Nusantarakini.com, Jakarta –
Adakah yang sadar bahwa setelah ribut-ribut dengan Ahok yang melibatkan demo ABI 1-3, pada akhirnya tidak saja Ahok dibui, tapi juga Hizbut Tahrir mengalami pembubaran pada Juli 2017 dan Habib Rizieq terpaksa harus hijrah ke Mekkah demi keamanan dirinya dari kejaran kriminalisasi. Belum dijumlahkan dengan korban nyawa, cedera parah dan kerusakan selama proses menjatuhkan Ahok.
Sebetulnya dari segi kuantitas, terlalu mahal imbalan yang diterima hanya untuk menjatuhkan seorang Ahok. Tetapi, memang secara moral politik, umat Islam boleh dikatakan menang dan meningkat.
Sebetulnya ditilik dari satu segi, bisa jadi Ahok adalah umpan untuk mengeksploitasi dan memanipulasi umat Islam yang memang cenderung emosional. Namun tujuan utama mereka menjatuhkan moral umat Islam agar pasrah dan menyerah kepada dikte mereka, tidak terwujud. Di situ mereka tak habis pikir.
Sekarang agaknya mereka mencoba balik mengumpan umat Islam dengan puisi yang menyinggung yang kebetulan diperankan oleh seorang Sukmawati Soekarnoputri. Ibu ini jelas mewakili golongan nasionalis dan terkait langsung dengan Soekarno sebagai pendiri negara. Apakah mereka mencoba mengulang plot yang sama agar sekarang umat Islam berbenturan dengan golongan nasionalis dan Soekarnois? Dan seberapa jauh yang ingin mereka harapkan dari proses pembenturan ini jika benar-benar nanti mengeras dan menjalar menjadi pola seperti zaman Ahok?
Hal ini bisa terjadi bisa juga tidak. Tergantung aksi – reaksi yang muncul di kemudian hari.
Namun dengan cepatnya umpan itu disantap dan direnggut, ini pertanda plot ke arah hal tersebut mulai terlihat. Terbukti dengan cepatnya ada reaksi yang tergopoh-gopoh mengadukan Sukmawati ke Polisi. Pengaduan ini terlihat ramai dan saling bersambut.
Seiring itu terlihat ada mulai pihak yang merekonsolidasi elemen 212. Tinggal sekarang, bagaimana hal ini direspon oleh pemerintah dan pihak Sukmawati sendiri. Apalagi harus dicatat, momen ini adalah tahun hiruk-pikuk politik dimana para politisi dan partai beradu mengeksploitasi massa dan isu demi kepentingan usaha mereka.
Di sini, haruslah ada yang menenangkan suasana agar tidak berlarut-larut menjadi eskalasi yang tidak diharapkan. Jangan sampai ada elemen politik yang menunggangi umat dan setelah itu ditelantarkan dan dibiarkan bagai anak yatim lagi. Cukuplah kejadian sebelum-sebelumnya menjadi pelajaran bagi umat Islam. Jangan cepat percaya pada penyamar politisi dan aktivis, sekalipun mengaku simpati dan menggambarkan diri sebagai bagian umat.
Syahrul E Dasopang/Pemerhati Sosial