Satire

GANTI REZIM GANTI SISTEM: Selama ini Tidak Ada Presiden yang Beres!

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Alhamdulillah, menurut Futurist Hindu, Djojobojo, Raja Kediri (1135-1157) pada masa Nusantara, Jokowi adalah presiden terakhir dalam urutan tujuh presiden pasca kemerdekaan. Karena itu perlu kita sambut dan persiapkan terbitnya Buku Baru Indonesia Merdeka dengan kepemimpinan baru. Semoga semakin cepat terwujud semakin baik.

Tujuh puluh tiga tahun sesudah Indonesia merdeka. 20 tahun sesudah Soeharto jatuh saat era Reformasi dimulai, ternyata hasilnya NOL besar. Rakyat Indonesia masih terus berjuang antara hidup dan mati! Pasca kemerdekaan itu, dan sampai era Reformasi berlangsung, selama itu pula tidak ada presiden yang benar, kecuali dalam era Soekarno-Hatta. Terlepas dari segala kekurangannya, Soekarno-Hatta adalah pemimpin yang telah mempersatukan Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan sekaligus memerdekakannya. Tak henti-hentinya Mahathir Muhamad memuji-muji Proklamator kita itu atas jasanya menyatukan Indonesia. Dia juga menyatakan kekecewaannya belum pernah menjabat tangan keduanya.

Dari enam presiden lainnya, mungkin hanya Soeharto yang patut dipuji karena pernah bisa membawa Indonesia berswasembada beras dan membuktikan bahwa orang Indonesia bisa membangun. Lebih daripada itu, justru Soeharto adalah orang yang mengawali berbagai kerusakan yang terjadi hingga sekarang dan yang semakin besar skala kerusakannya. Yaitu, korupsi, penggundulan hutan dan pengerukan kekayaan alam kita, lahirnya para Taipan dan Konglomerat… Pemilu Transaksional, melalui serangan fajar dan doa politik hingga terpilih tujuh kali menjadi presiden… pelanggaran Hukum dan HAM dengan memenjarakan siapa saja yang beda pendapat… Dwi-Fungsi ABRI yang membuat profesionalitasnya runtuh… dan masih banyak lagi yang lain. Bahkan Pancasila dan UUD45 Asli pun dimanipulasi dan diputarbalikkan.

Di samping berbagai kesalahan yang merusak lainnya, tidak ada satu pun presiden yang berpikir tentang kesejahteraan rakyat, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja untuk memerangi pengangguran dan kemiskinan. Padahal tidak ada presiden di dunia, termasuk negara-negara maju yang ketika berkampanye dan dilantik, uang tidak berbicara tentang meningkatkan lapangan kerja. Sekalipun mereka adalah negara-negara kaya tanpa kemiskinan dengan pendapatan per kapita 50.000-100.000 USD. Sedang para presiden kita sudah puas dengan 5.000 USD saja sesudah 70 tahun lebih merdeka. Mereka sudah puas asal menjadi presiden dan mendapat pensiun presiden. Sebagai akibatnya, sampai sekarang tidak kurang dari seratus juta rakyat Indonesia yang masih miskin, di samping 100 orang Taipan yang amat sangat kaya raya dan tidak tersentuh.

Sebagai akibat selanjutnya, pesawat perekonomian Indonesia tidak mampu terbang mencapai ketinggian jelajah, melainkan masih dalam periode transient dengan segala guncangan-guncangannya akibat beban yang berat. Beban kemiskinan yang terlalu berat itu bisa mengakibatkan pesawat perekonomian kita sewaktu-waktu grounded dan crash seperti pada krisis moneter 1997/98.

Tidak hanya itu, para rezim kita itu pun mengabaikan harga dan inflasi yang menggerus daya beli rakyat, karena tidak mampu menyediakan kebutuhan rakyat dari kekayaan alam sendiri, kecuali melalui impor. Juga suku bunga yang masih tinggi yang mencegah berlangsungnya investasi terus-menerus. Satu unsur lagi yang penting adalah nilai tukar Rupiah yang terus-menerus jatuh sebagai akibat neraca pembayaran yang terus-menerus mengalami defisit, sebagai akivat impor barang dan jasa yang amat sangat besar dan tidak terkendali. Sementara investasi luar negeri juga tersendat-sendat akibat dari persoalan dalam negeri yang tidak pernah menarik dan penuh risiko, seperti konflik sosial, politik, hukum dan keamanan, yang tak kunjung habis, maka, mau-tidak-mau, Indonesia harus terus-menerus membuat utang luar negeri. Kalau pada akhir Soeharto utang luar negeri masih pada kisaran 130 milyar USD, 20 tahun kemdian sudah mencapai 360+ milyar USD… luar biasa! Hanya sekedar agar pesawat perekonomian bisa mengudara dengan risiko sewaktu-waktu bisa jatuh, dan tanpa ada manfatnya bagi rakyat pada umumnya.

Memang masalah dalam negeri Indonesia tidak terlepas dari intervensi Asing dan Aseng. Kalau Pak Harto tidak dibantu CIA dan MI6 belum tentu Pak Harto menjadi presiden begitu lama. Tapi, dengan jaminan keselamatan baginya dan keluarganya, yang menjatuhkan Soeharto adalah mereka juga… akibat kegagalan TNI menguasai Timor-Timur dengan tuntas! Bahkan sekalipun Habibie sudah melepaskan Timor-Timur dan mencairkan 210 trilyun dana BLBI, serta Gus Dur sudah menerbitkan Surat Utang Negara 430 trilyun bagi para Konglomerat, keduanya masih juga dipaksa turun oleh para Asing dan Aseng dengan bantuan para pengkhianat di dalam negeri. Keduanya pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk memperbaiki kehidupan rakyat.

