Nusantarakini.com, Jakarta –Jadi dari narasi Rocky Gerung itu, jelas bahwa Jokowi memang sejak awal memfasilitasi Oligarki Cs untuk fabrikasi nama Ganjar sebagai Capres PDIP. Sebenarnya amarah Prabowo tak hanya tertuju kepada Megawati, tapi juga ke Jokowi.
BENARKAH Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto marah besar ketika Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengusung Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024?
“Nol Lapan (08, sebutan Prabowo Subianto) memang marah saat berlebaran di rumah Joko Widodo di Solo. Mengapa pada akhirnya PDIP mengusung Ganjar. Dia marahnya ke Megawati,” ujar sumber Freedom News, Jum’at (28/4/2023).
“Info A1 Prabowo yang patuh itu marah, jiwa Sapta Marganya bergelora, peristiwa Batu Tulis itu telah dua kali melukai dan mengecewakan perjalanan politiknya,” ungkap Bambang Beathor Suryadi, Penasihat Organisasi Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), seperti dilansir dari Suaranasional.com, Rabu (26/4/2023).
Beathor mengungkapkan, kemarahan Prabowo terungkap saat berlebaran dengan Presiden Joko Widodo di Solo. “Kenyataan dan kepastian terluka itu didapatnya langsung dari Kota Solo pada 23 April 2023, saat Lebaran bersama Presiden Jokowi,” jelas Beathor.
Dalam pertemuan itu, Prabowo banyak menanyakan pada Jokowi alasan PDIP mengusung Ganjar menjadi capres 2024. “Prabowo mengejar dengan banyak pertanyaan, dan dijawab Jokowi untuk bersedia menjadi Cawapresnya Ganjar Pranowo,” paparnya.
Prabowo mengatakan, tidak mau menjadi pendamping Ganjar karena merasa memiliki partai yang cukup besar. “Dengan lantang Prabowo menjawab menolak tawaran tersebut dengan mengucapkan Partai Kami Gerindra sudah cukup besar,” ungkap Beathor.
Dalam menghadapi Ganjar, menurut Beathor, Prabowo berupaya mengajak Anies Baswedan menjadi cawapresnya.
“Prabowo yang tadinya manut dengan segala arahan titah paduka Presiden Jokowi itu akhirnya melakukan perlawanan dengan terobosan mengajak Anies menjadi calon wakil presidennya,” jelas Beathor.
Kata Beathor, keputusan Prabowo yang tidak mau menjadi cawapres Ganjar membuat Pilpres 2024 kemungkinan besar diikuti dua pasangan calon (paslon), seperti kemauan Presiden Jokowi agar Pilpres 2024 cukup diikuti 2 paslon saja.
“Nol Lapan (08) sebaiknya mundur saja dari pencapresan pada detik-detik terakhir. Dia pasti dapat empati dari masyarakat Indonesia. Ikutilah jejak Mahathir Mohammad, menepi dulu dari riuh-rendah politik. Kalau ini dilakukan, pasti banyak yang merindukan 08,” ujar sumber tadi.
“Ini modal bagus bagi 08, karena dia akan dikenal sebagai orang yang ikhlas dan tipe pemimpin yang dicari masyarakat Indonesia,” tambahnya. Persoalannya, mungkinkah Prabowo bersedia melakukan hal itu? Jika Prabowo benar-benar ikhlas dan menyalurkan ambisi politiknya melalui Anies Baswedan, dapat dipastikan akan diikuti partai lainnya.
Apalagi, dia yang seolah digadang-gadang Jokowi untuk maju Pilpres 2024, tapi nyatanya Prabowo hanya di-prank. Malah, hanya ditawari sebagai cawapresnya Ganjar. Tawaran Jokowi ini jelas sangat merendahkan martabat pribadi Prabowo dan Gerindra sebagai partai besar.
Peta persaingan memang berubah. Maka strategi yang diterapkan bakal berubah. Prabowo sudah di-PHP Jokowi. Karena, sebenarnya Ganjar itu mascot Jokowi untuk rebut PDIP. Soal ini sebagian petinggi PDIP, termasuk Ketum Megawati Soekarnoputri, sudah dengar dan tahu. Makanya, saat HUT PDIP pada 10 Januari lalu, Megawati batal umumkan siapa Capres PDIP.
Skenario awal memang seperti yang dimaui Jokowi, Ganjar adalah nama yang bakal diajukan PDIP. Namun, karena Megawati sudah tahu rencana Jokowi dan Ganjar untuk merebut PDIP dari trah Soekarno, maka Megawati membatalkannya. Tapi, entah mengapa sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengusung Ganjar sebagai Capres PDIP, Jum’at (21/4/2023).
