Nusantarakini.com, New York –
Hari Rabu lalu, 30 November 2023, saya mendapat kehormatan menjadi salah satu pembicara dalam sebuah diskusi panel yang diadakan oleh Religions for Peace dan African Council for Religious Leaders di kota New York. Acara ini merupakan acara sampingan (side event) PBB yang dalam pekan ini memperdebatkan tentang senjata pembunuh massal (Weapon of mass destruction).
Dari sebagai pembicara antara lain Hon. Melissa Park (Executive Director, International Campaign to abolish Nuclear Weapons dan mantan Menteri Australia), Dr. Francis Kuria (Secretary General, African Council of Religious Leaders), Rev. Masamichi Kamia (Special Advisor to the SG Religions for Peace), dan saya sendiri sebagai perwakilan Islam.
Tema yang diangkat adalah The role of strategic partnership between faith actors and ICAN in universalizing the TPNW for sustainable Peace, Justice and Development. Saya sendiri diminta berbicara tentang Ethical Imperatives: Moral and Ethical aspects of the TPNW.
Dalam paparan yang hanya sekitar 10 menit itu saya menyampaikan beberapa poin penting yang berkaitan dengan dasar-dasar etika dan moral tentang pentingnya penghapusan senjata nuklir di dunia. Dasar-dasar moral dan etika yang disampaikan tidak saja dirangkum dari ajaran agama (Islam). Tapi juga dari nilai-nilai Universal yang diakui oleh semua.
Ada lima dasar argumentasi utama kenapa pelarangan dan eliminasi senjata nuklir itu memiliki dasar moral dan etika penting.
Satu, didasarkan kepada kesepakatan tentang penghormatan kepada kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Di dalam deklarasi Universal HAM digariskan bahwa setiap manusia memiliki hak hidup, kemerdekaan dan keamanan.
Merujuk kepada agama, baik Al-Qur’an maupun Kitab Taurah hidup manusia sebagai suci (life is sacred). Dan karenanya “membunuh satu manusia bagaikan membunuh seluruh manusia.”
Senjata nuklir dan senjata pembunuh massal lainnya jelas adalah ancaman terbesar sekaligus pelanggaran nyata bagi penghormatan kepada kehidupan. Dan karenanya sejalan dengan moralitas dan nilai etika untuk dilarang dan dimusnahkan.
Dua, pelarangan dan pemusnahan senjata nuklir merupakan antitesis dari perhatian dan tanggung kita bersama dalam menjaga lingkungan hidup (environment). Dalam pandangan Islam menjaga lingkungan adalah kewajiban mendasar dalam tugas kekhilafahan manusia.
Al-Qur’an mengingatkan bahwa: “telah nampak kerusakan di bumi dan di laut karena apa yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia.”
Karenanya kita tidak ingin tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab menghancurkan bumi, rumah kita bersama, dengan senjata nuklir. Konsekuensi kerusakan akan di luar nalar manusia seperti yang kita saksikan pada tragedi Nagasaki dan Hiroshima.
Tiga, pelarangan Senjata nuklir juga terkait dengan tanggung jawab bersama untuk menjaga kemuliaan manusia (human dignity). Bahwa semua orang secara mendasar memiliki hak kemuliaan.
Senjata nuklir dan senjata pembunuh massal lainnya jelas ancaman bagi kemuliaan, kehidupan can harapan semua orang. Dengan sendirinya secara etika dan moral harus dilarang dan dihapuskan.
Empat, pelarangan dan penghapusan senjata nuklir berkaitan langsung dengan pembangunan, kesejahteraan, dan kebahagiaan manusia dan masa depan generasi.
Dengan demikian pelarangan dan penghapusan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya secara moral sejalan dengan cita-cita pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan generasi masa depan. Biaya pembuatan senjata nuklir dapat menyelesaikan permasalahan kemiskinan manusia.
Lima, secara khusus dalam agama Islam perang dan penggunaan senjata memiliki acuan moral dan etika. Pembunuhan massal (wanton killings atau indiscriminate killings) tegas dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW menggariskan agar dalam peperangan “jangan membunuh anak-anak, wanita, orang tua, orang beribadah, dan non combatant.” Bahkan “jangan membunuh binatang, membabat pohon, dan jangan meracuni sumur.”
Petunjuk agama Islam tersebut jelas bertentangan dengan ancaman kerusakan dan pembunuhan yang disebabkan oleh senjata nuklir dan senjata pembunuh massal lainnya.
Selain lima dasar moral dan etika di atas, saya juga menambahkan tiga hal lain yang saya pandang sebagai bagian dari acuan moral dan etika dalam hal pelarangan senjata buklir ini.
Satu, pentingnya aksi dan bukan sekedar kata-kata dan retorika. Sayangnya dalam dunia kita terlalu banyak bicara, tapi sendiri berbuat. NATO (No Action Talk Only) tidak membawa dunia kita ke mana-mana.
Dua, bahwa dalam proses pelarangan dan penghapusan senjata nuklir perlu keadilan dan kesetaraan. Terasa bahwa persetujuan pelarangan ini dipaksakan kepada sebagian. Sementara sebagian yang lain punya keistimewaan lebih. Akibatnya ketika sebagian bangsa seolah berhak memiliki senjata nuklir maka akan selalu ada pembenaran bagi bangsa lain untuk memilikinya. Karena iru diperlukan pelarangan yang menyeluruh dan berlaku secara merata untuk semua negara.
Tiga, semua sadar bahwa kita hidup dalam dunia global dan saling terkait (interconnected). Diperlukan kerjasama yang melibatkan tidak saja semua negara. Tapi semua pelaku (aktor) yang ada di semua negara dunia. Salah satu yang memiliki peranan krusial adalah tokoh-tokoh agama yang memiliki suara yang didengar oleh masyarakat dan pemerintah.
Acara diskusi panel itu diakhiri dengan tanya jawab dengan peserta. Berbagai pertanyaan disampaikan kepada para panelis. Termasuk isu Palestina-Israel yang selalu panas didiskusikan. [mc]
*Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation/Direktur Jamaica Muslim Center New York.