Nusantarakini.com, Jakarta-
Pergantian kepemimpinan, Reshufle Kabinet, berbagai paket kebijakan ekonomi dan berbagai kebijakan ekonomi lainnya sudah dilakukan sebagai jawaban (katanya) atas berbagai persoalan Republik Indonesia. Semua jawaban-jawaban tersebut semakin tanpak terang dan jelas kemana arah ekonomi Indonesia yang berarti juga memperjelas akan kemana kekayaan Indonesia akan mengalir.
Sembilan (9) wajah baru hasil Rushufle merupakan bagian dari permintaan para investor yang menghendaki pasar bebas berjalan semakin masif. Ketua Umum Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Herman Abdulrohman mengatakan; “salah satu dari ke-9 orang hasil Reshufle Kabinet tersebut adalah Sri Mulyani. Ia sosok perempuan tangan besi dalam menjalan ideologi neo-liberalisme”
Herman Abdulrohman menyoroti track record Sri Mulyani yang dianggap menjalankan program liberal. Menurut Herman “berbagai kebijakan Sri Mulyani pada waktu menjabat menjadi Menteri Keuangan dibawah pemerintahan SBY-JK telah melakukan pengetatan anggaran dengan pembatasan sampai penghapusan subsidi, melakukan liberalisasi disektor keuangan, membuka kran liberalisasi investasi modal, barang dan jasa.”
Herman Abdulrohman juga menyatakan bahwa kedepannya arah kebijakan rejim Jokowi-JK paska Rushufle akan semakin liberal dan akan berujung paa pemiskinan massal rakyat Indonesia. Ia menyebutkan program pemerintahan Jokowi-JK sebagai “Nawacita berwajah Neo-Liberalisme.”
Kemudian, masifnya arus liberalisasi akan berdampak pada perjalanan demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Herman Abdulrohman menyatakan bahwa “masifnya arus liberalisasi akan berdampak pada PHK sebagaimana yang sedang dihadapi kaum buruh, pembungkaman demokrasi dan HAM.” Apa yang terjadi pada anggotanya, Azmir Zahara sebagai korban kriminilasi dari 26 aktifis penolakan PP Pengupahan No. 78/2015 adalah pembungkaman terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM. Itu baru satu kasus masih banyak kasus kekerasan lain yang dilakukan oleh pemerintah atas nama pembangunan.
Melalui perjanjian kerjasama-kerjasama internasional seperti;masyarakat ekonomi ASEAN, TPP, Hutang luar negeri, pembebasan beacukai atas ekspor impor sampai pada tax amnesty adalah jembatan emas menuju kemerdekaan para investor. Program-program liberalisasi ini lah yang menuai banyak kritik dan penolakan dari rakyat, tapi mendapat tindakan balasan dari pemerintah dengan melakukan pembungkaman dengan cara-cara kekerasan (primitif).
Atas hal itu lagi-lagi rakyat yang menjadi korban, PHK terjadi di mana-mana, penggusuran, perampasan tanah, pendidikan yang semakin mahal, kesehatan yang buruk, upah yang tetap murah dan lain sebagainya terus menumbalkan rakyat, Maka situasi tersebut memberikan kesimpulan kepada kami di FPBI bahwa sistem ekonomi politik ala kapitalisme dengan segala program-program Neo-Librealismenya telah gagal mensejahterakan rakyat. Sementara para penguasa dan pengusaha semakin asyik terus menerus melakukan eksploitasi SDM&SDA Indonesia untuk kepentingan penumpukan kekayaan sebanyak-banyaknya. Karena ini melanggar konstitusi tertinggi Republik Indonesia UUD 1945, kami menuntut;
Tegakkan keadilan seadil-adilnya
Cabut PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan
UU perlindungan pro rakyat
Pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.
Nasionalisasi asset-asset stratgeis untuk kemakmuran seluruh rakyat.
Demokrasi seluas-luasnya bagi seluruh rakyat.
Tanah, Modal dan Teknologi untuk petani Indonesia.
Hentikan kriminalisasi terhadap rakyat yang sedang menuntut hak dan bebaskan 26 aktivis buruh.
“Selamatkan Indonesia dari cengkraman pemodal”
Jakarta, 11 Agustus 2016(*mc)