Nasional

Ideolog yang Humanis: In Memoriam MY Gunawan

Nusantarakini.com, Jakarta –

Malam itu (tanggal 25 Februari 2024) sekitar pukul 19.40 handphone saya berdering. Terlihat nama “Ikhwanuddin.” Langsung saya angkat. Ikhwan mengabarkan berita duka. Mas Yusuf Gunawan meninggal dunia. Berita duka ini didapat dari postingan istrinya di grup WA yang diikuti oleh Ikhwan, dan tidak ada di sana. Karena saya yakin dengan kevalidan berita ini saya ikut memberitakan ke berbagai grup WA dan pribadi-pribadi yang kenal dengan Bang Gunawan. Termasuk menjawab pertanyaan teman-teman yang menanyakan kebenaran berita duka itu.

Saya pertama kali melihat Bang Gunawan (begitu kami biasa memanggil almarhum MY Gunawan) saat demonstrasi di depan penjara Cipinang. Tahunnya saya tidak ingat dengan pasti, dan demonstrasi apa saya juga tidak ingat lagi. Karena saat itu saya belum lama selesai mengikuti LK I HMI MPO. Saya sendiri ikut training dasar di HMI itu di akhir bulan November tahun 1994. Mungkin demonstrasi itu sekitar tahun 1995.

Saat demonstrasi itu saya kaget karena dimarahi oleh laki-laki yang lebih senior dari saya, berkacamata. Kemarahannya karena sikap saya yang tidak sesuai dengan SOP demonstrasi saat itu. SOP-nya seperti apa, saya juga tidak mengerti, karena saat itu saya masih anak bawang. Belakangan saya tahu beliau itu Bang Gunawan.

Lama berselang saya tidak pernah melihatnya dalam kegiatan-kegiatan HMI yang saya ikuti. Rupanya karena beliau bukan lagi pengurus cabang. Sebab beliau tercatat sebagai Ketua HMI MPO Cabang Jakarta periode 1993-1994.

Saya mulai sering bertemu dengan beliau saat sering hadir di acara training-training HMI (Latihan Kader). Beliau selalu menjadi pembicara utama. Materi yang dibawakannya adalah Keyakinan Muslim. Sebuah materi yang memerlukan olah pikiran, retorika, dan tentu saja penguasaan materi yang sifatnya filosofis. Dari sana saya baru tahu kualitas Bang Gunawan.

Almarhum adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta. Selain itu Bang Gun juga kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. Kemampuan olah pikir mungkin didapatkan dari dua tempat ini. Selain itu, HMI sendiri memang membuka tradisi berpikir kritis.

Gaya penyampaian materinya khas dan menarik: penuh dengan dialektika. Gaya penyampaiannya tidak bosan untuk dinikmati, sampai oleh para kader HMI yang sudah lama sekalipun. Sementara bagi para peserta LK I kadang memancing emosi, tidak tahan dengan gaya dialektisnya itu. Pernah ada teman yang bercerita, “hampir saja Bang Gun saya pukul.”
Walau begitu tentu dialektika yang dibangun tidak berjalan liar begitu saja. Akhir dari materi ini ditutup dengan sintesa yang mengokohkan keyakinan seorang muslim.

Selain di level basic, Bang Gun sangat aktif di training level intermediate dan advance yang kami sebut Latihan Kader (LK II dan LK III). Di level ini posisinya bukan sebagai penceramah, tapi sebagai pemandu. Di sini saya bisa melihat sosok Bang Gunawan lebih utuh lagi. Bagi saya beliau adalah sosok ideolog yang humanis.

Satu pelajaran yang saya bisa ambil dari almarhum: tanggung jawab. Bang Gun kalau sudah diberi mandat untuk mengelola sebuah pelatihan di HMI, beliau lakukan all out dan penuh tanggung jawab. Beliau stay di tempat pelatihan dari awal sampai penutupan. Beliau meninggalkan lokasi acara kalau ada kebutuhan yang sangat mendesak. Pokoknya kalau ada acara, bang Gunawan ada di situ, aman terkendali. Kami para kader merasa terayomi. Ternyata di tempat lain sikap ini selalu dibawanya.

Ini satu informasi tentang sikap tanggung jawabnya. Bang Gunawan adalah Sekretaris Jendral PB HMI periode 1997-1999. Belakangan saya tahu dari beliau langsung bahwa saat itu Bang Gun akan mengikuti “pendidikan” tentang NGO (LSM) ke Manila Filipina. Tapi program itu diurungkan karena tugas keumatan.

Setelah terlibat langsung dalam Korp Pengader HMI Cabang Jakarta saya jadi sering bertemu dan berdiskusi intens dengan Bang Gun. Satu hal yang sering menjadi tema diskusi adalah tentang perbandingan mazhab Sunni dan Syi’i. Bagi saya ini mengasyikkan karena latar belakang akademik saya Perbandingan Agama. Tema-tema seputar sekte, mazhab, dan agama-agama di dunia memang menjadi kajiannya. Dari beliau saya tahu ajaran mazhab Syi’i bukan dari pembencinya, tapi dari penganutnya.

Bang Gunawan adalah sosok pluralis. Pluralismenya bukan sekedar wacana akademik tapi nyata dalam praksis. Selain sebagai Sekjen PB HMI, Bang Gun juga penggiat LSM. Di lapangan Bang Gun banyak bersinggungan dengan para aktivis lintas ideologi dan agama. Bang Gun saat itu sering jalan bareng dengan para rohaniawan Katolik. Yang saya ingat dua orang yang sering dibincangkan dan saya juga pernah bersua: Romo Sandi Gunawan dan Suster Bernadita. Pada saat konflik antara umat Islam dan Kristen di Ambon tahun 1998 Bang Gunawan sebagai Sekjen HMI menyambangi Kantor Konferensi Wali Gereja (KWI) untuk membicarakan solusi atas konflik agama di sana. Saat itu saya juga ikut serta.

Selain sebagai aktivis LSM Bang Gunawan juga seorang jurnalis. Inilah profesi yang digeluti sampai akhir hayatnya. Dengan bantuan Bang Gunawan tulisan-tulisan saya rutin dimuat di koran Suara Tangsel.

Sosok ideolog yang humanis dan egaliter kini telah tiada. Tapi bekas-bekas kebaikannya masih saya rasakan. Sebelum meninggal almarhum terkena tekanan darah tinggi yang berpengaruh kepada jatungnya. Tidak lama di ruang UGD RS Brimob Kelapa Dua Depok, bang Gunawan menghadap Sang Khalik.
Saya bersaksi MY Gunawan adalah orang baik. Baginya surga. Aamiin YRA. [mc]

*Khairul Fahmi, Penggiat Literasi.

Terpopuler

To Top