Warkop-98

Pertemuan Mekah, Bukti Prabowo Tidak Gila Jabatan Presiden

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Menurut kalkulasi politik konvensional, langkah Pak Prabowo Subianto (PS) menemui Habib Rizieq Shihab (HRS) di Mekah adalah tindakan “bunuh diri”. Sebab, HRS dianggap sebagai “kartu mati” bagi orang-orang yang berambisi menjadi presiden Indonesia.

Bagi para penganut ilmu pencitraan, HRS dipandang sebagai “kartu mati” karena berpenampilan fisik “terlalu Islam” dan dipersepsikan berpikiran ektrem. Beliau dicap intoleran, radikal, islamis, dan label-label haram lainnya di dalam mainstream politics.

Bagi orang yang memiliki ambisi untuk menjadi presiden, dan orang itu meyakini teori mainstream politics, maka menemui seseorang semisal HRS adalah tindakan yang menodai citra sebagai calon pemimpin yang akan diterima semua pihak.

Tetapi, Prabowo tidak perduli. Dia datang menjumpai “kartu mati” itu. Dia telah melakukan “bunuh diri” politik. Dia tidak takut dikatakan berteman atau berada di satu kubu dengan HRS yang dianggap sebagai pemimpin Islam “radikal”. Prabowo tidak menghiraukan anggapan orang bahwa HRS adalah pemimpin yang intoleran.

Prabowo tidak takut dilabel macam-macam. Beliau santai saja ketika datang ke kediaman HRS di Makkah bersama Pak Amien Rais, belum lama ini. Tidak tergores sedikit pun kesan khawatir di wajah PS. Beliau tak takut kalau media besar anti-Islam di Indonesia akan mengkampanyekan persepsi jelek tentang dirinya setelah pertemuan dengan HRS.

Mengapa PS melakukan itu? Mengapa beliau “bunuh diri”? Setidaknya, ada tiga hal yang bisa terbaca dari “langkah nekad” bakal capres ini.

Pertama, Pak Prabowo terbukti bukan jenis figur yang gila pada jabatan presiden. Dia tidak ‘ngotot’ mau menjadi presiden sehingga harus mengikuti teori konvensional mainstream politics. Harus mati-matian membangun citra. Dan salah satu “citra baik” itu adalah tidak menemui atau berada di satu platform dengan orang yang dicap sebagai tokoh intoleran atau ekstrem.

Sebagai pengingat saja, Pak Prabowo tidak mengikuti advis agar tidak menjumpai HRS. Beliau menepis nasihat itu. Pak PS ingin agar rakyat melihat dia apa adanya. Dan, memang, selama ini PS mengatakan bahwa dia sudah muak dengan kemunafikan yang ditunjukkan oleh banyak politisi. Dia sudah muak melihat apa yang disebutnya sebagai “maling-maling” yang mencuri dan menjual kekayaan rakyat tetapi mati-matian membangun citra baik.

Itu yang pertama. Yang kedua, Pak Prabowo tahu persis bahwa HRS adalah korban kriminalisasi. Korban fitnah. Korban rekayasa. Pak PS punya banyak sumber intelijen tentang ini. Itu pasti. Karena itu, Pak PS pergi ke Makkah untuk menunjukkan simpati terhadap orang yang menjadi korban fitnah.

Yang ketiga, Pak Prabowo yakin bahwa mayoritas rakyat Indonesia sudah paham betul tentang diri beliau dan tentang keinginan beliau. Pak PS percaya rakyat bisa melihat dengan jernih tentang tekad beliau untuk memperbaiki negeri ini. Keinginan untuk mengembalikan kedaulatan dan wibawa Indonesia. Keinginan untuk membersihkan negara ini dari elemen-elemen penipu dan penilap.

Mengingat ketiga hal di atas, Pak Prabowo sedikit pun tidak khawatir kalau pertemuannya dengan HRS di Makkah digoreng menjadi jelek oleh musuh-musuh beliau. Pak PS akan selalu santai menghadapi kegelisahan kubu yang tak menyukai beliau.

Pak Prabowo akan berjuang keras untuk mengambil alih jabatan presiden lewat pemilihan umum April 2019. Beliau tahu apa yang harus dilakukan sebagai presiden, dan rakyat tahu siapa yang harus dipilih.

Musuh-musuh Pak PS, yang juga adalah teman-teman para penggarong, pencoleng, dan pengkhianat bangsa, akan berusaha keras untuk menghalangi pemimpin yang tegas dan prorakyat ini. Sudah bisa kita tebak bahwa gerombolan think tank jahat Tanah Abang akan kembali membangkitkan isu yang membosankan tentang Pak PS, demi mempertahankan penguasa yang mengancam eksistensi NKRI. [mc]

* Asyari Usman, Panulis adalah Wartawan Senior.

Terpopuler

To Top