Analisa

Kalkulasi Kasus Freeport: ‘Participant Interest’ vs ‘Share’

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Gonjang-ganjing PT Freeport Indonesia banyak dibahas, namun hampir semua mendasarkan pada pemahaman yang tidak sebenarnya, sehingga argumentasi dan penyimpulan pendapat yang disampaikan menyimpang dari kenyataan.

Dalam artikel ini, saya akan menjelaskan inti Joint Venture Agreement antara Freeport dengan Rio Tinto, dan kalkulasi harga penjualan Participating Interest Rio Tinto di PT Freeport Indonesia.

Untuk meyakinkan anda membaca artikel ini, saya perkenalkan diri, bahwa dari April 1996 sampai akhir 2003 saya terdaftar sebagai karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) dimana sebagian besar pekerjaan saya menangani Capital & Joint Venture Accounting, saya melapor langsung ke Site Controller. Sementara Site Controller melapor ke CFO.

Sebagai pengantar, sebaiknya anda memahami kabar yang beredar saat ini, ibarat kisah Pak Fuad sudah pernah jual 9 ekor sapi ke Pak Joko, dan kini dia hendak menjual lagi 2 ekor sapi ke Pak Joko. Pak Fuad menawarkan 2 ekor sapi bersama-sama Pak Rio yang menawarkan 40 ekor kambing ke Pak Joko.

Pak Fuad mengumumkan proses awal rencana jual beli ini, bahwa dia, Pak Joko, dan Pak Rio telah sepakat dengan harga rencana jual beli ini. Jika jual beli 40 ekor kambing seharga USD 3,5 Milyar dan 2 ekor sapi seharga USD 350 Juta ini terjadi, maka Pak Joko yang saat ini memiliki 9 ekor binatang ternak, akan memiliki 51 ekor binatang ternak.

Namun entah bagaimana, berbagai media memberitakan bahwa Pak Joko mengumumkan rencana membeli 41 ekor sapi dengan harga USD 3,85 milyar, sehingga Pak Joko yang saat ini memiliki 9 ekor sapi, akan memiliki 51 ekor sapi.

Semoga anda sudah paham dengan “hal sebenarnya” dari kisah di atas, karena anda paham apa itu kambing, apa itu sapi, dan apa itu binatang ternak. Jika anda belum paham, jangan lanjutkan membaca tulisan ini, tapi anda cari bacaan lain, hingga anda paham beda antara kambing, sapi dan binatang ternak.

Sekarang saya lanjutkan dengan kutipan dua paragraph artikel

https://www.bloomberg.com/news/articles/2018-07-12/indonesia-reaches-preliminary-deal-with-freeport-on-grasberg-jji3ehey

Earlier in Jakarta, Freeport and the Indonesian government announced a deal that confirms the price-tag to cede majority control of the Grasberg mine. Under the agreement, state-owned PT Indonesia Asahan Aluminium, or Inalum, would pay $3.85 billion to increase the nation’s stake in the asset to 51 percent from just over 9 percent now.

The deal is part of a series of complex discussions that would see Rio Tinto Group cash out on its interest for $3.5 billion, leaving Freeport’s share of the payment at $350 million.

Kita pertajam ke bagian kalimat berikut ini di paragraph pertama

“to increase the nation’s stake in the asset to 51 percent from just over 9 percent now”

Untuk paragraph kedua pada bagian kalimat:
“Rio Tinto Group cash out on its interest for $3.5 billion, leaving Freeport’s share of the payment at $350 million”

Dari uraian di atas, ada dua hal berbeda antara “Participating Interest” dan “Share” walau kedua hal tersebut merupakan “Stake in the Asset”

Untuk menjelaskan Participating Interest (PI), saya ceritakan:

Di awal tahun 90 an, PT Freeport Indonesia (PTFI) membuat rencana meningkatkan produksinya dari 115.000 Ton bijih tambang sehari (115 Thousand Ton Per Day = 115K TPD) menjadi 190K TPD. Rencana ekspansi tersebut membutuhkan dana satu milyar dollar Amerika Serikat (USD 1 Milyar). Setelah mencari pinjaman ke berbagai bank, tidak ada bank yang bersedia memberikan kredit dengan bunga rendah/ekonomis (maklum saat itu Indonesia dikelompokkan oleh Bank-bank internasional termasuk negara dengan country risk tinggi), akhirnya Freeport membuat Joint Venture Agreement (JVA) dengan Rio Tinto. JVA ini merupakan kerja sama bagi hasil atas sharing pembiayaan pengadaan asset dan biaya operasi untuk memproduksi bijih tambang di atas 115K TPD, dengan rasio pembagian 40% Rio Tinto dan 60% Freeport. Untuk biaya pengadaan asset, Rio Tinto menalangi terlebih dahulu kewajiban Freeport, sebagai pinjaman dengan suku bunga sama dengan LIBOR (London Interbank Offered Rate). Pinjaman ini dilunasi dengan cicilan senilai hak Freeport 60% dari pemasukan hasil produksi di atas 115K TPD. Transaksi Joint Venture (JV) ini dilakukan melalui monthly cash call, berdasarkan produksi aktual bulanan dan forecast cash out 3 bulan ke depan untuk capital cost & operational cost.

