Opini

Harga Beras Meroket, Kepada Siapa Kita Berharap?

Nusantarakini.com, Jakarta –

Harga beras terus naik. Padahal katanya Pak Negara terus-menerus menggelontorkan beras ke tengah masyarakat dengan operasi pasar beras murah yang berasal cadangan beras pemerintah. Cadangan beras pemerintah ini disiapkan Bulog atas perintah Badan Pangan Nasional, dan sebagian besar berasal dari impor.

Untuk cadangan beras pemerintah tahun 2024 ini kabarnya masih ada sisa 500 ribu ton beras impor tahun 2023 lalu dari Thailand. Konon masih ada juga sisa beras India yang diimpor akhir tahun 2023 lalu lewat Cina sebanyak 1 juta ton. Total sisanya berapa? Hanya Tuhan dan Pak Negara yang tahu.

Nah, di tahun 2024 ini Pak Negara sudah order impor beras ke Thailand sebanyak 2 juta ton. Sementara dari hasil kesepakatan bilateral dengan Vietnam tahun lalu konon kita juga masih akan mengimpor beras 250 – 500 ribu ton dari sana, pada tahun 2024 ini.

Logikanya, jika Pak Negara terus menggelontorkan beras ke pasar, maka harga di pasar akan turun. Sebab ada banyak beras ditengah masyarakat. Apalagi sebelum dan sesudah pemilu warga juga sudah digelontor bantuan sosial beras sebanyak 10 kg x rapelan 3 bulan x 22 juta keluarga penerima manfaat. Jadi total sudah 660 ribu ton yang sudah dikucurkan untuk program Bansos beras.

Tapi rupanya gelontoran beras murah Bulog belum juga berhasil menekan harga di pasaran.

Untuk mengantisipasi kelangkaan beras di pasar retail modern, sehari sebelum pemilu, Pak Negara cq Bulog telah menjual beras ke pedagang retail besar.

“Khusus untuk peritel modern Jakarta, Bulog telah menyalurkan tambahan pasokan sebanyak 271.000 kilogram atau 271 ton dalam satu hari,” kata Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi.

Biasanya, kata Bayu, permintaan mereka baru dipenuhi jika stok beras mereka sudah akan menyusut. Tapi, kalau sekarang, berapa pun diminta, akan dipenuhi Bulog.

“Tambahan pasokan ini dipesan antara lain oleh jaringan ritel Indomarco sebesar 50 ton, Indogrosir 29 ton, Ramayana 50 ton, Hypermart 80 ton, Alfamart 30 ton, dan Transmart 22 ton,” ujarnya 13 Februari lalu.

Tapi hanya sehari dua hari stock beras sampai di pedagang retail, beras pun ludes dibeli konsumen. Padahal ada ketentuan hanya boleh beli sekarung beras @5 kg, dengan harga di atas Rp 75.000 per 5 kg, atau Rp 15.000/kg ke atas. Tapi itu pun harga 15 hari lalu. Hari ini harga rata-rata sudah Rp 15.800/kg.

Seorang produser saya bercerita bahwa grosir beras di dekat rumahnya di Bogor sana mengaku tidak ada stok beras. Stok beras di gudangnya tak bersisa. Seorang asisten produser saya mengaku harus mengantar isterinya muter ke berbagai gerai retail modern di Depok sebelum akhirnya dapat sekantung beras 5 kg dengan harga yang sudah berubah. Produser eksekutif saya yang biasa beli beras premium bermerek, pun mengaku stok beras premium itu tak ada di pasaran.

Jadi benarkah beras langka?

Memang, dampak anomali cuaca El Nino, cukup keras menghantam petani pada 2023 lalu. Panen pertama di bulan Februari-April-Mei 2023 tidak terlalu menggembirakan. Panen kedua di bulan September-Oktober-November 2023 semakin menyedihkan.

Sejak Oktober lalu, BMKG maupun lembaga meteorologi dan Geofisika internasional telah memperkirakan bahwa El Nino yang semula diperkirakan akan selesai di bulan Januari 2024, ternyata berlanjut hingga Juni 2024. Dampaknya curah hujan pada November-Desember 2023 maupun Januari-Maret 2024 pun menyusut.

