Nusantarakini.com, Jakarta –
Konon, kabarnya, Dr Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) disebut-sebut sebagai favorit Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk calon wakil presiden (cawapres) 2019. Kalau akhirnya betul TGB diresmikan sebagai cawapres, hampir pasti #2019GantiPresiden. Para pendukung Prabowo Subianto cukup mendoakan agar TGB jadi didaftarkan sebagai cawapres.
Tidak ada kemungkinan lain; TGB akan menenggelamkan Jokowi. Sebab, asumsi bahwa TGB bisa mendulang suara umat Islam yang diperlukan Jokowi, sudah sirna ketika Tuan Guru terlalu dini memuji Jokowi dan kemudian secara resmi pindah ke kubu The Prince of Solo. Sebenarnya, asumsi ini tidaklah kuat.
Tetapi, meskipun asumsi itu tak kuat, tetap saja pantas disesalkan keteledoran TGB bermanuver terlalu cepat dan terlalu bersemangat merapat ke Jokowi. Karena, sekecil apa pun, tetap ada harapan Jokowi terpilih dan TGB duduk sebagai wapres. Sekarang, kemungkinan terbesar dan paling logis adalah bahwa ambisi ini akan kandas.
Entah sekanario siapa yang beliau ikuti, tiba-tiba saja TGB muncul dengan pernyataan terbuka yang berisi dukungan untuk Jokowi. Inilah kesalahan fatal TGB. Seharusnya beliau tidak melakukan manuver apa pun. Kalau TGB diam saja, bersabar, menahan diri, dan tidak kasak-kusuk, tidak memuji-muji Jokowi, malah peluang beliau mungkin ada.
Kalau saja TGB tenang menunggu langkah Jokowi mengumumkan pencawapresannya, permainan menjadi sangat elegan. Para pendukungnya, paling tidak sebagian kecil, akan setia pada TGB. Sebab, masih ada yang melihat Tuan Guru sebagaimana mereka terkagum-kagum sewaktu TGB menunjukkan kemuliaan hatinya ketika memaafkan pelaku “peristiwa tiko” di bandara Changi, Singapura, pertengahan April 2017.
Gara-gara peristiwa inilah, nama TGB melejit. Menjadi bahan pembicaraan di mana-mana. Menyedot empati dari segala penjuru. TGB menyatupadukan umat di seluruh pelosok tanah air. Terkagum dengan beliau. Mengindamkan beliau untuk, pada suatu hari kalak, menjadi pemimpin Indonesia.
TGB menjadi idola. Ikon yang memukau umat. Dengam modal kekaguman masyarakat, dia pun rupanya terusik juga untuk memanfaatkan itu. Tentu tidak salah. Karena publik sedang mencari ketokohan seperti yang, kata banyak orang, direkayasakan oleh TGB.
Rupanya, banyak orang yang lalai. Sekarang publik baru sadar bahwa TGB yang mereka idolakan itu adalah seorang politisi biasa. Seperti para politisi lainnya. Dia berjuang untuk dirinya sendiri. Jutaan orang menyangka dia mencari kekuasaan untuk umat. Keliru. Inilah kelalaian itu. Publik terbuai oleh pencitraan yang telah direncanakan oleh pihak tertentu yang ingin menggunakan TGB sebagai “vote getter”.
Alhamdilillah, rencana yang tak baik bagi umat dan juga tak baik bagi TGB itu, kini terungkap dengan sendirinya. Terbeberkan melalui tindakan “aneh” TGB memuji dan mendukung Jokowi dua periode. Sekarang, umat tahu semuanya. Mereka bersyukur tabir rencana pribadi TGB tersingkap sebelum terlambat. Sebelum umat berbondong-bondong memilih TGB yang berpasangan dengan Jokowi di pilpres 2019.
Kini, Jokowi pun tahu bahwa beliau akan tenggelam kalau mencawapreskan TGB. Jokowi menyadari resistensi publik. TGB tidak lagi “vote getter”. Dia telah berubah menjadi “vote repeller” (penangkal suara).
Tentunya, Jokowi bisa saja “gambling” menggandeng TGB di pilpres 2019. Tapi tampaknya beliau akan sangat gamang. Taruhannya sangat tinggi. Kalau ini yang dilakukan Pak Jokowi, benar juga kata orang bahwa beliau adalah orang yang memiliki “pikiran sederhana.” [mc]
*Asyari Usman, Jurnalis Senior.