Sejarah

Kita Berada di Era Neo Jahiliyah, Ikuti Metode Nabi untuk Menumbangkannya

Nusantarakini.com, Jakarta –

Harusnya kita sadar bahwa kita terjebak dalam jahiliyah yang akut. Coba bayangkan, untuk mengurus kemaslahatan manusia, memilih dan menentukan pemimpin, itu pun dibuat rumit, berbiaya tinggi dan malahan dibisniskan pula.

Adakah yang lebih jahiliah ketimbang era sekarang? Coba sekali lagi bayangkan, untuk menyeleksi pemimpin yang bertanggungjawab pada negara, diaturlah mekanisme pemilu. Pemilu hanya diikuti oleh kabilah-kabilah eehhh…sorry partai-partai terdaptar. Siapa yang terdaptar dan sah mengikuti pemilu, dibuat pula aturan dan birokrasinya yang rumit. Di situ terjadi sikut menyikut.

Nah…untuk memainkan opini publik agar supaya menang, ada lagi instrumen propoganda. Di situ bermainlah survey-surveyan. Kadangkala kampanye tapi kedoknya survey. Di sini, terdapat bisnis yamg besar. Karena ada polesan dan pemengaruhan opini dan keterpiliahan. Weelll…sebetulnya mau ngurus maslahat rakyat, atau mau nipu rakyat untuk mengeruk harta?

Demikianlah jahiliahnya era sekarang yang kita hadapi. Dan kita terpukau dan terpojok seolah tak bisa keluar dari sistem yang memperkosa hati nurani dan akal sehat kita itu.

Dulu Muhammad Saw juga hampir mirip menghadapi kejahiliahan yang sama. Bila sekarang ada partai-partai, dulu ada kabilah-kabilah. Partai-partai bersidang kren di parlemen gedung kura-kura, kabilah-kabilah bersidang di Darun Nadwah. Mengenai Darun Nadwah ini telah kami uraikan pada tulisan sebelumnya. (Baca: https://nusantarakini.com/2017/12/26/indonesia-menjelang-ajal-yok-bercermin-ke-mekkah-pra-islam/

Lalu bagaimana cara Nabi menghentikan kejahiliahan yang mengakar itu seperti kejahiliahan yang sudah mengakar di kita sini. Nah, kita bisa menganalisanya dari lembaga Darul Arqam. Darul Arqam ini memiliki peran penting menghancurkan kejahiliahan di masa itu. Dan era jahiliah itu akhirnya benar-benar tutup buku saat Fathu Mekkah yang legendaris itu.

Apakah Darul Arqam itu? Itu kan yang pembaca tanyakan?

Pernah ada masa di mana Islam menjadi kelompok terlarang. Orang yang memeluknya harus siap bertaruh nyawa. Inilah yang terjadi saat Islam pertama kali bersemi di Makkah. Kala itu, Jumlah orang yang masuk Islam bisa dihitung dengan jari. Mereka memang kelompok kecil tapi memiliki cita-cita besar.

Dari kelompok kecil yang disebut As-Sabaiqunal Awwalun atau generasi pertama shahabat nabi itu terdapat nama Al-Arqam bin Abi Arqam. Ia masuk Islam lewat dakwah Abu Bakar As-Shiddiq. Menurut riwayat, setelah masuk Islam, Abu Bakar mengajak Ustman bin Afan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair Bin Awam dan Sa’ad Bin Abi Waqas. Mereka masuk Islam pada hari ke-3. Keesokan harinya, Abu Bakar kembali membawa sahabatnya; Ustman bin Mahdhun, Abu Ubaidah bin Jarah, Abu Salamah Bin Abi Asad dan Al-Arqam bin Abi Arqam menemui Rasulullah SAW untuk mengikrarkan kalimat syahadat.

