Hasil Amandemen UUD 45: Dihina Bangsa Lain, Nrimo Karena Pengecut, Jual Kepala Kawan

Nusantarakini.com, Jakarta –

Malaysia menghina Indonesia. Konglomerat Lippo Group membuat kota seenaknya tanpa pertimbangan kultural. Tapi rakyat tidak bereaksi. Pemimpinnya bungkam. Kenapa?

Ini hasil UUD 45 PALSU. Satu dasawarsa saja diberlakukan mental anak bangsa sudah menjadi mental jongos.  Diam dihina bukan karena sabar tapi TAKUT. Menjadi cukup atau sedikit kaya bukan karena ketekunan kerja tapi menggadaikan diri, bahkan tak sedikit menjual kepala kawan.

Tanyakan kepada mereka yang AMANDEMEN UUD45  apa seperti ini yang mereka mau?

Pertama, yg membikin UUD45 menjadi PALSU adalah Asing dan Aseng. Jadi pikiran-pikiran mereka tentang masyarakat yang mereka cita-citakanlah yang pada akhirnya mereka wujudkan.

Selanjutnya, ada 4 hal paling tidak yang perlu menjadi catatan penting terkait dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Pertama, MPR sebagai Lembaga Tertinggi Pelaksana Sepenuhnya Kedaulatan Rakyat tidak lagi bertugas dan berfungsi. Dari situ tidak lagi ada Daulat Rakyat. Bahkan, suara rakyat tidak lagi harus didengar.

Ke Dua, tidak lagi Presiden wajib orang Indonesia Asli. Sehingga mereka, khususnya orang2 Cina, dari sejarahnya, mulai berpesta pora menunjukkan dan melanjutkan dominasinya terhadap Pribumi. Segala pikiran dan perilaku yang berbau Pribumi akan mereka anggap sebagai lawan dan harus dimusuhi. Ini akan meliputi semua sisi kehidupan, termasuk ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan.

Ke Tiga, hilangnya Dewan Pertimbangan Agung, yang merupakan Dewan Penasihat bagi Kekuasaan Exekutif, agar Pemerintah tidak sewenang-wenang dalam membuat keputusan. Kedudukan Dewan ini menjadi penting karena Sistem Presidensiil yang kita anut memberi kekuasaan besar kepada Presiden. Bahkan sekarang, dewan ini diisi oleh 9 orang, separuh darinya adalah orang-orang Cina.

Terakhir, adalah khusus tentang kehidupan ekonomi dan kesejahteraan sosial, yang sudah tidak lagi menekankan asas kekeluargaan, melainkan individualisme, liberalisme dan kapitalisme. Di sini berlaku prinsip siapa kuat, dialah yang menang. Bahkan prinsip itu berlaku pula dalam kehidupan sehari-hari, serta dalam menguasai dan menikmati sumber-sumber matapencaharian masyarakat dan sumberdaya air, bumi dan kekayaan alam di dalamnya.

Yang menarik, para tokoh Pribumi yang sadar atau tidak sadar ikutserta dalam melahirkan amandemen tersebut, setelah 15 tahun kemudian, melihat dengan mata kepala sendiri berbagai kerusakan mengerikan yang terjadi yang nyaris menempatkan Rakyat, Bangsa dan Negara dalam situasi terjajah oleh pihak Asing dan Aseng, masih saja tidak mau mengakui kekeliruannya.

 

~ Sri Bintang Pamungkas