Nusatarakini.com, Jakarta –
Anda tengah berada di hari ke-17 ramadlan. Berarti Anda tengah berada pada suatu tanggal yang menentukan dalam sejarah 1.400 tahun lebih kehadiran Islam di atas bumi ini.
Layangkan imajinasi Anda sebentar pada dua tahun setelah hijrahnya Nabi Muhammad Saw. 2 Hijrah itu sekitar 624 Masehi yang lalu.
Kedudukan Nabi dan ummatnya masih rentan. Unsur pendukung Nabi terdiri atas orang-orang yang ikut berhijrah dan orang-orang tempatan di Madinah. Mereka dinamakan Muhajirin dan Ansor.
Kala itu, rombongan dagang Abu Sufyan, pemuka kafir Quraisy Makkah pulang dari Syiria dengan jumlah 40 orang. Sedangkan dari Makkah, 1000 orang kafir Quraisy sudah bergerak ke arah Madinah untuk menyerang. Nabi dan 300 pejuangnya bergerak ke Badr pada 8 Ramadlan, sekitar 120 km ke arah Barat Daya. Bertemulah dua golongan ini.
Akhirnya, di bulan ramadlah hari ke-17, pertempuran pecah. 313 melawan 1.000 orang.
Perang hidup mati terjadi. Muhammad Saw komandan tertinggi. Hamzah bin Abdul Muththalib, Ali bin Abu Thalib, Umar bin Khattab, Abu Bakar di antara sekian pejuang perang Badr terkemuka.
Umar membunuh paman dari pihak Ibunya sendiri, yaitu ‘Ashi bin Hisyam bin Mughirah.
Tokoh-tokoh terkemuka kafir Qurays tewas dalam perang ini. Sebuat saja Abu Jahl, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syebah, Umayyah bin Khalaf dan lain-lain. Total tewas dari pihak kafir Qurays sebanyak 70 orang, suatu angka yang besar. Sedangkan pihak Muhammad Saw, tewas 14 orang. Adapun tawanan yang diperoleh oleh kaum Muslimin sekitar 70 orang, terdiri atas kaum bangsawan antara lain, ‘Abbas, Aqil (saudara Ali bin Abi Thalib), Abul Ash bin Rabi, Walid bin Walid dan lain-lain.
Hasil dari perang yang dimenangkan oleh Rasulullah ini, mengguncangkan tatanan. Kini kaum Muslimin muncul menjadi kekuatan baru yang diperhitungkan, tidak saja bagi penduduk Makkah tapi juga Madinah. Kepercayaan diri kaum Muslimin meningkat pesat, sementara kegoncangan mental melanda kafir Qurays.
Begitu pentingnya perang Badr, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, prioritas tunjangan dari negara, senantiasa dialamatkan kepada para alumni perang Badr.
Mengapa? Karena perang inilah yang menentukan batas ukuran nilai dari sebelumnya berdasarkan kedekatan hubungan darah menjadi berdasarkan hubungan iman.
Saat itu timbul masalah bagaimana menyelesaikan tawanan perang Badr tersebut. Abu Bakar bakar mengusulkan supaya dilepaskan saja. Umar menentang. Dia mengusulkan supaya dipenggal dengan ketentuan, setiap orang dari kaum Muslimin memenggal kerabatnya sendiri. Jadi, Ali harus memenggal ‘Aqil, Hamzah harus memenggal Abbas. Sedangkan Umar akan memenggal kerabatnya yang tertawan.
Tetapi Nabi memilih untuk membebaskan setelah mereka membayar uang tebusan.
Sejak itu, eksistensi ummat Muhammad Saw yang baru tumbuh itu membesar tanpa bisa dihadang lagi. Disiplin dan kesatuan mereka sangat kuat di bawah bimbingan Nabi Suci ini.
Nah, tiada yang lebih pantas untuk dikenang pada 17 Ramadlan ini kecuali Perang Badr. (sed)