Zero Click. Pegasus juga ciptaan mereka, sementara pertahanan IT milik KPU di-back-up oleh Cina melalui Alibaba.com jelas kalah jauh dengan alat tersebut.
Masalahnya, mungkinkah AS dan Israel mau melibatkan diri, jika mereka memiliki data kecurangan Pemilu saat ini?

Semua mata tertuju pada sikap Joko Widodo yang cawe-cawe saat kampanye Pilpres yang lalu. Seluruh infrastruktur Pemilu dalam kendalinya, baik KPU,
Bawaslu, aparat hukum (TNI/Polri), petugas KPPS, dan server/IT KPU dengan Alibaba.com karena kedekatannya dengan Jack Ma, pemilik Alibaba Group, orang terkaya di Cina yang mempunyai hubungan khusus dengan Joko Widodo. Hal tersebut di atas menjadi sorotan publik.

Penggelembungan suara PSI dari 2,68% hingga melejit.

Jokowi Effect itu tidak terbukti sampai dengan 26 Februari 2024, karena PSI berhenti di 2,68%. Kemudian Jokowi Effect bekerja, dan per 5 Maret 2024 sudah
mencapai 3,13% dipastikan sampai akhir penghitungan suara KPU, PSI lolos ke Senayan. Sekali lagi Jokowi Effect melalui AI (Artificial Intelligence) dalam
kendali Joko Widodo. Jadi Jokowi Effect itu apa? Jokowi Effect adalah teknologi kecurangan dari si raja palsu-palsu.

Kita simak keanehan data PSI melalui beberapa informasi sebagai indikator.

Adalah seorang Ade Armando (senior PSI) pentolan buzzer Joko Widodo yang bergelar Ph.D. dari Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, menyatakan:
“Sebaiknya KPU tidak mempublikasikan data real count KPU, khususnya
perihal Pileg di Sirekap KPU sebelum data akurat diverifikasi.”

Lebih lanjut Ade Armando menyatakan bahwa data di website KPU membingungkan. Jika tidak segera dibenahi, akan tidak dipercaya lagi oleh publik, khususnya kubu paslon 01 dan paslon 03. Dia memberi contoh bahwa data miliknya sejak seminggu terakhir, dari perolehan jumlah pemilih sebanyak
6 ribu, lalu 10 ribu, lalu loncat lagi ke 100 ribu, 200 ribu, bahkan dalam 2 hari setelah itu perolehan jumlah pemilih mencapai 400 ribu.

Ade Armando sangat heran dengan data tersebut, padahal dia berasal dari partainya Joko Widodo yang dipimpin oleh si bontot, Kaesang Pangarep.

Ade Armando saja bingung, apalagi kita. Dan itulah Jokowi Effect. Ade Armando bahagia mendapat suara segitu, walaupun di luar akal sehat. Jika Ade Armando terpilih masuk ke Senayan, dia akan menjadi “vokalis Senayan 2024” karena ahli komunikasi. Begitulah yang diatur oleh Algoritma Digital Jokowi Effect.
Namun celakanya, walaupun disorot jutaan mata, dan protes atas suara PSI yang menggelembung secara tiba-tiba, keesokan harinya perolehan suara Ade Armando sudah mencapai 23 ribu. It’s magic Jokowi Effect.

Pemuda Pancasila (PP) Jawa Timur pendukung Anies Baswedan menyatakan bahwa berdasarkan temuan PP Jawa Timur dalam Sirekap perolehan suara calon anggota DPD, Agus Rahardjo digelembungkan dari puluhan menjadi ratusan di setiap TPS. Itu terjadi di ratusan TPS di Jawa Timur yang dimonitor oleh PP Jawa Timur yang langsung diawasi Japto Soerjosoemarno, sang Ketua Umum yang sudah tidak muda lagi. Pemuda Pancasila adalah organisasi masyarakat (ormas)
pertama yang mendukung Anies Baswedan. Suara Agus Rahardjo yang mantan Ketua KPK itu mencapai 1,2 juta pemilih, menyaingi Komeng.

