Analisa

Ardian Syaf Ditakuti Karena Kekuatan Karya dan Sikap Religiusnya. Baca!

Nusantarakini.com, Jakarta –

Saya tidak familiar dengan dunia komik. Komik yang pernah saya nikmati hanya komik jadul yang tokohnya petruk dan gareng. Dan itu saya baca puluhan tahun yang lalu.

Saya tahu banyak anak muda yang gandrung komik dan manga. Mereka punya klub-klub pecinta komik sendiri. Serial Spiderman, Batman dan Capten America kerab mereka buru.

Rupanya tanpa disangka-sangka, penggambar dan pewarna karakter tokoh-tokoh pahlawan impian itu tinggal di Malang. Jadi dia orang Indonesia, dong?

Ya..dialah Ardian Syaf. Dia sudah lama menjadi penggambar dan pewarna karakter-karakter komik tersebut. Dan dia bekerja untuk pabrik komik di Amerika sana.

Tentu honornya besar dan dollar pula. Pamornya mencorong melebihi para pembuat komik legendaris Indonesia, seperti Jan Mintaredja.

Inilah fenomena dunia kreatif global. Orang berada di belahan dunia mana pun bisa menjadi tim kerja untuk suatu produk yang berskala global.

Tapi siapa sangka kini dia menghadapi kasus menggegerkan. Karyanya ditarik dan dia pun ditendang dari DC, produsen komik global tersebut.

Hanya karena mengeskpresikan sikap religiusnya yang mendukung aksi umat Islam yang merasa ditindas minoritas di Indonesia pada tanggal 2 Desember tahun lalu dengan kode 212 dan kode Al-Qur’an 5:51 pada karyanya, maka dia disingkirkan.

Jelas hal ini tidak adil. Sebab sebelumnya dia juga mengekspresikan suatu ilustrasi yang mencantumkan Jokowi, dia tidak menemui masalah. Kenapa yang ini jadi masalah? Itulah pertanyaan orang sekarang.

Ardian Syaf, jika disadari, merupakan aset Indonesia. Dia harus dijaga dan beri fasilitas dan kesempatan untuk terus berkarya dan berkarya.

Seniman itu bebas mengekspresikan keyakinannya. Sebab kebebasan itulah ruang udara bagi dia untuk nyaman terus menghasilkan karya-karya gemilang. Dia tidak boleh didikte oleh aturan yang tidak masuk akal.

Apa yang dilakukan oleh DC yang menghukumnya, jelas sebuah ancaman bagi kebebasan berekspresi. Ajaib, padahal DC tentu paham apa artinya kebebasan berekspresi. Atau DC tengah menunjukkan jati dirinya yang hipokrit. Maunya karya, tapi tidak mau menghargai perasaan seorang seniman. Kapitalis sejati, ya begitu. (Gambar dari FB Ardian Syaf)

~ Syahrul Efendi Dasopang, Eksponen Angkatan 212

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top