Nusantarakini.com, Jakarta –
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menulis artikel tentang “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” di Harian Kompas pada Senin, 8 April 2024.
Dalam tulisan Presiden Republik Indonesia ke-5 tersebut menggarisbawahi, bahwa tanggung jawab penguasa seperti presiden terhadap etika sangatlah penting. Megawati juga menekankan, Hakim Mahkamah Konstitusi, untuk berani memberi putusan yang memiliki makna, demi perbaikan kualitas demokrasi Indonesia.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengaku sepakat dengan pandangan Presiden RI ke-5 Megawati terhadap keputusan tersebut. Feri berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mengantarkan keadilan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.“Jadi tentu saja ini menjadi masalah yang perlu diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Jadi saya sepakat tulisan tersebut,” kata pemeran pada film Dirty Vote seperti dikutip Kbanews.com, Jakarta, Selasa (9/4/2024).
“Saya pikir itu tulisan yang menarik ya, baik di Harian Kompas maupun di Kompas.ID dan tujuannya tentu saja jelas bahwa Mahkamah Konstitusi betul-betul mampu mengantarkan keadilan ke banyak pihak,” imbuhnya.
Aktivis Hukum dan Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Andalas ini menuturkan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2024 banyak mengalami kecurangan. Dia menilai begitu lemahnya proses kecurangan ini dibongkar oleh penyelenggara pemilu, yang harusnya pemilu atau Pilpres 2024 bersifat jujur dan adil.
Feri berharap, MK harus membongkar kecurangan tersebut ke publik, termasuk pelakunya. Dia menegaskan pemilu tahun ini dinilai tidak adil, karena adanya campur tangan Presiden Joko Widodo dan para menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sehingga hasil pemilu itu sendiri merupakan hasil dari politik ‘gentong babi’ berupa penggunaan insentif dana pemerintah.
“Karena penyelenggara juga sudah tidak adil, presiden juga terlibat, program-program negara dijadikan politik gentong babi untuk memenangkan anak kandungnya,” bebernya mengakhiri. [mc/kba]