Si dagelan itu dalam Pilpres dan Pemilu rasa “Ketoprak Humor” ekses Jokowi Effect. Kenapa PP Jawa Timur ribut padahal tidak ada hubungannya dengan paslon 01? Rupanya mengganggu calon DPD La Nyalla Mattalitti yang pentolan
PP sekarang Ketua DPD. Semuanya masalah kepentingan subjektif, namanya juga Pemilu rasa “Ketoprak Humor” hasil sulapan Jokowi Effect.

KPU tidak transparan karena terkesan transaksional dengan menggunakan Alibaba.com cloud sebagai server sistem sehingga kredibilitas Alibaba dan IT
KPU dipertanyakan, karena kedekatan Jack Ma secara pribadi dengan user Jokowi Effect. Perlu diusut dan diungkap sinyalemen korupsi dengan Alibaba
cloud karena Jack Ma adalah penasihat e-commerce Negara Republik Indonesia, melalui persahabatan yang bersangkutan dengan Joko Widodo. Di sini akan
tercium aroma pengkhianatan negara.

Joko Widodo akan dimakzulkan

Perilaku Joko Widodo semakin terlihat nyata melanggar prinsip-prinsip Good Governance, sebagai yang seharusnya ia yang lebih dulu menjadi role model, justru perilakunya pelanggar utama adab santun dalam etika (berpolitik)
kehidupan berbangsa, vide Tap MPR RI Nomor 6 Tahun 2001.

Walau faktor penting di sebuah negara hukum, Joko Widodo selaku presiden orang yang paling utama yang berkewajiban menegakkannya. Bukan sebaliknya mempertontonkan politik dan hukum terabaikan. Kenyataannya hukum di negeri ini timpang ke kiri, sehingga fungsi kepastian hukum menjadi pudar.

Terbukti, para terpapar korup, bukan diperintahkan untuk diproses hukum oleh aparatur pembantunya (Polri, Kejaksaan RI), namun di antara para politisi yang
menguasai partai-partai (ketua umum) yang terpapar korup, mereka didisain menjadi menteri-menteri sebagai alat “rencana jahat” demi kepentingan cawe-
cawe suksesi nasional, sebagai tangan khusus kelanjutan dirinya agar tetap berada di ruang kekuasaan, dengan pola memenangkan capres usungannya
Prabowo-Gibran (Gibran Rakabuming Raka bin Joko Widodo). Termasuk dengan
pola mengintervensi yudikatif melalui nepotisme (Mahkamah Konstitusi/MK) dengan memperdaya adik iparnya selaku Ketua MK, Prof. Anwar Usman.

Namun bagaimana menjatuhkan Joko Widodo atas dasar tumpukan kesalahan dan pelanggaran yang telah ia lakukan. Ini kendala serius, oleh sebab proses hukum yang mesti berliku-liku untuk meng-impeach dirinya dari kursi kekuasaan RI-1. DPR RI, lalu ke MK, lalu kembali ke DPR RI, kemudian baru ke MPR RI (vide UU RI tentang MD 3). Perlu waktu menjalankan prosesnya, sementara dia
berkuasa tinggal 8 bulan saja.

Pada Rabu, 21 Februari 2024 di Hotel Sultan, Jakarta, keluar statement yang sarkastik dari Mayjen TNI (Purn) Soenarko (mantan Danjen Kopassus dan Pangdam Iskandar Muda di Aceh): “Rakyat harus gulingkan Joko Widodo, oleh sebab sulit menasehati dirinya untuk mundur dari jabatannya, sesuai konstitusi (TAP MPR RI No.6 Tahun 2001), kebal dari Ketentuan Etika Kehidupan Berbangsa, walau fakta penyimpangan yang ia lakukan sebagai kepala negara sudah teramat benyak yang inkonstitusional, namun (bebal) tak tahu diri.”