Contoh menghitung Nilai PI nya Rio Tinto
Misal saat ini Freeport memproduksi bijih tambang 150 TPD dan mendapatkan pemasukan dana senilai P. Maka menurut JVA hak Rio Tinto atas pemasukan dana BUKAN 40% dikalikan P (40%*P), tetapi 40% dikalikan (150-115)/150 baru dikalikan P
=40%*(150-115)/150*P
=40%*23,33%*P
=9,33%*P

Sekali lagi saya ingatkan 40% dari produksi di atas 115K TPD, bukan 40% dari total produksi.

Participating Interest (PI) nya Rio Tinto bukan saham (bukan “share”), karena cuma terkait hak penerimaan dana, bukan hak suara dalam rapat pemegang saham, dalam menetapkan direksi atau kebijakan strategis perusahan.

Jadi, jika Head of Agreement dieksekusi hari ini, maka saham Pemerintah Indonesia hanya bertambah dari 9,36% menjadi 11% (masih belum mayoritas) dan Pemerintah Indonesia memiliki PI 40% atas penghasilan dari bijih tambang yang diproduksi di atas 115K TPD.

Sekarang bagaimana harga PI nya Rio Tinto USD 3,5 Milyar?

Dari penjelasan di atas, inti asal mula PI Rio Tinto adalah setoran dana USD 400 Juta pada 20 tahun lalu, dan sekarang disepakati untuk dijual ke Inalum senilai USD 3,5 Milyar.

Kalau menurut matematika SD, maka harga jual tersebut muahaaal buaanget, karena nilai jualnya 87,5 kali modal saat beli. Nilai pelipatgandaan keuntungan ini bisa menjadi lebih dari seratus jika mempertimbangkan depresiasi asset.

Kalau menurut perhitungan ekonomi, mendasarkan pada konsep nilai waktu dari uang, yang rumus dasarnya
F = P * (1+i)^n
Dimana:
F = Nilai di masa datang
P = Nilai di masa sekarang
i = Suku Bunga per tahun
n = waktu pinjaman

Nilai uang yang diinvestasikan Rio Tinto USD 400.000.000,_ untuk mendapatkan PI 20 tahun lalu, kalau sekarang dijual dengan harga USD 3,5 milyar, ibarat pinjaman dengan suku bunga 11,4552172275305% per tahun.

Suku bunga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan LIBOR yang diterapkan pada dana talangan PI nya Freeport, USD 600 Juta yang dikeluarkan Rio Tinto dua puluh tahun lalu.

Seharusnya pemerintah meminta Rio Tinto memberlakukan perhitungan yang sama antara “pinjaman dana” ke Feeport dengan perhitungan harga jual PI ke Inalum.

Jika mengacu ke LIBOR Rate Historical Data di gambar terlampir, sumbernya:
https://www.macrotrends.net/1433/historical-libor-rates-chart

Sejak 1995, LIBOR Rate selalu di bawah 8%.
Misal, kita menggunakan nilai suku bunga 8%, maka nilai sekarang dari dana USD 400 Juta yang dikeluarkan Rio Tinto untuk mendapatkan PI adalah:
= USD 400.000.000 * (1+8%)^20
= USD 1.864.382.857,54

Nilai ini akan turun lagi, jika kita menggunakan nilai rata-rata LIBOR selama 20 tahun.

Demikianlah penjelasan ini, saya buat dengan niat untuk menghindarkan kerugian Pemerintah Indonesia atau BUMN dalam proses membeli PI Rio Tinto dan sebagian saham Freeport. Karena, secara hakiki Pemerintah Indonesia dan BUMN adalah milik seluruh Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kerugian Pemerintah dan BUMN adalah kerugian seluruh Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya, Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin. [mc]

Oleh: Achmad Takari Pribadi.

Terpopuler

To Top