Nusantarakini.com, Jakarta –
Baru kali ini ada puisi sedahsyat ini. Puisi yg dibacakan seorang siswa pada akhir upacara 17-an di Komplek sekolah mungkin di Magelang. Tapi saya sumbang tambahan puisinya pada bait terakhir.
BUNG KARNO BANGKIT DARI KUBUR
Dia haus ingin minum.
Ku suguhkan air mineral.
Dia hanya bingung tak mau minum.
Karena tanah airnya tinggal tanah.
SEDANGKAN AIRNYA SUDAH MILIK PRANCIS
Kuseduhkan segelas teh celup.
Dia hanya termenung tak mau minum.
Karena kebun tehnya tinggal kebun.
Lahan tebunya tinggal lahan.
GULANYA MILIK MALAYSIA, TEHNYA INGGRIS YANG PUNYA
Lalu ku bukakan susu kaleng.
Bung Karno hanya menggeleng.
Kandang sapinya tinggal kandang.
SEDANGKAN SAPINYA MILIK SELANDIA BARU, DIPERAH SWISS DAN BELANDA
BUNG KARNO BANGKIT DARI KUBUR
Dia lapar ingin sarapan.
Kuhidangkan nasi putih,
Dia tak mau makan hanya bersedih.
Karena sawahnya tinggal sawah.
Lumbung padinya tinggal lumbung.
PADINYA MILIK VIETNAM, BERASNYA MILIK THAILAND
Kusulutkan sebatang rokok.
Dia menggeleng tak mau merokok.
Tembakau memang miliknya, Cengkehnya dari kebunnya
TAPI PABRIKNYA MILIK AMERIKA
BUNG KARNO BINGUNG DAN BERTANYA-TANYA :
Sabun, pasta gigi kenapa Inggris yang punya, Toko-toko milik Prancis dan Malaysia. Alat komunikasi punya Qatar dan Singapura. Mesin dan perabotan rumah tangga, kenapa dikuasai Jepang, Korea dan Cina.
BUNG KARNO TERSUNGKUR KETANAH, HATINYA SAKIT TERIRIS-IRIS
Setelah tau emasnya dikeruk habis, Setelah tau minyaknya dirampok iblis,
Bung Karno menangis darah.
INDONESIA KEMBALI TERJAJAH INDONESIA TELAH MELUPAKAN SEJARAH
…
Aku datang langsung memapah Bung Karno yang sesunggukan. Jas hijau militernya terlihat licin disetrika.
Dengan maksud menghiburnya, kupanggilkan Grab Car buat keliling Jabodetabek.
Sepanjang jalan Bung Karno terkesima. Lihat gedung-gedung tinggi.
Itu gedung siapa? Tanya Bung Karno.
Itu milik Asing, Bung.
Itu gedung di belakang dan sisi kanan kiri Hotel Indonesia milikku, punya siapa?
Itu milik Aseng, bung.
Apa itu Aseng?
Konglomerat yang suka merampas dan merampok tanah kita, bung.
Bung Karno tercenung. Tatapannya kosong. “Untuk beginikah kemerdekaan diperjuangkan?” gumamnya lirih.
“Bahkan operasi Hotel Indonesiamu, sudah milik asing, Bung,” ujarku.
Aku tak tega lihat Bung Karno yang geram campur sedih.
Kubawa dia ke Bekasi. Di sana ketemu sebuah rencana kota. “Ini kota, apa lagi?” tanyanya.
Inilah Meikarta yang tersohor itu. Sejak kapan orang bisa seenaknya bikin kota di negeriku? Sejak ajaranmu dijadikan keramat. Sejak dirimu hanya dijadikan patung dan nama-nama jalan.
Soekarno terisak-isak. Dia lihat tanah-tanah Bekasi menjadi pabrik dan ruko-ruko yang kosong. Dia terkenang peristiwa Kerawang – Bekasi. Dia terkenang sawah-sawah yang menghijau dan menguning di masanya.
“Ini apa lagi? Apakah kita berada di Jawa Timur? Mengapa namanya Podomoro?” tanyanya penasaran.
“Bukan, Bung. Ini seluruh wilayah, milik aseng dengan nama perusahaan Podomoro!” jawabku.
Tak kusadari, Soekarno tiba di puncak sakitnya. Dia pun pergi menghilang meninggalkanku di Grab Car.
Secarik kertas yang dia tulis dengan tulisan khasnya berkata, “Jangan pikir aku akan bertanya, ini Grab Car milik siapa. Tentu sudah kutahu, ini milik Asing dan Aseng, kan?” Ttd Soekarno
Aku tersenyum lebar. (sed)