Pertemuan tersebut dihadiri oleh belasan Jenderal dan aktivis Pro-Demokrasi.
Pernyataan Mayjen TNI (Purn) Soenarko di Hotel Sultan, Ruang Golden pada Rabu, 21 Februari 2024 serta diamini dan disepakati seluruh peserta yang hadir,
merupakan pendapat, serta kegiatan yang halal untuk disampaikan, karena pernyataan MayJen TNI (Purn) Soenarko selaras dengan isi Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang isinya menyatakan bahwa, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sehingga berkesesuaian dengan Teori Tujuan
Negara RI menurut UUD 1945 yang tercantum pada Pembukaan, di alinea keempat, yakni untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karenanya, memperhatikan serta mempertimbangkan gejala-gejala parameter dari eksistensi geo-sosio politik, serta kondisi perkembangan diskursus politik yang jungkir balik, yang sudah terciptakan, yang berawal dari
kesewenang-wenangan atau suka-sukanya Joko Widodo. Maka para Tokoh Bangsa, mesti melakukan sebuah upaya politik hukum yang super extra-ordinary, yakni kembalikan fungsi kebutuhan sebuah pemerintahan, sebuah
negara adalah menyejahterakan bangsanya, oleh sebab ternyata tidak terwujudkan, maka butuh pembangkangan terhadap seorang yang berkarakteristik pemimpin model Joko Widodo, teori ini selaras dengan faktor hukum yang tertinggi adalah demi melindungi kepentingan rakyat (salus populi
suprema lex esto).

Oleh karenanya, perspektif hukum luar biasa ini, sesuai statemen tegas dari Mayjen TNI (Purn) Soenarko, dengan pengimplementasiannya menggunakan langkah hukum dengan metode super extra-ordinary, dengan prinsip yang
senyawa dengan “civil disobedience” atau pembangkangan sipil terhadap
hukum, atas dasar dalil dengan banyaknya fakta-fakta hukum (data empirik) bahwa Joko Widodo selaku penguasa tidak tunduk kepada hukum, justru sebagai penguasa tertinggi mengangkangi, hukum dijadikan alat kekuasaan belaka (machstaat).

Oleh karenanya rakyat butuh one ticket, sekali jalan demi perbaikan general terhadap bangsa dan negara, maka rakyat yang berdaulat (kedaulatan di tangan
rakyat) sesuai sumber hukum, sewajarnya digunakan oleh seluruh rakyat bangsa
ini, untuk mencabut amanah yang pernah mereka berikan kepada Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia. Semata-mata untuk mempertahankan
kepentingan anak bangsa dan wibawa hukum, ideologi bangsa, serta keutuhan dan persatuan negara ini, maka setiap anak bangsa ini tidak keliru jika seorang
pemimpin yang nyata-nyata melanggar, serta merusak ideologi bangsa dan negara ini yaitu Pancasila sebagai sumber hukum Nasional, vide Pasal 2 Undang-
Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum
negara.”

Hal pengebirian dengan pola obstruksi atau pembiaran perilaku perbuatan makar terhadap Pancasila dan UUD 1945 ini, terbukti telah Joko Widodo lakukan
kepada para inisiator dan pengesah RUU HIP (Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila) yang seenak udelnya, mengepres-pres Pancasila menjadi Tri Sila, lalu Eka Sila, lalu mengubahnya menjadi Gotong Royong, dan para pelaku dari kalangan eksekutif (BPIP/Badan Pelindung Ideologi Pancasila), dan Para Anggota legislatif (DPR RI) yang terlibat pengesahannya, dibiarkan tanpa proses hukum.

Respon KPU dan Partai Politik mengenai Penggelembungan Suara PSI.

KPU merespon atas kegelisahan publik dan pengamat atas penggelembungan suara PSI. Tercatat di Yogyakarta ditemukan adanya ketidaksesuaian suara yang diperoleh PSI pada Pileg DPR-RI, antara data dari Form C Plano dengan data Pemilu yang diunggah ke situs Pemilu KPU.co.id.

