Satire

BPIP Dibubarkan Saja, Karena Tupoksinya Gak Jelas dan Pemborosan APBN

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Lahirnya BPIP atau yang dulu dikenal sebagai UKPPIP (Unit Kerja Presiden Pengembangan Ideologi Pancasila) tidak terlepas dari dikeluarkanya Perpu ormas yang kemudian berubah menjadi Undang-undang Ormas No.2 Tahun 2017, sebagai dampak kekhawatiran kelompok tertentu dilingkar istana terhadap maraknya ormas-ormas yang dianggap radikal dan anti terhadap ideologi pancasila.

Namun setelah Undang-undang no.2 tahun 2017 di undangkan oleh pemerintah, tampaknya hari demi hari yang kita lalui dalam kehidupan berbangsa dan bernegara malah berubah menjadi semakin mencekam dan menegangkan, apalagi setelah lahirnya undang-undang tersebut, marak terjadinya aksi sweping yang dilakukan sejumlah ormas yang merasa bisa menjadi, Juru Tafsir Pancasila dipelbagai tempat, baik itu acara pengajian, maupun acara dakwah islam lainnya, yang banyak melakukan razia terhadap lambang berkalimat tauhid yang agak mirip dengan jargon perjuangan HTI, yang biasa disebut dengan “Ar Royah dan Liwa”.

Agak sulit memang membedakan kalimat-kalimat tauhid dengan jargon-jargon perjuangan HTI ataupun ormas islam lainnya yang juga banyak menggunakan kalimat tauhid sebagai bendera ataupun sebagai simbol perlawanan mereka terhadap kapitalisme asing yang ada dinegeri ini, yang ingin menguasai seluruh aset-aset milik bangsa ini, “yang seharusnya negara dapat berdaulat dan berdikari diatas kekayaan sumber daya alam yang begitu melimpah ruah”, hanya saja kekayaan alam tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang pemilik modal, dan pemerintah di era kepemimpinan presiden jokowi, sepertinya kalah dan takut oleh kekuatan korporasi asing maupun kekuatan kapitalis dinegeri ini yang telah menguasai “resources bangsa ini hampir disemua bidang”.

HTI bersama beberapa ormas islam lainnya memang menempuh jalan perjuangan yang agak sedikit berbeda, dengan menawarkan jalan khilafah sebagai alternatif dari ketidakmampuan penguasa dalam menjalankan roda pemerintahan yang jauh dari pesan kerakyatan saat ini, akan tetapi hal tersebut masih dalam batas koridor aturan demokrasi, karena HTI tidak melakukan perlawanan dengan cara mengangkat senjata, “karena masih hanya sebatas ide dan gagasan tentang negara khilafah”, melalui mekanisme dakwah yang banyak mereka lakukan. Namun bangsa ini telah menyepakati bahwa, “PANCASILA” sebagai ideologi dan falsafah negara tidak bisa ditawar dan dipertentangkan lagi oleh siapapun juga termasuk HTI.

Pasca Undang-undang Ormas No.2 Tahun 2017, secara bersamaan Presiden jokowi saat itu membuat sebuah “unit kerja presiden pembinaan ideologi pancasila yang telah diubah menjadi badan pembinaan ideologi pancasila”, yang bisa menjadi penafsir tunggal terhadap pancasila dengan gelontoran dana trilyunan rupiah, tapi sayang kehadiran lembaga atau badan tersebut tidak dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas, karena sepertinya keberadaan lembaga tersebut tidak jelas apa yang dikerjakannya karena pada tingkat grass root justru marak para juru tafsir yang merasa paling pancasila dan merasa paling bhineka sehingga merasa berhak menafsirkan pancasila versi kelompok tersebut yang menurut pendapat pribadi saya “quo vadis’nya tidak jelas dan kelompok tersebut cenderung menuju kepada “status quo”.

Yudi latif yang diberi amanah untuk memimpin kepala UKPPIP yang kini menjadi BPIP dengan sederet nama besar sebagai pengarah tampaknya, “tidak memiliki Quo Vadis yang jelas dalam menjalankan program BPIP serta tak lagi terdengar bunyi dan suaranya”, sepertinya badan tersebut terdiam melihat fenomena maraknya polisi swasta yang menjadi penafsir pancasila, dan disini negara tidak dirasakan kehadirannya oleh masyarakat. Sebagai lembaga atau badan pembinaan ideologi pancasila, seharusnya badan ini dapat menjadi, “ujung tombak sekaligus central pembangunan ideologi pancasila”, agar pancasila dapat menjadi ideologi negara yang dinamis dan open minded, tidak tertutup seperti saat ini, apalagi bisa di klaim hanya milik ekslusif golongan tertentu dinegeri ini yang merasa paling pancasilais.