Padahal, sebelumnya elit PDIP terkesan sudah menutup pintu pencalonan Ganjar. Mungkin, penolakan tim sepak bola U20 asal Israel yang lalu oleh Ganjar itu sebagai “ujian akhir” dari PDIP, dan “lulus”, sehingga Gubernur Jawa Tengah yang nir-prestasi ini dicapreskan.
Menurut Andrianto Andri, Pengamat Kebangsaan, pencapresan Ganjar secara kalkulatif tidak menggugah animo publik. Sosok Ganjar bak duplilkat Jokowi yang dianggap Gagal oleh publik. Ada rasa bosan, jemu, dan tidak ada sesuatu yang genunine dari Ganjar.
Apalagi figur Ganjar yang minim prestasi telah diutarakan oleh kader ideologis PDIP, Trimedya Panjaitan yang sudah 4 periode di DPR. Sosok Trimedya Panjaitan yang dikader langsung alm Taufik Kiemas mewakili kelompok nasionalis yang utamakan ideologis Marhenis.
“Jelas, beda jauh sama kelompok Pro Jokowi seperti Marurar Sirait, Budiman Sujatmiko, Adian Napitupulu yang sangat Pragmatis. Keterbelahan ini yang membedakan dengan kemunculan Jokowi dulu yang diametral dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),” tegasnya.
“Jokowi melekat antitesa SBY. Sedangkan Ganjar melekat copy paste Jokowi yang antagonis, ambisius, dan me-downgrade demokrasi,” lanjut Andri.
Sudah bukan rahasia lagi, sejak awal Presiden Jokowi ingin penggantinya nanti adalah Ganjar Pranowo, sehingga bisa melanjutkan proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur yang selalu dibangga-banggakan.
Termasuk pula Kereta “China” Jakarta – Bandung (KCJB) yang anggarannya membengkak dan mengancam APBN. Sosok yang bisa “menjamin” kelanjutan proyek mercusuar Jokowi ini adalah Ganjar, Gubernur yang doyan nonton video porno dan berpotensi di-KPK-kan terkait kasus e-KTP, meski dia “dilindungi” Ketua KPK Firli Bahuri.
Seperti dilansir DetikNews, Kamis (28 Apr 2022 14:39 WIB) Firli Bahuri menyampaikan hingga saat ini pihaknya belum menemukan bukti keterlibatan Ganjar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Ia menjelaskan penyelidikan atau penyidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana perlu didukung dengan bukti-bukti yang cukup kuat.
“Sampai hari ini kita belum menemukan ada bukti atau tidak. Gak boleh kita menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa ada bukti,” ucap Firli dalam keterangan tertulis, Kamis (28/4/2022).
Firli mengungkapkan, jika ada pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara, namun alat buktinya tidak kuat, maka hal tersebut harus dihentikan.
“Misalnya ada seseorang yang diduga melakukan suatu peristiwa pidana kalau buktinya tidak ada harus kita hentikan. Begitu juga orang-orang yang disebut (Ganjar). Justru kalau kita menyebut seseorang tanpa bukti itu keliru, inilah yang namanya kepastian hukum dan juga kepastian keadilan,” jelasnya.
Firli pun menambahkan lembaganya juga akan bekerja sesuai peraturan perundangan. Adapun perkara akan dilanjutkan jika nantinya ditemukan bukti yang kuat.
“Sampai hari ini tidak ada bukti yang mengatakan bahwa yang disebut tadi (Ganjar-red) melakukan suatu peristiwa pidana. Kalau ada kita bawa, tapi kan sampai hari ini tidak ada,” pungkasnya.
KPK sebelumnya telah menetapkan 4 tersangka baru kasus korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019. Penetapan mereka ini merupakan pengembangan dari perkara yang sama. Sebelumnya, sebanyak tujuh orang telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas proyek senilai Rp 5,9 triliun dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun.
Nama Ganjar Pranowo disebut-sebut dalam persidangan kasus e-KTP oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Namun, Ganjar merasa tidak pernah menerima uang dalam pembahasan anggaran proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP).
“Enggak, kata siapa, ngarang itu,” ujar Ganjar, seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Sebelumnya, Nazaruddin membenarkan adanya pembagian uang di Ruang Kerja Anggota Komisi II DPR RI sekaligus Anggota Badan Anggaran DPR RI, Mustokoweni. Nazar mengatakan, tak semua anggota Komisi II menerima uang tersebut.