Ada mark-up suara PSI di setiap TPS sehingga menambah ratusan ribu suara setiap hari. Terkesan sudah diprogram secara TSM (Terprogram, Sistem, dan
Masif).

KPU merespon dengan mengatakan bahwa kontroversi suara PSI yang menggelembung setelah tanggal 26 Februari 2024 yang lalu disebabkan karena tidak akuratnya Optical Character Recognition (OCR) dalam membaca hasil Pemilu dari data Formulir C.

Kenaikan suara PSI ini tidak wajar (anomali) sehingga Bawaslu minta lebih transparan dengan proses entry data yang bisa disaksikan oleh saksi partai.
PPP melalui Ketua DPP Achmad Baidowi protes karena suara mereka di Pamekasan, Madura berkurang seiring dengan lonjakan suara PSI di wilayah tersebut.

Ganjar Pranowo (GP) mengusulkan Hak Angket di DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024. Tak lama kemudian dia dilaporkan ke KPK oleh
Ketua Umum IPW (Indonesia Police Watch), Sugeng Teguh Santoso (STS) yang juga Ketua PSI Bogor. Disengajakah? STS merupakan figur yang berintegritas,
alumni LBH, PBHI, dan tokoh aktivis mahasiswa di tahun 1980-1984.

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sudah bergabung di Kabinet Joko Widodo menolak Hak Angket tentang Kecurangan Pemilu 2024, dengan alasan:
“Penggunaan Hak Angket adalah hak partai dan hak publik sebagai warga negara, tapi saya tidak ingin terjebak terlalu carut-marut dalam isu-isu semacam itu, karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan.”

Dari informasi yang beredar bahwa awalnya sebagai parpol, PSI konon di-back-up oleh seorang menteri yang hasilnya secara alami sampai dengan penghitungan KPU tanggal 26 Februari 2024 masih 2,68% dan berhenti. Barulah setelah itu Jokowi Effect, suara PSI bergemuruh bak gelinding bola salju.

Dapat diduga sampai tanggal 19 Maret 2024, jumlah perolehan suara tertinggi PSI seharusnya 2,95% namun dengan Jokowi Effect dapat dipastikan perolehan
suaranya menembus 4% bersaing dengan PPP yang sudah eksis sejak tahun 1970an, sementara PSI merupakan parpol baru yang muncul setelah Ahok dikalahkan Anies pada Pilkada DKI 2016. Apakah kecurangan ini bentuk pembalasan Ahok dan taipan 9 naga sebagai oligarki melalui Joko Widodo?
Wallahualam bishawab, faktanya dengan dipimpin Habib Rizieq Shihab (HRS) dapat menjatuhkan Ahok, sehingga HRS menjadi musuh No.1 oligarki di Indonesia. HRS didera penjara (kriminalisasi) dengan berbagai kasus sebagai politik sandera Joko Widodo. Ini tergolong Jokowi Effect dengan skema politik sandera. Ada 8 kasus menunggu HRS jika dia terlibat perjuangan Civil Society (people power), karena FPI (Front Pembela Islam) dan 212 sudah membuktikan.

Modus operandi penggelembungan suara adalah:
1. Memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil, yang jauh dari lolos PT dengan skenario coblos gambar PSI lewat berbagai cara di saat pencoblosan di masing-masing TPS di Indonesia.
2. Memindahkan suara tidak sah menjadi suara PSI.
3. Melalui script dengan Algoritma Digital untuk minimal hasil 4,…% untuk lolos PT ke Senayan.
Intinya, alasan KPU mengenai penggelembungan suara PSI adalah “salah input.”

Jadilah PSI bergelar Partai Salah Input.

