Nusantarakini.com, Jakarta –
DAYA RUSAK PROYEK INFRASTRUKTUR PEMERINTAHAN JOKOWI
Bagi warga Jakarta, pasti sangat merasakan bagaimana kerusakan jalan-jalan di ibukota dalam lima tahun terakhir. Ada kesan bahwa pemerintah hendak menunjukkan diri sedang giat membangun. Sehingga semua perempatan jalan diobrak abrik secara bersamaan tanpa etika.
IBU Kota telah dihancurkan. Pohon pohon di sepanjang jalan Sudirman Thamrin dihabisi. Jalan yang terindah di dunia tersebut menjadi gersang. Sekarang jalan tersebut hancur dan berantakan seperti habis perang. Untuk sebuah mega proyek asing yang mahal dan terancam mangkrak.
Tapi bukan itu kerusakan yang kami maksud. Daya rusak mega Proyek jauh lebih dalam. Merusak tatanan ekonomi, politik, sosial budaya dan ketahananan negara, serta mengancam kelestarian lingkungan dan keselamatan rakyat.
Bagaimana bisa demikian? Ada beberapa fakta yang patut dikaji :
Pertama; mega proyek infrastrukrur Pemerintahan Jokowi dibiayai dengan utang yang sangat besar. Utang proyek MRT Jakarta misalnya, akan menjadi beban utang negara dan rakyat Indonesia selama 40 tahun lamanya sebagai mana kontrak utang yang telah ditetapkan.
Kedua; Proyek yang didanai utang luar negeri tersebut sepenuhnya menggunakan barang barang impor dan jasa jasa yang dikerjakan oleh asing. Akibatnya mega proyek infrastruktur Jokowi menjadi pasar bagi produk produk impor. Industri nasional sama sekali tidak mendapatkan manfaat. Tenaga kerja nasional tidak mendapatkan maanfaat.
Ketiga; mega proyek infrastrukrur Jokowi dibiayai dengan menggadaikan BUMN kepada swasta dan asing. Bumn dipaksa mengambil utang yang besar untuk mendanai mega proyek infrastruktur. Sebagaimana yang terjadi dalam proyek LRT. Proyek ini terancam mangkrak dan BUMN yang melaksanakannya bangkrut.
Keempat, mega proyek infrastruktur dibiayai dengan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN ratusan triliun. Sementara perusahaan BUMN menjalankan bisnis untuk mencari keuntungan sesuai perintah penguasa. Akibatnya dana subsidi PMN tersebut diubah oleh BUMN menjadi keuntungan untuk menggaji besar para petinggi BUMN.
Kelima, mega proyek infrastrukrur Jokowi akan menyandera APBN selam berpuluh puluh tahun untuk membayar utang kepada investor. Akibatnya APBN akan disandera asing. Seluruh kebijakan yang dibuat dalam APBN akan ditentukan oleh maunya asing.
Keenam, mega proyek infrastruktur Jokowi nantinya sepenuhnya akan dikelola untuk mengejar laba. Akibatnya rakyat akan dibebani tarif sangat tinggi untuk mengejar laba. Apa yang terjadi dengan kenaikan tarif listrik secara bertubi-tubi dalam era Pemerintahan Jokowi menunjukkan bahwa pemerintahan ini akan menghisab rakyat untuk mencapai ambisinya.
Ketujuh, Pemerintahan Jokowi mambangun infrastruktur dengan mengabaikan sama sekali industri nasional. Infrastrukrur diimpor secara gelondongan dari luar negeri. MRT diimpor secara gelondongan dari Jepang baik barang modal maun keretanya. Sebanyak 50% besi baja diimpor, produk petrokimia juga impor. Cara membangun yang tidak terjadi di negara manapun di Seluruh dunia.
Kedelapan, belanja infrastrukrur dari APBN dan APBD digunakan untuk belanja barang barang impor. Ribuan Bus transjakarta diimpor. Padahal negara negara lain sedang menggalakkan beli produk nasional. Amerika Serikat menjalankan Buy American Product sejak era Obama. Artiya APBN AS harus dibelanjakan untuk pembelian produk AS. Demikian juga dengan Eropa memberlakukan buy erupean act. Dalam krisis sekarang ini tidak ada negara di dunia yang bertindak bodoh membeli barang impor ugal ugalan dengan pajak rakyat.
Kesembilan, mega proyek infastuktur Jokowi telah mengabaikan masalah masalah lingkungan dan sosial. Keselamatan rakyat terancam akibat proyek yang ugal-ugalan tanpa studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang memadai.
Cara oligarki pemerintah Jokowi memburu proyek sebagaimana yang digambarkan di atas, telah menciptakan daya rusak baik secara ekonomi, politik, sosial budaya dan ketahanan nasional.
Mega proyek infrastruktur Jokowi apabila berhasil akan menjadi sarana neo kolonialisme dan imperialisme. Apabila gagal maka negara menjadi sandera, negara akan di potong potong untuk dijual oleh investor ke pasar internasional. (mc)
*Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)