Masuk Islam di kota yang menjadi pusat kesyirikan bukan tanpa risiko. Rasulullah SAW menyadari hal itu. Karenanya, beliau menjalankan dakwahnya dengan rahasia atau sirriyah. Rasulullah SAW menutup rapat-rapat dakwahnya hingga tiap orang yang masuk Islam tidak tahu berapa jumlah saudaranya seiman. Bahkan, sahabat senior seperti Saad Bin Abi Waqqash mengira dirinya orang ke-3 yang masuk Islam. Sedangkan Abu Dzar dan Amru bin Abasah menyangka dirinya orang ke-4 yang masuk Islam.
Amru bin Abasah menceritakan pengalamannya bertemu Rasulullah SAW. Ia bertanya kepada Nabi SAW, “Siapa yang sudah mengikutimu?”
“Satu orang merdeka dan satu orang budak.” Jawab Rasulullah SAW sambil menunjuk dua sahabat di sebelahnya.
“Aku ke sini untuk menjadi pengikutmu.” Kata Amru bin Abasah

“Sungguh, kamu belum bisa masuk Islam saat ini. Kamu tahu bagaimana keadaanku dan situasi masyarakat di sini. Pulang ke perkampunganmu. Jika kamu mendengar berita aku telah menyiarkan Islam secara terang-terangan, temui aku kembali,” kata Rasulullah SAW kepadanya.

Rasulullah SAW menyembunyikan identitas para pengikutnya demi menjaga keselamatan mereka. Karena orang musyrik Makkah tidak ragu melakukan kekerasan kepada orang-orang yang dianggap mencela agama nenek moyang. Menurut Ibnu Masud, saat itu hanya tujuh orang yang diketahui masuk Islam. Mereka yaitu; Rasulullah SAW, Abu Bakar, Ammar bin Yasir, Sumayyah ibunda Ammar, Suhaib bin Sinan, Bilal bin Rabbah, Miqdad bin Al-Aswad. Pada tahap berikutnya Rasulullah SAW membutuhkan tempat untuk menjalankan kegiatan pembinaan. Tempat tersebut harus aman dan tidak mengundang kecurigaan penduduk Makkah. Saat itu, Al-Arqam bin Abi Arqam menyediakan rumahnya sebagai pusat kegiatan kaum muslimin.

Ada beberapa pertimbangan kenapa Nabi memilih Darul Arqam atau rumah Al-Arqam. Pertama, orang musyrik Makkah tidak tahu bahwa Al-Arqam bin Abi Arqam telah masuk Islam. Kedua, Darul Arqam terletak di bukit Shafa. Jarak rumah itu dengan Ka’bah dan Masjidil Haram sangat dekat. Ketiga, sahabat nabi yang termasuk ahli badar ini berasal dari bani Makhzum. Klan dari kabilah Quraisy ini dikenal paling memusuhi dan menjadi pesaing bani Hasyim. Tak ada satupun pemuka Quraisy berpikir bahwa Nabi mau masuk rumah Al-Arqam. Apalagi menerimanya sebagai pengikut. Keempat, usia Al-Arqam bin Arqam yang masih remaja. Saat masuk Islam umurnya baru 16 tahun. Orang Quraisy justru mengira tempat perkumpulan kaum muslimin di rumah pengikut Nabi yang senior.

Seperti itulah Rasulullah SAW yang jeli membaca situasi. Darul Arqam dipilih sebagai tempat pertemuan kaum muslimin. Selama lebih dari tiga atau empat tahun Rasulullah SAW berdakwah secara rahasia di tempat itu tanpa pernah termonitor orang-orang Quraisy.

Darul Arqam berperan penting dalam sejarah penyebaran Islam. Di rumah inilah Rasulullah SAW membina para kadernya. Mereka menggelar majelis pertemuan rutin. Rasulullah SAW hadir untuk mengajarkan ayat-ayat Al-Quran dan mengenalkan mereka tentang ajaran Islam. Lewat pertemuan itu, Rasulullah SAW juga bisa mendengar keluh kesah ummatnya. Saat mereka terdzalimi oleh orang quraisy, Rasulullah SAW hadir sebagai penguat semangat yang selalu mengingatkan tujuan besar dan balasan yang akan diterima di akhirat kelak.

Bercermin dari Darul Arqam tersebut, maka kita sebetulnya dapat mengikuti cara Nabi dalam menghancurkan kejahiliahan yang merebak luas ini. Yang harus diingat ialah bahwa Darul Arqam adalah anti tesa dari Darun Nadwah. Parlemen hanya akan mengekalkan kejahiliahan dan akan selamanya menghisap dan menganiaya masyarakat lemah secara sitematis. Ini memang harus distop. Adalah dibenci oleh Tuhan jika kita ridla dan membiarkan kejahiliahan terus dan terus bercokol di dalam sistem yang mengatur masyarakat. Tugas Anda meneladani Nabi. Dan Nabi telah tunjukkan bagaimana mengakhiri kejahiliahan itu.

 

Sed, dirangkum dari berbagai bacaan.

Terpopuler

To Top