Warkop-98

Jika Indonesia Tidak Ingin Bubar, Perkuat Hak-Hak Rakyat Pribumi

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Belum lama kita semua mendengar pidato Pak Prabowo yang sedikit mengulas tulisan ahli intelejen dalam novel Ghost Fleet.

Di pidato tersebut Pak Prabowo menyebut isi novel tersebut tentang Indonesia bubar 2030.

Apa yang disampaikan sebagai mantan petinggi militer ini cukup beralasan.

Saya ingin sedikit mengulas soal Indonesia mungkin bubar beserta solusi yang saya pahami.

Dilihat dari sejarah lahirnya Bangsa Indonesia dan pembentukan Negara Republik Indonesia, kondisi Indonesia memang rapuh. Ada pihak yang mengatakan, Indonesia baru berusia 72 tahun sehingga pihak tersebut memandang usia Indonesia masih muda. Sehingga wajar Indonesia sebagai entitas Bangsa dan Negara belum kokoh.

Pernyataan dari pendapat tersebut menurut saya sangat lemah. Karena lebih menitik beratkan pada usia dari Indonesia. Padahal hal yang lebih fundamental menyangkut masalah Negara dan Bangsa Indonesia.

Kita perlu melihat kembali sejarah lahirnya Bangsa Indonesia.

Sebelum dibentuknya organisasi pergerakan kebangsaan bumi putra, Boedi Oetomo (1908), sebenarnya telah terjadi perebutan kekuasaan dan pengaruh dari tiga organisasi penting saat itu. Yaitu Tiong Hoa Hwee Koan (1900) yang mewakili Masyarakat Etnis Cina di Nusantara, Sumatera Batavia Al Khairah (1902) dan Jamiatul Khair (1904) yang mewakil orang-orang Arab Hadramaut di Nusantara. Kelak orang-orang Arab Hadramaut ini dikenal dengan sebutan Hadrami.

Dengan kemajuan tiga organisasi tersebut, dimana pada saat itu di dunia sedang berkembang populer paham politik Nationalism (Nasionalisme). Di Cina dan Turki saat itu aliran Nasionalisme sedang berkembang pesat dan mulai terjadi pemberontakan pada Kekaisaran Cina dan Khilafah Ottoman. Sementara di Nusantara, Nasionalisme sedang mencari bentuknya. Dan mulai berbentuk saat dilahirkan organisasi bumi putera bernama Boedi Oetomo.

Tiong Hoa Hwee Koan saat itu berupa mewujudkan Nasionalisme Cina Nusantara yang berkiblat pada pergerakan Rakyat Cina menentang Kekaisaran. Sedangkan Sumatera Batavia Al Khair dan Jamiatul Khair berupaya menegakkan dan meneruskan perjuangan Khilafah Modern sebagai bentuk reformasi Kekhilafahan Ottoman Turki di Nusantara dengan basis kaum pergerakan Intelek dan Ulama.

Namun upaya ketiga organisasi tersebut gagal, karena dengan berdirinya Boedi Oetomo, Nasionalisme Bumiputera atau Pribumi mulai terbentuk wujudnya.

Perjuangan kaum pergerakan Bumiputera ini juga mendorong berdirinya Indische Party (Partai Hindia Belanda) pada 1912 yang didirikan Dowes Decker (Dr.Setiabudi) dan Ki Hajar Dewantoro yang kemudian diikuti juga Dr.Tjipto Mangunkusumo (salah seorang pendiri Boedi Oetomo).

Dari partai politik, Indische Party inilah perjuangan Nasionalisme indonesia mulai diperjuangkan. Namun pada perjuangannya, Dowes Decker diasingkan ke Suriname yang membuat Indische Party bubar. Lalu pada 1913, dibentuklah Commitee Boemiputera.

Dalam perjalanan pergerakan juga dikuti lahirnya organisasi Sarekat Islam yang dibentuk HOS Tjokroaminoto dan KH. Samanhudi. Bersamaan dengan itu juga lahir organisasi perhimpunan Islam Muhammadiyah, NU, Persis dan banyak lagi yang bercita-cita untuk bersama mendirikan Negara Bangsa.

Dan pada 28 Oktober 1928 saat diadakannya Kongres Pemuda di Jakarta, disepakati dibentuknya Bangsa Indonesia yang berasal dari Jong Java, Jong Selebes, Jong Islamitet Bond dan Jong-Jong lainnya dari Daerah-Daerah di Nusantara.

Dibentuknya Bangsa Indonesia saat itu didasari oleh kondisi perjuangan kaum pergerakan pribumi yang terpisah-pisah. Oleh karena itu untuk membangun persatuan, dibentuklan Bangsa Indonesia sebagai Bangsa Persatuan. Namun, bukan saja sekedar untuk mencapai kemerdekaannya, dibalik itu juga bersamaan semangat dibentuknya Negara Bangsa bernama Indonesia menggantikan sistem feodalisme kerajaan-kerajaan di Nusantara yang sebagian berpihak ke penjajah.