Berlanjutnya El Nino berdampak pada mundurnya musim hujan. Jika musim hujan mundur, maka musim tanam pun terganggu karena tidak ada air hujan. Jika sebelumnya bulan November bisa mulai menanam padi, petani di berbagai daerah di Pantura Jawa –wilayah gudang beras Indonesia yang semakin terdesak pembangunan infrastruktur — baru bisa menanam pada pada bulan Januari.

Keadaan diperparah dengan munculnya hama tanaman padi di berbagai daerah pada penanaman pertama ini. Salah satunya yang diceritakan adik kelas saya di IPB, dari Karawang, Jawa Barat, yang biasa mengelola lahan sawah milik keluarganya, dan juga menyewa lahan untuk ditanami beras.

Menurut dia, secara umum, saat ini kondisi padi di Karawang baru masuk masa primordial (masuk masa generatif). Diperkirakan panen raya akan berlangsung di bulan Ramadhan nanti. Ada memang wilayah yang panen tapi luasannya baru sedikit.

“Itu pun banyak yang turun hasil panennya. Ada yang luasannya 3 Ha, padi yang didapatnya hanya sekitar 15 karung saja,” ujarnya.

Adik kelas saya bercerita bahwa ada keluarganya saat ini mengelola lahan seluas satu hektare. Namun, kondisi padinya sempat sakit, terkena hama. Saat ini sudah membaik, walau diperlukan biaya tambahan yang besar agar padi bisa bangkit ke pertumbuhan yang normal. Sementara untuk mengganti dengan tanaman baru juga diperlukan biaya, sementara bibit sudah tidak punya lagi.

Karena itu pula, harga beras petani di Karawang saja yang paling rendah sudah mencapai Rp.15.000 per kilo.

“Itu untuk beras yang sekali poles, dan itu pun pembeli dari luar daerah sudah “berebut” dengan memberi DP ke petani yang akan panen,” ujarnya.

Harga jual pun bervariasi dari Rp.17.000 an hingga ada yang Rp.20.000 an.

Sedihnya lagi, banyak keluarga petani di Karawang sendiri sekarang sudah mulai membeli beras. Penyebabnya panen musim gadu (musim panen kedua) hasilnya sedikit.

“Jadi banyak petani yang sudah tidak memiliki cadangan gabah yang kami simpan, untuk dikonsumsi sendiri,” ujar adik kelas saya itu.

Musim paceklik seperti saat ini berlangsung dalam waktu panjang, dari sejak selesai panen musim gadu ke masa panen musim rendeng perlu masa tunggu selama 6 bulan. Di sisi lain panen musim gadu pun jumlahnya sedikit. “Artinya start awal mengawali masa paceklik sudah dalam kondisi tidak cukup stok gabah,” ujarnya.

Repotnya, sepekan lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan, dan kemudian Idul Fitri. Sementara biasanya konsumsi beras kita akan meningkat selama Ramadhan dan Idul Fitri. Padahal diperkirakan banyak daerah baru akan panen di pertengahan Ramadhan, sehingga panen raya akan berlangsung pada Maret-April-Mei. Akibat pengaruh perpanjangan El Nino, panen raya 2024 ini juga diperkirakan belum menggembirakan.

Jika kita melihat neraca pangan hari ini, kita pun melihat bahwa tak hanya beras yang melonjak harganya. Beberapa komoditas pangan lainnya pun beranjak naik, sementara hal ini terjadi sebelum Ramadhan. Bagaimana saat ramadhan dan lebaran nanti?

Lalu kepada siapa kita berharap? Pak Negara?

Saya jadi teringat pada statement bekas Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger di The New York Times 6 November 1974. “A generation ago many farmers were self‐sufficient; today fuel, fertilizer, capital and, technology are essential for their economic survival. A generation ago many nations were self‐sufficient. Today a few food exporters provide the margin between life and death for many millions…” [mc]

*Hanibal Wijayanta, Jurnalis Senior.

Terpopuler

To Top