Tausiah

Kerakusan dan Kesemena-menaan Harus Dikalahkan!

Nusantarakini.com, Madinah –

Sejujurnya saya tidak terlalu banyak kepentingan pribadi lagi dengan Indonesia. Saya telah lama dan nampaknya juga akan memiliki kediaman abadi (pekuburan) di luar negeri. Hanya saja di hati ini ada rasa cinta dan rindu negeri (hubbul wathon) yang selalu mendorong saya untuk memberikan perhatian kepada isu-isu yang terkait dengan Indonesia.

Rasa cinta inilah yang menjadikan saya tetap mengikuti dengan dekat (closely) tapi dari jarak jauh (distance) berbagai situasi yang terjadi di Indonesia. Termasuk situasi politik dan masalah-masalah yang terkait dengan pemilu dan pilpres. Hal yang seringkali dikritisi oleh sebagian. “Sudahlah. Ustadz kan sudah hidup di luar negeri. Ngapain ngurusin lagi Indonesia!” kata mereka.

Kali ini yang ingin saya tuliskan adalah situasi politik menjelang pemilu (pileg & pilpres) tahun ini. Beberapa hari lalu saya pernah menuliskan bahwa pemilu kali ini, khususnya pilpres, adalah pemilu dan pilpres terburuk dalam sejarah Indonesia. Ternyata keadaan saat ini bukan saja menggambarkan politik dan pilpres yang buruk. Lebih jauh bahkan menjadi ancaman yang nyata bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan demokrasi itu sendiri.

Berbagai hal yang menjadi penyebab buruknya pilpres kali ini semuanya merujuk kepada satu hal utama; cawe-cawe dan keberpihakan Presiden kepada paslon tertentu. Keberpihakan dan cawe-cawe Presiden ini telah menimbulkan keresahan, bahkan goncangan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Situasi yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah karena di tengah situasi politik ini dapat menimbulkan ketidak stabilan kehidupan bernegara.

Sesungguhnya itulah yang mulai terjadi saat ini. Berbagai protes terjadi di mana-mana. Dari asosiasi kepala-kepala desa, mahasiswa dan akademisi di universitas-universitàs, kelompok buruh, dan lain-lain. Belum lagi protes-protes yang dilakukan melalui media baik mainstream maupun media sosial. Bahkan begitu banyak rakyat yang sesungguhnya protes tapi hanya mampu mengekspresikan dalam hati alias marah dengan diam.

Runyamnya seluruh perangkat kekuasaan seolah tebal muka dengan semua protes yang terjadi. Ibarat pepatah “biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.” Semua protes itu menjadi suara-suara yang seolah tidak berdaya. Mungkin juga karena penguasa memang sudah mengalami penyakit “shummun, bukmun, ‘umyun” (tuli, bisu, buta) maka mereka tak akan sadar kembali (fahum laa yarji’uun).

Pelanggaran-pelanggaran dan kesemena-menaan itu dilakukan secara terbuka tanpa malu dan perasaan bersalah lagi. Lebih runyam lagi perilaku Fir’aunis ini mendapat dukungan dari para Hamanis (para elit politik) maupun Qarunis (kelompok Oligarki). Sempurnalah sudah kerusakan dan pengrusakan yang terjadi terhadap kehidupan dan institusi bernegara. Terjadi ta’awun alal itsmi (kolaborasi kejahatan) demi kepentingan dan kerakusan hawa nafsu kekuasaan itu.

Semua ini menjadikan saya pribadi sebagai putra bangsa merasa miris dan sedih. Negara dan bangsa besar ini menjadi obyek permainan bagi segelintir orang bahkan keluarga demi kepentingan dan atas penderitaan rakyat luas. Dan karenanya saya merasa terus terpanggil untuk menyuarakan resistensi terhadap keadaan ini.

Untuk saya mengajak semua rakyat Indonesia untuk bangkit dan melakuakn perlawanan. Tentu perlawanan yang dibenarkan oleh batas-batas Konstitusi dan aturan yang ada. Tidak saja bahwa kesemena-menaan ini harus dilawan. Tapi harus dipastikan bahwa kerakusan yang menjadi sebab kesemena-menaan itu harus dikalahkan.

Dalam konteks pemilu kali ini sangat jelas dan terang benderang bahwa cawe-cawe dan keberpihakan bahkan manipulasi aturan yang terjadi mengarah kepada “memperpanjang kesemena-semenaan itu” dengan dukungan pemerintahan kepada paslon tertentu. Apalagi paslon itu terlahir dari pemerkosaan aturan dan insitusi negara demi meloloskan nafsu kekuasaan dengan membangun dinasti.

Karenanya sekali lagi, saya menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk melawan dan mengalahkan nafsu jahat kekuasaan itu. Mungkin Jokowi dan konco-konconya akan segera berakhir. Dan dengan sendirinya akan selesai. Tapi apa yang dipersiapkan Jokowi saat ini melalui dukungan kepada paslon tertentu dengan mendudukkan anaknya sebagai cawapres itulah yang harus dilawan dan dikalahkan. Jika rakyat merasakan apa yang terjadi saat ini baik-baik saja maka pasti ada yang tidak beres dalam logika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Masanya membuka mata kasat dan batin, dan jangan lagi berpura-pura tidak tahu dan tak peduli. “Cukuplah kejahatan menjadi kuat dan menang ketika orang-orang baik diam atau tidak melakukan apa-apa” (enough for evil to thrive when the good people say or do nothing).

Mari bersama kita kalahkan kejahatan yang sedang terbangun secara sistimatis dan sistemik. Dan yang bisa mengalahkan mereka adalah rakyat sebagai pemilik kekuasaan di negeri ini.

Semoga kebenaran dan keadilan menang, serta kejahatan dan kezholiman terkalahkan. Dan mari kita “AMIN”kan bersama sampai menang! [mc]

Madinah Al-Munawwarah, 1 Februari 2024.

*Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.

Terpopuler

To Top