Budaya

Hijab: Dari Pakaian Ideologis Ke Pakaian Modis

Nusantarakini.com, Jakarta –

Di Indonesia, ribut dengan lakon pejabat tinggi yang mengenakan pakaian adat daerah. Pada tanggal yang sama, 17/8, di Australia heboh dengan aksi buka Burqa seorang politisi perempuan di sidang senat. Dialah Pauline Hanson, pemimpin partai di Australia, One Nation. Intinya, dia mengolok-olok pakaian religius orang Islam. Sebaliknya di Indonesia, para pejabat itu mengirimkan pesan: ganti pakaian religiusmu, kenakan pakaian lokal adat lamamu. Begitu pesan kampanye Jokowi. Entah Jeka sadar apa tidak.

Jika aksi Hanson di Australia itu malah membuat pakaian religius Muslimah jadi populer, di Indonesia seperti gaya Indonesia yang halus dan hipokrit, pakaian religius tetap tidak tersenggol dengan adanya aksi pakai pakaian adat tersebut. Sebab orang juga berpikir, nanti seiring angin yang berhembus, isu pakaian adat itu cuma sekedar interupsi yang tidak berdampak apa-apa. Sebab hanya sekedar lakon yang tidak dihayati oleh pelaku kampanyenya.

Lalu sebenarnya apa itu sebenarnya pakaian religius bagi orang Islam?

Pakaian religius dalam Islam yaitu pakaian yang memenuhi aturan syariat. Modelnya bisa macam-macam. Bisa burqa, hijab, bisa jilbab, bisa juga kerudung.

Dulu kerudung, kemudian jilbab, sekarang namanya hijab. Macam-macamlah sesuai tren zaman. Dan yang begini, gaya Indonesia.

Tapi soal jilbab maupun hijab ini, dalam kacamata publik, tadinya itu pakaian religius-ideologis. Kemudian bergeser menjadi pakaian kultural. Lalu yang runyam, malah kini sudah menjadi pakaian pop dan menggambarkan modis, setara dengan makna batiklah bagi umumnya pria.

Sifat ideologisnya sudah hilang. Kita berdoa saja, jangan sampai pula bergeser menjadi pakaian untuk mencerminkan daya tarik seksual. Sebab pergeseran-pergeseran makna semacam ini bukan aneh bagi Indonesia yang suka berubah-ubah sesuai tren. (htr)

Terpopuler

To Top