Semangat ingin merdeka dan ingin mendirikan Negara Bangsa inilah kemudian melahirkan banyak tokoh seperti seperti Soekarno, Hatta, Sutan Sjahrir, M.Natsir, Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo dan lain sebagainya.

Dimasa pergerakan Nasionalis ini, Rakyat Bangsa masih dalam keadaan di jajah. Penjajahan telah berganti-ganti dari Bangsa Eropa hingga Jepang.

Dengan berjalannya waktu, tanda-tanda berakhirnya Perang Pasifik mulai terbaca. Apalagi pada 1941 terjadi Piagam Atlantik yang ditanda tangani oleh Winston Churcill dan Frank D Roosevelt untuk menghentikan Perang Pasific atau Perang Dunia II, dan di klausul Piagam Atlantik itu, Amerika Serikat dan Inggris bersepakat untuk menghentikan pencarian wilayah, pengaturan suatu wilayah adalah kehendak masyarakat bersangkutan dan mendorong hak menentukan nasib sendiri.

Dari piagam atlantik inilah kaum pergerakan Indonesia juga terinspirasi dan semakin tersuntik semangat untuk melahirkan Negara Bangsa bernama Indonesia.

Untuk mewujudkan berdirinya sebuah Negara Bangsa, dibentuklah

Pada awal Agustus 1945 mulailah dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dan tidak lama kemudian saat di bombardirnya Jepang (Hiroshima dan Nagasaki) oleh Pasukan Sekutu, Kaum Pergerakan Indonesia memproklamirkan kemerdekaan sebagai Bangsa Indonesia, tepatnya pada 17 Agustus 1945 dengan ditunjuk Soekarno-Hatta sebagai Proklamator.

Lalu sehari setelah Proklamasi disahkanlah UUD 1945, pada 18 Agustus 1945 sebagai Konstitusi Negara Bangsa Indonesia.

Begitu kuat konstitusi Negara Indonesia, khususnya dalam Preambulenya yang menegaskan kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan terdapat Pancasila didalamnya.

Berjalannya waktu, singkat cerita mulai dari disahkan UUD 45 Indonesia sebagai konstitusi Negara hingga di sahkan dan diakuinya di PBB, Indonesia sebagai Negara berdaulat dalam Konferensi Meja Bundar 1949 di Den Haag, Belanda dan hingga saat ini Indonesia sebagai sebuah Negara Bangsa belum kokoh berdiri di atas fundamental yang kuat.

Hal ini dapat kita lihat terjadinya pemberontakan PKI 1948 dan pada tahun yang sama juga terjadi Agresi Militer ke dua.

Melalui proses perjanjian Renville, Roem Royem, Linggar jati kemudian antara Indonesia dan Belanda, lalu dalam rapat Komisi Tiga Negara (KTN) terdiri dari Amerika Serikat, Belgia, Australia yang akhirnya mendorong KMB , dimana sebelumnya terjadi Agresi Militer ke 2, Indonesia sebagai Negara Bangsa berdiri namun elit politik saat itu mengesampingkan pijakan sejarahnya dalam proses pembentukan Negara Bangsa. Yaitu Penguatan Hak-Hak Rakyat Bumiputera atau Pribumi.

Mungkin juga proses pergolakan tersebut membuat para tokoh pendiri Negara Bangsa untuk memfokuskan Nasionalisme indonesia, Sistem Ketatanegaraan dan Pembiayaan Negara.

Akan tetapi hal tersebut kembali dirongrong oleh tekanan dengan terjadinya PRRI Permesta 1957.

Mulai dari 1945 hingga 1959 pun, konstitusi Indonesia berganti. UUD 45, UUD RIS, UUDS lalu pada 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden, Kembali ke UUD 45.

Pergolakan demi pergolakan terus terjadi. Sejak pemerintahan Orde Lama lalu berganti Orde Baru dan berganti lagi Orde Reformasi yang mengamandemen UUD 45, Indonesia terus bergejolak, gaduh dan tidak stabil.

Seakan sejak berdirinya Negara Indonesia hingga saat ini, Indonesia begitu mudah dikoyak oleh kepentingan asing. Baik kepentingan Negara asing atau Korporasi asing.

Ketidakstabilan Indonesia inilah yang seringkali dijadikan para ahli intelejen dan geo strategi untuk menggoyang Indonesia untuk mencapai kepentingannya. Dan Rakyat Indonesia sebenarnya begitu menderita atas kondisi hidupnya di tanah, air hingga ruang angkasa sebagai lumbung dunia.

Negara Bangsa Indonesia telah 72 tahun berdiri akan tetapi masih rapuh dan mudah digoyang.

Disinilah diperlukan Undang-Undang Pribumi sebagai fundamental kokoh berdirinya Negara Bangsa Indonesia yang berbasiskan Ketuhanan, Persatuan Nasional dan Kerakyatan dalam Pancasila. [mc]

*Yudi Syamhudi Suyuti, Ketua Presidium MRI.

Terpopuler

To Top