Nasional

Yusril: 2019 Adalah Tahun Politik Umat Islam Indonesia

Nusantarakini.com, Tulungagung – 

Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa tahun 2019 adalah tahun politik yang menentukan bagi umat Islam Indonesia. Tahun depan ini untuk pertama kalinya akan diadakan Pemilu serentak untuk nemilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD dan DPD. Karena itu, umat Islam tidak bisa bersikap pasif tetapi pro aktif agar perjalanan bangsa dan negara lima tahun ke depan sejalan dengan aspirasi umat Islam Indonesia.

Hal di atas dikemukakan Yusril dalam acara pengajian ahad pagi di Desa Tulungagung, Jawa Timur Ahad pagi 25/3/2018. Dalam pengajian yang dihadiri seribuan warga desa itu, nampak hadir calon Bupati Tulungagung Margiono, sejumlah kiyai dan tokoh-tokoh masyarakat. Dalam kesempatan itu, Yusril mengupas hubungan agama dengan negara dalam perspektif Islam dan dari sudut hukum tatanegara Indonesia.

Para pendiri bangsa, menurutnya sepakat untuk berkompromi bahwa Indonesia merdeka tidak menjadi negara sekular yang memisahkan agama dengan negara, dan tidak pula menjadikan Islam sebagai dasar dan falsafah negara.

Pancasila, menurut Yusril dengan mengutip pernyataan Mohammad Natsir,
adalah “kalimatin sawa’in bainana wa bainahum” yakni kalimat yang sama yang menjadi titik temu atau common platform bernegara yang disepakati oleh golongan Islam dan golongan Kebangsaan.

Dalam negara RI, menurut Yusril, agama mendapatkan tempat yang sangat fundamental sebagai sumber inspirasi dan landasan spiritual dalam menyelenggarakan negara dan membangun bangsa. Namun, tidak sebagaimana halnya Malaysia yang menempatkan Islam sebagai agama resmi negara atau Philipina yang sekular dan memisahkan agama dengan negara, di negara kita tidak ada jaminan atau keistimewaan apapun yang diberikan kepada Islam, meskipun Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas mutlak penduduk Indonesia.

Dalam kesepakatan para pendiri negara dalam menyusun draf UUD 45 mulanya jaminan itu ada, yakni jaminan konstitusional terhadap pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan jaminan bahwa Presiden Indonesia adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam. Namun semua kesepakatan dalam draf UUD 45 itu dihapuskan ketika UUD 45 disahkan sehari setelah proklamasi pada tanggal 18 Agustus 1945.

Dengan tidak adanya jaminan keistimewaan secara konstitusi, mala konsekuensinya, menurut Yusril, umat Islam wajib mampu untuk berkompetisi dan bersikap pro aktif dalam politik. Jika umat Islam lengah, maka kekuasaan politik akan direbut oleh kekuatan2 politik yang belum tentu bersikap empati kepada Islam dan umatnya. Bisa saja kekuasaan politik yang menentukan perjalanan bangsa dan negara adalah kekuatan sekular anti Islam yang didukung oleh kekuatan-kekuatan politik dan pemilik modal yang berada di luar negeri.

Yusril menegaskan bahwa umat Islam Indonesia adalah umat yang nasionalis, yang mencintai bangsa, negara dan tanah airnya. Islam tidak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, Yusril mengajak umat Islam untuk mendukung partai-partai Islam yang nemiliki idealisme yang tinggi dan komitmen yang teguh untuk memajukan bangsa dan negara.

Ditanya tentang PBB yang dipimpinnya, Yusril menegaskan bahwa PBB adalah partai Islam berhaluan moderat dan nasionalis serta mengedepankan pendekatan rasional dalam memecahkan persoalan2 bangsa.
PBB menganut ideologi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin, Islam yang memberikan inspirasi, sumber etika dan sumber petunjuk yang sangat berguna untuk memberikan arah dalam berijtihad memecahkan persoalan-persoalan bangsa kita.

“Apalagi PBB adalah partai Islam yang berakar pada sejarah dan pengalaman bangsa kita sendiri. PBB bukanlah partai yang berada di awang-awang, atau partai yang pemikirannya dilatar belakangi oleh pengalaman masyarakat Timur Tengah yang sangat bebeda sejarah dan pengalamannya dengan bangsa kita,” ucap Yusril dalam keterangannya kepada media usai memberikan pengajian di Tulungagung, Jawa Timur. [mc]

Terpopuler

To Top