Pandangan yang sangat teknis diungkap oleh Roy Suryo seorang ahli telematika. Secara teknis Roy Suryo menggugat hasil Sirekap KPU. Dia mengatakan bahwa
“ada kabar bohong di rekapitulasi KPU.”

Selain itu, hasil Sirekap juga digugat oleh TPDI (Tim Pembela Demokrasi Indonesia) yang dipimpin oleh Petrus Selestinus. TPDI melaporkan kecurangan
dalam Pemilu 2024 kepada Bareskrim Polri dengan barang bukti.

Lebih lanjut, Roy Suryo menjelaskan bahwa server KPU yang di Singapura (terbukti) adalah
pidana karena data Pemilu rahasia negara dan bagian dari dari kedaulatan negara.

Konsultan Alibaba.com yang memiliki hubungan khusus dengan Joko Widodo patut diduga ada unsur KKN karena kedaulatan negara dipertaruhkan.
Ada skenario script Algoritma Digital melalui program KPU dengan skema Prabowo-Gibran (58%), Anies-Cak Imin (24%), dan Ganjar-Mahfud (18%).

Roy Suryo memaparkan tentang karut marut Sirekap KPU saat live di salah satu stasiun televisi. Foto tangkapan layar

Menurut Roy Suryo, ada beberapa hal dari Sirekap yang tidak layak, yaitu:
1. Mengalami perubahan beberapa kali ketika rekapitulasi sedang
berlangsung.
2. Ada penggantian perubahan data yang diprotes paslon 01 dan paslon 03, serta parpol, yang merugikan calegnya. Terjadi konflik fisik dengan KPPS (TPS) di beberapa wilayah.
3. Mematikan server KPU, dengan alasan di-hacked, padahal memasukkan script dengan skema: 01 – Anies-Cak Imin (24%), 02 – Prabowo-Gibran (58%), dan Ganjar-Mahfud (18%), menyesuaikan cipta kondisi hasil quick count sebagai Jokowi Effect.

KPU berpotensi mengumumkan hasil Pilpres palsu hasil rekayasa. Lalu meminta pihak paslon 01 dan 03 untuk menerima atau mengajukan gugatan ke Bawaslu
dan MK. Di Bawaslu dipastikan akan ditolak karena sedari awal diduga kuat mereka sudah bersekongkol dengan KPU. Akhirnya harus dibawa ke MK. Di MK “Sang Paman” sudah siap jadi algojo untuk mengeksekusi “mati” di “ladang pembantaian” perkara. Ujungnya sudah bisa ditebak: kecurangan paslon 02 tidak bisa disentuh hukum dan tetap dinyatakan menang.

Itu pola-pola permainan lama yang rakyat sudah hapal. Jangan sekali-kali bertindak bodoh mengikuti permainan licik Joko Widodo dengan Jokowi Effect-
nya.

Kedzaliman rezim Joko Widodo memang sudah sangat keterlaluan.

Hanya ada tiga cara menghentikan kedzaliman rezim Joko Widodo, yaitu:

Pertama; Dimakzulkan melalui Hak Angket DPR;
Kedua; Digulingkan melalui Parlemen Jalanan, seperti yang terjadi di Sri Lanka, Filipina, Thailand, dll.
Ketiga; Jika kedua cara di atas tidak mempan, cara terakhir hanya melalui makar Allah yang bisa menghentikannya.

Kita saat ini bukan sedang menghadapi seorang pemimpin yang waras dan normal. Orang yang kita hadapi adalah manusia-manusia serakah dan super licik
yang telah kehilangan akal sehat dan hati nurani, manusia yang tidak takut dosa, manusia yang tanpa harga diri dan rasa malu, manusia yang selalu merasa benar
tidak pernah merasa bersalah atas segala kedzalimannya, dan tampaknya mereka sangat menikmati berbuat dzalim dan mendzalimi orang lain.