Penderitaan rakyat Indonesia tidak kunjung selesai, apalagi dengan putusan Megawati membayar bunga Surat Utang 60+ trilyun setiap tahun dari APBN sampai 30 tahun. Lalu SBY tidak bedanya pula, karena mengemis-ngemis dukungan kepada Asing dan Aseng untuk bisa menjadi presiden. Dengan cara mengorbankan para mujahiddin terduga teroris, menyerahkan sumber-sumber minyak bumi kepada Asing dan keluar dari OPEC, serta menerbitkan undang-undang PMA yang memberi kesempatan kepada Asing dan Aseng untuk menguasai lahan-lahan Indonesia sampai 95 tahun, berikut kekayaan alam di dalamnya.

Tujuan para Penjajah itu tercapai ketika berhasil mengubah UUD45 Asli menjadi yang PALSU seperti yang sekarang lewat amandemen. Tidak lagi MPR menjadi lembaga tertinggi negara, kepada siapa presiden harus bertanggungjawab. Juga tidak lagi berlaku demokrasi ekonomi di mana perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan, melainkan berdasarkan individualisme, mekanisme pasar, kapitalisme dan freefight liberalism, siapa kuat, sekalipun Asing dan Aseng, boleh menguasai perekonomian. Dan yang penting, tidak ada hak absolut lagi bagi orang Indonesia Asli untuk menjadi presiden dan wakil presiden, melainkan siapa saja yang mengaku warga negara Indonesia. Dengan yang terakhir ini, tujuan para pengkhianat Konstitusi, dengan bantuan campurtangan Asing dan Aseng, menjadikan orang-orang keturunan, khususnya Aseng macam Jokowi dan Ahok, tercapai! Masih banyak lagi kerusakan dalam tatanan negara yang bisa dipetik dari UUD Palsu hasil amandemen itu.

Dalam kepemimpinan Jokowi sekarang ini, tidak bisa dihindari perekonomian bertambah rusak. Disamping tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat semakin jauh dari cita-cita dan harapan Rakyat, Bangsa dan Negara. Pesawat perekonomian Indonesia juga semakin berisiko grounded oleh sebab alasan-alasan klasik. Tapi, tidak pernah dalam sejarah kepresidenan RI terjadi konflik sosial sebagaimana terjadi sekarang: Islam konflik dengan Kristiani, Islam dengan Islam, Pribumi dengan Cina, Agamawan dengan Komunis dan konflik antar golongan lainnya. Serta dibangkitkannya PKI, dan masuknya orang-orang Cina RRC dalam jumlah yang luar biasa besar dengan alasan sebagai buruh yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur. Belum lagi tambahan utang luar negeri 60an milyar USD yang bukan lagi dari Barat, melainkan dari Cina RRC. Itu pun masih membuat nilai Rupiah jatuh lebih jauh menuju 15.000 atau kebih… sebelum rezim sendiri yang jatuh lebih dulu.

Apa yang dilakukan Jokowi dari sudut pandang militer sudah amat sangat berbahaya: Dengan bantuan Jokowi, RRC bisa setiap saat menginvasi Indonesia. Untuk memperluas wilayahnya yang samakin terasa sempit bagi menghidupi 1,5 milyar penduduknya. Langkah-langkah intelijen militer RRC dengan bantuan rezim Joko-Jeka dan Mafia-mafia Cina Indonesia sudah amat sangat jelas.

Langkah pertama adalah mengirim agen-agen macam Ahok, Ahokers, kelompok anti Islam, anti Pribumi, dan Komunis untuk membikin kekacauan dan konflik di dalam negeri. Langkah kedua mengirim orang-orang intel militer untuk mengukur kekuatan-kekuatan perlawanan di Indonesia. Langkah ketiga mempersiapkan berbagai infrastruktur pendaratan pasukan seperti yang dibuat Jokowi dengan berbagai proyek berupa pelabuhan dan lain-lain, ditambah dengan pulau-pulau reklamasi, serta pusat-pusat logistik, seperti Pantai Indah Kapuk, Meikarta dan lain-lain. Langkah keempat mengirim kelompok-kelompok kecil militer di berbagai tempat, seperti penempatan buruh-buruh TKA Cina terlatih militer untuk persiapan invasi besar. Dan langkah kelima adalah serangan besar-besaran dan masif seperti ghost fleet ke Indonesia.

Kelima langkah tersebut bisa diartikan, baik dalam perang sesungguhnya maupun perang asimetrik. Apakah Indonesia siap menghadapi itu semua?! Benar apa yang disampaikan para mantan jenderal itu… Bangkit, Bergerak, Berubah, Menang atau Tumpang! Rawe-rawe Rantas… Malang-malang Putung! Apabila tidak ingin Indonesia tumpas, mari segera Gelar Sidang Istimewa MPR: Kembali ke UUD45 Asli, Cabut Mandat Joko-Jeka dan Bentuk Pemerintah Transisi… sebelum 2019!! Karena pada 2019 Asing dan Aseng sudah siap untuk campurtangan!! Atau gerakan kebangkitan yang lain. [mc]

Merdeka!

@SBP
20 Mei 2018

“Menyambut 20 Tahun Reformasi dalam Pertemuan Forum Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia: GANTI REZIM GANTI SISTEM: Tidak Ada Presiden yang Beres Selama Ini!”

*Sri-Bintang Pamungkas, Aktivis Senior, Mantan Politisi.

Terpopuler

To Top