Nusantarakini.com, Jakarta –
Memperoleh hidoep baru sebagai Muslim dapat dicapai dengan dua jalan. Pertama lewat jalan Ibrahim. Kedua, lewat lakon (amal) agama seperti puasa ramadlan.
Jalan ibrahim ialah saat dimana seseorang melakukan trial and error hingga mencapai kebenaran dan jalan sejati. Itulah jalan Ibrahim. Dia merenung dan bertanya-tanya, siapa Tuhannya. Ditanya apakah bulan, ternyata bukan. Ditanya apakah matahari, ternyata juga bukan. Kedua-duanya invalid sebagai Tuhan. Sebab bagi Ibrahim keduanya didapati sebagai ciptaan yang berakhir dengan terbenam. Tentu secara logika, mana mungkin Tuhan terbenam dan binasa.
Setelah mengenali Tuhannya, Ibrahim total tancap gas hidup sebagai hamba Tuhan. Ibarat kata, Ibrahim secara alamiah mengalami fase-fase mental spritual sebagai berikut: tuntas mencari, ketemu Yang Sejati, kapok, taubat, tunduk total, samikna wa athakna, menjalani hidup baru sebagai Muslim sejati. Begitulah millah Ibrahim yang diwariskan kepada anak cucunya hingga sampai kepada kita di zaman ini.
Masalahnya sekarang, sudahkah kita menempuh jalan Ibrahim untuk mencapai hidup baru dalam hidup kita? Sudahkah kita mengalami fase-fase mental berikut: pencarian terhadap Tuhan dan kehidupan yang sejati – bertemu dengan Yang Sejati – merasa kapok dengan kehidupan yang dialami hari ini – bertaubat kepada Sang Pencipta – tunduk total kepada Allah – menjalani perintah dan larangan Allah dengan prinsip samikna wa athakna – menjalani hidup baru sebagai Muslim.
Kedua, lewat lakon (amal) agama seperti puasa ramadlan. Mungkin kita tidak mungkin lagi dari nol seperti Ibrahim As. Kepada kita sudah tersedia dari Allah cara dan lakok untuk dijalani menuju hidup baru yang seimbang, terbaik dan diridlai oleh Allah.
Puasa ramadlan sebenarnya ditujukan untuk menjadi penggemblengan bathin dan mental agar kesadaran ruhani yang dicapai Ibrahim yang melewati lika-liku yang berat bisa dicapai sebagiannya lewat lakon atau amal puasa sebulan penuh.
Tetapi sudahkah puasa yang kita jalani dapat membuat kita kapok hidup keliru seperti selama ini? Sudahkah puasa kita menggembeng mental kita menjadi hamba Tuhan yang tunduk dan patuh total hanya kepada Allah, bukan kepada hawa nafsu dan manusia serta materi? Sudahkah puasa yang kita jalani kemarin telah membuka pintu bagi kita bertemu dengan hidoep baru yang diridlai oleh Allah?
Inilah pertanyaan-pertanyaan krusial bagi kita sebagai alumni ramadlan tahun ini.
Saya tidak akan menjawabnya. Silahkan saudara/i berdialog sendiri dengan diri sendiri dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan sendiri. Sebab kesendirian itu kadangkala amat diperlukan untuk menemukan kesadaran baru. Memang harusnya, puasa ramadlan berimplikasi hidoep baru bagi alumninya.
~ Syahrul Efendi Dasopang, Pembelajar Salik ilallahÂ