Satire

Mahkamah Konstitusi

Nusantarakini.com, Jakarta –

Lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan gugatan dua paslon yang kalah di Pilpres 2024 pada 22 April besok (hari ini-red). Banyak drama dan harapan disampaikan kepada lembaga ini.

Sebuah lembaga survei melakukan sigi dan menemukan bahwa kepercayaan (trust) kepada lembaga ini naik karena gugatan pilpres ini. Sebelumnya, kepercayaan kepada lembaga ini sempat anjlok akibat keputusan untuk mengijinkan anak presiden maju menjadi cawapres sekalipun di bawah umur.

Keputusan itu memang kontoversial. Ini karena argumennya yang nyleneh. Yang bersangkutan boleh menjadi cawapres sekalipun dibawah umur karena sudah memiliki “pengalaman” terpilih sebagai pejabat publik. Namun putusan itu sah. Legally binding, kata para politisi Indonesia.

Gibran Rakabuming Raka, sang anak presiden, yang lolos menjadi cawapres secara kontroversial dan nyleneh.

Yang lebih nyleneh lagi adalah bahwa ketika itu MK dipimpin oleh seseorang yang menjadi ipar presiden. Alias, paman si anak bawah umur ini. Si paman kemudian disidang secara etik. Dia dinyatakan bersalah. Dia dipecat dari Ketua MK. Namun dia tetap duduk sebagai hakim MK dan ikut mengadili gugatan kecurangan pemilu, dimana sebenarnya dia adalah salah satu aktor utamanya.

Aneh? Tidak di negeri ini.

Hasil akhirnya adalah si anak dan pasangannya menang telak dalam pemilu. Banyak orang mengatakan bahwa pemilunya sendiri berlangsung ugal-ugalan. Segala cara dipakai untuk menang.

Dan kemudian, muncullah gugatan ini. Semua perhatian diarahkan ke gugatan ini. Ada harapan bahwa pasangan pemenang akan didiskualifikasi. Harapan paling besar adalah pemilunya diulang.

Massa juga dimobilisasi. Selain itu, kata amicus curae tiba-tiba menjadi sangat terkenal. Ratusan amicus curae dilayangkan kepada MK.

Di balik semua drama yang dibikin di dalam mahkamah, saya mencoba menaksir, kira-kira apakah keputusan MK?

Saya kira, esensi dari keputusan MK nanti tidak akan berbeda dengan esensi putusan terhadap si anak presiden itu.

Kira-kira bunyinya begini:

Mengakui bahwa ada berbagai macam kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan presiden 2024.
– Semua kecurangan ini terjadi karena kurang berfungsinya Bawaslu dan tidak optimalnya kerja KPU.
– Hasil pemilihan presiden 2024 adalah sah dan mengikat. Paslon pemenang tidak bisa didiskualifikasi.
– Menuntut kepada KPU agar mempersiapkan Pemilu 2029 dengan lebih baik sehingga bebas dari kecurangan.
– Meminta kepada aparat penegak hukum untuk memproses berbagai macam kekurangan yang telah terjadi.

Hakim MK yang akan memutuskan hal penting bagi bangsa ini terkait sengketa Pilpres 2024 yang ditengarai banyak kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.

Saya membayangkan, kira-kira itulah esensi keputusan MK nanti. Keputusan ini akan memiliki implikasi besar. Mengapa?

Karena kowe tidak bisa lagi menggugat pemilu. Ia sudah selesai karena hasilnya dinyatakan sah, walaupun telah terjadi kecurangan. Kan, kecurangan-kecurangan itu sudah diakui ada oleh MK.
Dengan demikian, siapapun yang hendak menentang dan mempertanyakan legitimasi pemilih presiden ini akan mendapat jawaban: MK sudah memutuskan bahwa hasilnya sah!

Para pemain di tingkat elit sudah tahu semua ini. Mereka menciptakan MK itu tidak saja sebagai sirkus, namun juga sebagai alat untuk meredam ketidakpuasan. Sama seperti Pemilu, mereka tahu bahwa ini hanya “proses ethok-ethok,” supaya terlihat bahwa “masyarakat yang menentukan.” Namun secara substansi tidak ada partisipasi rakyat sama sekali.

Jadi, apa yang harus dilakukan? Kalau menurut saya, palingkan muka dari pemilu dan segala ekses dan sirkusnya ini. Kita fokus saja pada penyelewengan-penyelewengan yang sudah terjadi, pada korupnya sistem ini, pada rakusnya para elit — terutama yang berada di pusat kekuasaan yang sudah merasa diri sebagai Sunan itu.

Pemilu adalah permainan mereka dan arena mereka. Omong kosong terbesar adalah bahwa pemilu ini merupakan wujud dari partisipasi masyarakat.

Semua proses pemilu ini akan bermuara pada satu hal: Makin songongnya keluarga-keluarga dinasti yang berkuasa. [mc]

*Made Supriatma, Pengamat Sosial Politik.

Terpopuler

To Top