Mengkudeta Nasionalis Religius dari Partai Demokrat?

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Ada yang unik meski cenderung Saya menilai sikap itu sebagai sebuah keanehan, labil dan inkonsistensi dalam berpolitik, dalam hidup ber bangsa dan hidup ber negara. Yang Saya maksud disini adalah adanya upaya “Mengkudeta Nasionalis Religius dari Partai Demokrat.”

Menarik jika kita mencermarti rentetan peristiwa upaya-upaya yang mungkin bisa kita golongkan sebagai upaya sistematis mengkudeta slogan Nasionalis Religius dari Partai Demokrat.

Sebelum kita bercerita tentang Kudeta Nasionalis Religius itu, Saya ingin sampaikan kepada publik tentang apa itu Nasionalis Religius, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam Manifesto Partai Demokrat.

Bagi Demokrat, Nasionalis Religius itu adalah identitas partai yang sudah disematkan sejak Partai Demokrat lahir 9 September 2001 silam dibawah prakarsa Susilo Bambang Yudhoyono.

Nasionalis bagi Demokrat adalah sikap kecintaan kepada Indonesia, mengabdi kepada Indonesia, dan menjaga Indonesia dalam format kesatuan. Demokrat Nasionalis adalah Partai tengah berideologi Pancasila yang tidak ke Kiri tidak ke Kanan, serta tidak menjadi ekstrim kiri atau ekstrim kanan.

Partai Demokrat adalah Partai yang sudah lulus uji berkuasa 10 tahun menjaga Indonesia dan merawat kerukunan antar keberagaman serta menjadikan Indonesia disegani dan dihormati dalam setiap diplomasi Internasional. Di mana Merah Putih berkibar, di situ Panji Demokrat akan berkibar mengawal Merah Putih.

Religius artinya bahwa Partai Demokrat dalam mencintai bangsa, menjaga bangsa, hidup ber bangsa dan bernegara selalu tidak lepas dari nilai-nilai luhur ajaran Agama. Hidup religi, bersandar kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara saling mendorong setiap umat beragama untuk tidak lepas dari doa atas segala aktifitas kehidupan.

Keberagaman Agama bagi Demokrat adalah kekayaan kehidupan religi yang harus dirawat. Terbukti dari keberagaman Agama dan Keyakinan pengurus utama Partai Demokrat. Ketua Umum beragama Islam, Sekjen beragama Kristen Katolik, Ketua Dewan Pakar beragama Islam dan Ketua Dewan Pembina beragama Kristen. Lantas dengan begini, hanya pemikiran tidak waraslah yang berani menuding Demokrat Intoleran.

Nasionalis Religius adalah slogan milik Partai Demokrat sejak lahir. Berulangkali tertulis dalam Manifesto Partai, Mars Partai dan Lambamg Partai. Namun slogan itu, tampaknya serius ingin dikudeta oleh pihak lain. Mari kita ulas sebagai berikut:

Pertama, publik tentu masih ingat pada 25 Mei 2017, Surya Paloh yang adalah Ketua Umum Partai Nasdem menegaskan bahwa Partai yang dipimpinnya adalah Nasionalis Religius. Saya tentu ingin tertawa mendengar itu. Tak ingin menertawakam baiknya saya bertanya. Sebetulnya Nasdem itu singkatan dari Nasional Demokrat atau Nasionalis Religius? Mudah-mudahan pak Surya Paloh tidak lupa dengan kepanjangan Nasdem itu apa, bukan Nasionalis Religius tapi Nasional Demokrat.

Kedua, Sekjen PDIP Hasto tanggal 5 Agustus 2017 pasca pertemuan dengan Hamzah Haz menegaskan bahwa PDIP ingin menguatkan citra Nasionalis Religius. Pasalnya PDIP tidak ingin di stigmakan atau diidentikkan sebagai Komunis.

Ketiga, tanggal 1 Agustus 2017, Viktor Laiskodat Ketua Fraksi Nasdem menuding Demokrat, Gerindra, PKS dan PAN adalah intoleran, partai pendukung khilafah. Tudingan sesat hanya karena Demokrat memperjuangkan dan membela Demokrasi dengan menolak perppu pembubaran ormas tanpa melalui proses hukum. Padahal, Demokrat pasti akan menolak semua bentuk perbuatan atau gerakan yang ingin mengganti ideologi bangsa selain Pancasila. Itu pasti dan harga mati bagi Demokrat.

Lantas mengapa sekarang Nasionalis Religius itu menjadi sangat penting bagi Nasdem dan PDIP? Saya jadi terheran-heran dengan perbuatan itu. Saya juga jadi ingin menjadi bertanya, apakah dengan membela dan mendukung penista agama itu bisa disebut religius? Atau bisakah sebuah Partai disebut Nasionalis jika tidak menerima lahir bathin sebuah keputusan pengadilan yang diproses oleh penegak hukum yang bekerja berdasar amanat Undang-undang?

Contohnya, vonis Ahok menista agama itu masih banyak yang belum bisa menerima dan malah membalikkan opini bahwa itu adalah bentuk intoleransi dan anti Pancasila. Mungkinkah Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan bekerja mendukung intoleran dengan menghukum Ahok?Hmmm…., tampaknya ada upaya mencuci tangan dan mencuci muka dari kekotoran menggunakan slogan Nasionalis Religius.

Sudahlah…, jangan kudeta Nasionalis Religius dari Partai Demokrat, karena Demokrat telah sukses membuktikan itu sejak partai Demokrat lahir, berkuasa 10 tahun dan pasca berkuasa hingga sekarang.

Jika takut disebut Komunis, ya jangan dukung dan jangan pelihara anak ideologi Komunis serta jangan biarkan ideologi Komunis ditumbuhkan lagi. Jika takut dituduh tidak religius, sebaiknya jangan dukung penista agama dan jangan benturkan Pancasila dengan Agama.

Semudah itu seharusnya, tak perlu mengkudeta atau ikut-ikutan latah dengan slogan Nasionalis Religius. Biarkan itu tetap menjadi slogan Partai Demokrat. [mc]

Jakarta, 09 Agustus 2017

*Ferdinand Hutahaean, Juru Bicara Partai Demokrat.