Menapak Langkah Mencari Ilmu Hikmah (2)

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Jum’at siang saya berangkat ke Semarang dulu, naik lagi bus Sahabat jurusan Cirebon, turun di Batang, Pekalongan. Untuk menuju ke Warung Asem saya naik dokar, sampai di Pasar Warung Asem tanya sana tanya sini akhirnya ketemu Bapak Kurdi Ismail sambil saya tunjukkan buku “PUSAKA ILMU HIKMAH”.

Intinya minta ijazah langsung, namun jawaban beliau yang jujur mengatakan bahwa beliau hanya pengarang bukan pelaku/ pengamal isi buku “PUSAKA ILMU HIKMAH” membuat saya sedikit kecewa.

Rupanya beliau mengerti saya kecewa karena ternyata isi dari buku itu banyak yang dari salinan dari teman-teman pondoknya dan dari terjemahan kitab-kitab Aufaq, Mujarobat dan lain-lain yang belum beliau amalkan/ belum ditirakati tentunya diragukan keberhasilan bagi yang mau mengamalkan ilmu-ilmu yang tercantum di buku tersebut.

Hal ini pernah terjadi ketika saya praktek di Solo, ada pasien yang datang minta tolong karena dililit hutang, ketika saya tawarkan amalan untuk mengatasinya.

Dia menolak dengan alasan sudah banyak amalan yang diamalkan dengan puasa. Tapi belum ada hasilnya karena dari buku-buku Mujarobat dan sejenisnya. Dimana ilmu tersebut belum tentu diamalkan penulis.

Setelah dijelaskan tentang pentingnya ijazah langsung, baru dia mau menerimanya dan alhamdulillah. Tiga malam mengamalkan amalan yang saya berikan, ada temannya dari Jakarta yang membantu melunasi hutang-hutang tersebut.

Akhirnya Bapak Kurdi Ismail memberikan informasi bahwa ada temannya yang masih mengajarkan ilmu Hikmah di daerah Lengkong, Pekalongan, Mbah Ahmad namanya. Beliau cerita tentang kehebatan ilmu Hikmah tersebut, yang apabila jari kita menggaris ke lantai/ tanah maka musuh tidak bisa lewat. Apabila dibacakan ke debu/ pasir dan ditaburkan, maka musuh tidak bisa melihatnya, dan bila di bacakan ke tasbih maka tasbih tersebut akan terasa berat sekali.

Mendengar cerita tersebut, saya tertarik dan bersemangat, ketika saya tanya bagaimana caranya bisa belajar ilmu itu, beliau bilang akan mengantarkan saya ke sana (Mbah Ahmad). Dengan berboncengan sepeda motor kami berangkat. Perjalanan hampir satu jam sampailah kami di kediaman Mbah Ahmad sekitar pukul 20.00 WIB.

Setelah cerita panjang lebar, akhirnya Bapak Kurdi Ismail mewakili saya memohon agar saya diterima sebagai murid. Saya berdebar-debar menanti jawaban dari Mbah Ahmad. Ternyata beliau tidak boleh menerima murid karena malam Sabtu. Saya disuruh lain hari saja asal jangan malam Selasa dan Sabtu.

Ketika Bapak sedikit memaksa agar ada dispensasi karena saya dari jauh (Yogyakarta), Mbah Ahmad tetap pada pendirian, tidak mau menerima murid, dan mengatakan, “Kalau Pak Kurdi mau malam ini silahkan digores sendiri (syarat menjadi murid dengan di gores perut). Akhirnya kami pasrah dan pamit pulang.

Dalam perjalanan pulang kami kehujanan dan saya diantar naik angkot yang jurusan ke Terminal Pekalongan untuk mencegat Bus yang tujuan Yogya. Alhamdulillah ada Bus Santoso yang jurusan Jakarta – Wonosari berhenti. Saya naik dengan pakaian masih basah (tidak membawa pakaian ganti). Begitu busnya melaju kencang dengan jendela kecil yang terbuka diatas tempat duduk membuat saya menggigil kedinginan di kursi belakang, sampai gigi kemeretek (gigi saling beradu).

Bersambung………..

*Ustadz Abdul Hadi (Lay Fong Fie), Pakar Pengobatan Tradisional dan Ahli Spiritual, Pendiri Perguruan Tenaga Dalam “Hikmah Sejati”, Yogyakarta.