Ganjar Pranowo yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR menolak uang sebesar 150.000 dollar AS. “Ribut dia di meja dikasih 150.000. Dia minta (jumlahnya) sama dengan posisi ketua,” ujar Nazar, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Nazar mengatakan, ada perbedaan pembagian kepada Pimpinan Komisi II DPR RI. Menurut dia, Pimpinan Komisi II mendapatkan jatah 200.000 dollar AS, sedangkan anggota mendapatkan 150.000 dollar AS.
Sementara, dalam dakwaan kasus ini disebutkan bahwa Chairuman Harahap selaku Ketua Komisi II mendapatkan 550.000 dollar AS. Nazar mengatakan, Ganjar meminta jatahnya ditambah. Akhirnya, Ganjar diberikan 500.000 dollar AS.
Meski di persidangan nama Ganjar disebut telah menerima uang 500.000 dollar AS, tapi tampaknya dia masih cukup “aman” dari sentuhan KPK. Adakah ini karena campur tangan Oligarki yang selama ini menyokong Presiden Jokowi sehingga KPK juga enggan sentuh Ganjar? Bisa saja!
Cobalah simak ungkapan Pengamat Politik Rocky Gerung. Menurutnya, setiap pukul 04.20 WIB, ada rapat bersama oligarki, lembaga survei yang dihadiri menteri utama di sebuah ruangan di Istana.
“Dua hari lalu kita bahas terus-menerus bahwa setiap jam 04.20 di Istana, dikumpulkanlah di situ lembaga survei, oligarki, ada wakil oligarki untuk supply keinginan politik dan ekonomi, dan istana untuk menentukan apa headline yang mesti diajukan supaya headline-nya berguna, maka lembaga survei siap-siap kasih data tuh,” ucapnya dalam kanal YouTube-nya, Sabtu (7/1/2023).
Hasil dari rapat itu kata Rocky, dibuat fabrikasi. Tujuannya untuk membuat publik gugup dan terus menekan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri jelang HUT PDIP pada 10 Januari 2023 lalu untuk mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
“Sama seperti tadi itu, lalu timbul masalah tuh Ini udah tanggal berapa, di tanggal 10 itu nanti, 4 hari lagi PDIP, masih ada waktu untuk bisa tekan Ibu Mega. Jadi, begitulah kerjaan yang biasa disebut sebagai fabrikasi, dalam teori komunikasi kita difabrikasi supaya ada semacam kegugupan pada publik,” ucapnya.
Dia memastikan rakyat akan gugup melihat perkembangan dan mengetahui kepuasan rakyat terhadap Jokowi masih tinggi tapi tidak mungkin dicalonkan karena elektabilitasnya hanya 15,5 persen versi SMRC berdasarkan survei Desember 2022.
Oleh karenanya, rakyat akan berpikir bahwa kepuasan rakyat terhadap Jokowi bisa dilanjutkan oleh Ganjar Pranowo. Rapat yang dilakukan istana itu mencoba untuk menekan Megawati agar segera mendeklarasikan Ganjar.
“Dan itu harus cepat-cepat didengar oleh Ibu Mega ya karena tanggal 10 kira-kira begitu. Ada ruang namanya war room di Istana itu yang mengevaluasi daily politik dan today isuenya adalah adalah PDIP harus mengucapkan calonnya itu. Jadi Ganjar di-push jauh-jauh. Sementara Anies Baswedan tenang-tenang aja itu di daerah mondar-mandir dan tetap dapat dukungan relawan. Jadi fabrikasi ini yang kita ngerti, itu fungsi dari uang aja, tuh bukan fungsi dari etika politik,” tandasnya.
Jadi, dari narasi Rocky Gerung itu, jelas bahwa Jokowi memang sejak awal memfasilitasi Oligarki Cs untuk fabrikasi nama Ganjar sebagai Capres PDIP. Sebenarnya amarah Prabowo tak hanya tertuju kepada Megawati, tapi juga ke Jokowi.
Apakah pelampiasan amarah Prabowo itu berlanjut dengan menyatakan dukungannya pada Anies Baswedan? Atau dia tetap ngotot maju sebagai Capres menghadapi Ganjar, dan dikalahkan seperti saat dua kali menghadapi Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. [mc]
*Mochamad Toha, Wartawan Freedom News.
Sumber: FreedomNews.id, Foto: Facebook Prabowo Subianto.