Oleh: Ahmad Dwi Saputro, Kyai Marketing.NUSANTARAKINI.COM _ Seorang kawan yang membuka restoran di sebuah kota dekat DKI Jakarta mengatakan bahwa pada saat dia membangun restorannya, dia mengaku didatangi oleh 15 ormas berbeda yang ada di tempat itu. Ormas yang saat datang, teman itu malah baru pernah dengar namanya. Setiap mobil yang menurunkan material diharuskan membayar sejumlah uang kepada ormas tersebut. Padahal mereka pun tidak membantu apa-apa. Cuma jadi mandor.
Kemudian akhirnya perusahaan menunjuk seorang pengacara untuk menyelesaikan masalah tersebut dan akhirnya masalah tersebut selesai namun tetap saja dengan memberikan sejumlah uang namun tidak sebesar tuntutan yang mereka sebutkan.
Teman kami itupun dalam pembangunan restorannya juga tidak lepas dari “urusan koordinasi keamanan” yang absurd ini. Di setiap tempat di Jabodetabek pasti ada saja yang datang. Setiap orang yang buka usaha diminta membayar sejumlah biaya keamanan. Biaya keamanan apa? Tidak jelas.
Padahal sejak Indonesia merdeka negara ini sudah aman dan sudah memiliki TNI dan Polri namun faktanya tidak begitu. Setelah reformasi 98 hal-hal seperti ini justru berkembang bak jamur di musim penghujan.
Teman kami ini sebagai pengusaha kecil ini harus berlindung pada siapa kalau sudah begitu?
Lapor polisi, lapor satpol PP, lapor TNI atau lapor kepada siapa karena sama saja, tidak bisa menyelesaikan masalah juga. Kami menghadapinya sendirian dan tertekan sendirian oleh ormas-ormas itu.
Aparat pemerintah pun juga tak memberikan toleransi ketika sebuah usaha UMKM baru didirikan. Biaya pajak reklame itu harus dibayarkan sejak bisnis kita buka padahal belum tentu sebuah bisnis itu bisa menghasilkan dalam kurun waktu tiga bulan pertama.
Namun sekarang sudah lebih baik karena beberapa Pemda sudah mempunyai pengurusan izin satu atap termasuk reklame. Sehingga kami tidak perlu membayar kepada oknum yang datang ke lokasi usaha dan mengaku-ngaku sebagai petugas pajak reklame. Jangan pernah memberikan uang kepada orang-orang oknum seperti itu karena tetap saja nanti kita juga akan kena denda dan harus membayar pajak reklame Kalau tiba-tiba tempat kita di sidak oleh petugas resmi.
Saat ini ada wacana UMKM juga diwajibkan untuk sertifikasi halal. Di Jawa Barat sekarang muncul selain IMB dan tanda daftar perusahaan juga harus membuat yang namanya izin lingkungan. Di Bandung sebuah restoran besar disegel karena tidak memiliki izin layak lingkungan ini. Dan itu viral di media.
Sudah jadi rahasia umum semakin banyak pengurusan yang harus kita lakukan maka semakin banyak ”undertable money” yang harus kita alokasikan. Kalau tidak maka dipastikan izin-izin yang kita perlukan itu tidak akan terbit seiring dengan waktu dan tentu saja itu mengganggu operasional bisnis kita. Kecepatan menjadi produk yang dipermainkan.
Upaya pemberantasan pungli dan korupsi seperti ini memang tidak hentinya dilakukan oleh pemerintah namun seperti menyiangi rumput. Hari ini disiangi hari berikutnya rumput sudah tumbuh lebih tinggi dan merembet kemana-mana.
Beberapa cerita dari para investor asing yang mau melakukan penanaman modal asing (PMA) di Indonesia dengan membangun pabrik misalnya akhirnya mereka hengkang ke Vietnam atau ke Malaysia yang lebih ramah terhadap investor dibandingkan Indonesia yang biaya ”undertable Money” bahkan bisa mencapai 20-50% dari total biaya investasi yang dikeluarkan.
Kalau dahulu kita dijajah dengan Belanda maka saat ini kita dijajah sama bangsa kita sendiri. Soekarno seakan-akan bisa memprediksi masa depan. Kata-kata Soekarno itu beliau sampaikan selepas Indonesia merdeka. Sampai kapan begini dan sampai kapan kita menjadi negara yang terbelakang?
Semoga Pemilu 2024 melahirkan kepemimpinan yang peduli pada hal-hal itu. Bukan sekadar lips service namun bisa mewujudkannya atas dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.