Viralnya besaran gaji para dewan pengarah BPIP di pelbagai sosial media yang begitu fantastis di tengah ekonomi rakyat yang sedang dalam keadaan terpuruk dan begitu sulit, sangatlah mencedrai perasaan publik karena hal tersebut akan membuat publik semakin geram. Akibat hutang negara yang meroket tajam, ekonomi yang begitu mencekik rakyat, tapi para pejabatnya malah hidup layak dalam kemewahan diatas penderitaan rakyat banyak yang ditindas oleh berbagai macam kenaikan harga dan pajak yang dibuat oleh rezim pemerintahan saat ini.

Sangatlah kurang elok dan tidak bijaksana apa yang dilakukan oleh para petinggi negeri ini, manakala memberikan gaji dan anggaran yang begitu fantastis terhadap sebuah badan yang baru dibentuk dan tidak diketahui oleh publik bagaimana kinerja dan program apa saja yang sudah dilakukan oleh badan tersebut terkait pembinaan ideologi pancasila? Terlebih keberadaan BPIP ini minim sosialisasi dan khalayak jarang mengetahui kegiatan badan tersebut.

Badan yang pertama dibentuk oleh presiden jokowi pada 19 Mei 2017, dengan unit kerja presiden pembinaan ideologi pancasila (UKP-PIP), yang kemudian diubah pada tanggal 28 Februari 2018 diganti namanya menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila setingkat Menteri. Bertujuan awal dalam rangka melakukan aktualisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kini tidak ubahnya hanya semacam tempat kongkow dan seremonial atau sekedar minum kopi para pejabat yang ada di republik ini.

Lihatlah fenomena maraknya aksi teror di berbagai penjuru ditanah air belakangan ini, kemana quo vadis badan pengembangan ideologi pancasila ini seperti yang saya tanyakan diatas? Terkesan oleh publik badan ini sejatinya telah gagal mengembangkan dan membina ideologi serta gagasan tentang pancasila terhadap sebagian warga negara di negeri ini, karena masih banyak yang masih mengusung paham selain ideologi pancasila, karena BPIP ini tidak jelas mau digunakan sebagai apa dan untuk tujuan apa?!.

Kemudian timbul suatu pertanyaan lainnya apakah masih relevan mempertahankan keberadaan badan seperti BPIP ini dengan anggaran yang begitu besar tanpa ada kinerja yang jelas dan terlihat seperti pemborosan uang negara saja, karena di masa pemerintahan sebelumnya tidak ada badan atau lembaga semacam ini. Apalagi dengan gaji serta tunjangan yang besar dan ditambah lagi dengan fasilitas yang luar biasa seperti saat ini?

Selain karena “TUPOKSI” badan seperti BPIP ini tidak jelas, hasil kerja dari badan tersebut yang bisa dirasakan langsung oleh rakyat juga tidak ada sama sekali. Karena dengan dibentuknya BPIP toh makin hari malah makin banyak orang yang kehilangan empaty terhadap nilai luhur pancasila dan memilih ideologi lain selain pancasila sebagai sebuah alternatif pilihan dalam kerangka berbangsa dan bernegara.

Sebaiknya presiden jokowi memberikan penjelasan yang jujur saja kepada seluruh rakyat indonesia tentang, ada apa dibalik pembentukan BPIP ini?, Agar tidak timbul persepsi publik bahwa badan ini dibentuk agar bisa menghambur-hamburkan uang rakyat saja dan ajang bagi-bagi kekuasaan bagi para pendukung politik rezim pemerintahan jokowi, karena kini rakyat telah kehilangan empaty terhadap pemerintah yang sudah jauh dari nilai-nilai kerakyatan.

Kalau memang presiden jokowi serius mengurusi persoalan ideologi pancasila, kenapa tidak dikembalikan seperti masa orde baru saja, yaitu memasukannya kedalam kurikulum P4 dan meminta kepada menteri pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengurusan bada tersebut, sehingga akan lebih efektif jangkauannya dan tidak ada kesan untuk bagi-bagi kekuasaan sebagai dampak akibat lemahnya kepemimpinan tuan presiden saat ini.

Sebagai pesan penutup, publik sudah gerah dengan dramatikal politik yang seperti sinetron tak berkesudahan, jadi sebaiknya presiden jokowi bisa menghentikan polemik mengenai BPIP ini, dengan berani mengambil sikap politik, yaitu membubarkan BPIP tersebut dan mengembalikan tugas pembinaan dan pengembangan ideologi pancasila kedalam kurikulum pendidikan nasional. [mc]

Wallaahul Muafiq illa Aqwa Mithoriq,
Wassallamualaikum, Wr, Wb,

Jakarta, 29 Mei 2018.

*Pradipa Yoedhanegara, Pengamat Politik dan Sosial.

Terpopuler

To Top