Walaupun pihak paslon 02 pura-pura tidak tahu-menahu atas segala kecurangan yang telah dilakukan rezim Jokowi, tapi kecurangan Pilpres 2024 selain telah dilakukan dengan sangat terstruktur, sistematis dan masif (TSM), juga sangatvulgar. Bagi yang telah menonton tayangan film dokumenter “dirty vote” tentu
agak paham bagaimana mereka melakukan perencanaan kecurangan itu dengan sangat matang dan rapih yang disusun sejak jauh-jauh hari.

KPU saat ini terus memaksakan penghitungan suara dari data yang cacat, ditambah alat hitungnya menggunakan aplikasi penghitungan suara yang
bermasalah dan telah dimodifikasi dengan menggunakan algoritma tertentu yang selalu menggelembungkan suara paslon 02, tapi mengurangi suara paslon 01 dan 03. Sehingga mulai dari 0% data masuk sampai saat ini perolehan suara tidak pernah bergeser : paslon 01 sebanyak 24%, paslon 02 sebanyak 58%, dan paslon 03 sebanyak 18%. Mereka telah mematok (mengunci mati) angka untuk paslon 02 harus di atas 50% agar bisa menang satu putaran. Angka itu ternyata sudah disetting sebelum data-data pemilih masuk.

Mungkin jika Hak Angket berjalan lancar akan bisa membongkar segala kecurangan Joko Widodo. Sepertinya rezim Joko Widodo sedang bergerilya untuk menggagalkan diajukannya Hak Angket itu.

Memang hanya makar Allah yang bisa menyelesaikan kedzaliman dan kerakusan Joko Widodo. Jika Allah masih sayang kepada bangsa Indonesia, maka Allah akan
pilihkan pemimpin yang adil. Tapi jika Allah ingin “menghukum” bangsa Indonesia (atas dosa-dosanya) maka Allah biarkan Indonesia dipimpin oleh pemimpin durjana.

PENUTUP

Jokowi Effect sudah kita bongkar, tinggal bagaimana ridho Allah. Joko Widodo terus berkuasa melalui paslon 02 (ada Gibran sebagai Cawapres) tentu dia sudah
melalui skenario bagaimana putranya menjadi Presiden 2029 dan setengah jalan dengan Prabowo Subianto dengan visi yang bersangkutan berhalangan tetap.
Sebaliknya Prabowo Subianto juga berpikir hal yang sama karena politik tentang segala kemungkinan. Bagi Prabowo Subianto, bisa saja Joko Widodo sekutu taktis sampai terminal tertentu, sementara terminal akhir adalah Presiden Seumur Hidup, dengan konsep kembali ke UUD 1945 yang dimotori oleh La Nyalla Mattalitti sebagai Ketua DPD sebagai sekutu taktis nantinya dengan jalan pintas Dekrit Presiden yang melalui otoritas pada dirinya.

Melihat karakteristik Prabowo Subianto dan ring-1 sekitar dirinya, Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin dan Letjen TNI (Purn) Kopassus Khairawan cs. sebagai
Tim Mawar. Prabowo Subianto sudah menjadi Presiden, dan akan dilantik pada Oktober 2024. Sang taipan 9 naga pasti mendekat dan tidak ada masalah.

TNI/Polri sudah dikendalikan penuh, Senayan hal yang sama oposisi terbatas. Joko Widodo pasca lengser bukan siapa-siapa lagi.

Di parlemen bersekutu dengan Gerindra, Golkar, PAN, dan partai Demokrat. Dengan bergabungnya Demokrat, dia lepas dari musuh abadinya semenjak di Taruna Akabri 1973. Politisi cerdas era reformasi adalah SBY.

Tinggal nasib bangsa Indonesia yang memiliki Presiden berkarakter temperament, seperti Prabowo Subianto, dari mulut singa (Joko Widodo) ke
mulut buaya (Prabowo Subianto). Ya Allah, akankah berlanjut? [mc]

*Eddy Junaidi, Nusantara Institute.

(Seri VI)

Terpopuler

To Top