Nusantarakini.com, Jakarta –
Dengan perasaan berat sebetulnya tulisan ini harus saya tulis di pagi hari Senin 31 Juli 2017 menutup Bulan Juli yang akan segera meninggalkan kita. Agustus di depan mata, sebuah bulan yang amat besar bagi Bangsa Indonesia karena di bulan inilah Indonesia di Proklamirkan sebagai Negara dan Bangsa Merdeka, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945.
72 Tahun sudah usia Bangsa ini, sudah cukup matang dan cukup tua jika dibandingkan dengan usia seorang manusia. Beranak cucu dan mungkin mendekati ajal. Tapi Bangsa ini tidak boleh dibiarkan mendekati ajal hanya karena diurus oleh “Rezim Sesat Pikir.”
Lebih dari setahun lalu tepatnya tanggal 29 Mei 2016, saya juga sudah pernah menuliskan artikel singkat yang berjudul “Indonesia Dalam Cengkeraman Penguasa Sesat Pikir.” Dan ternyata Sesat Pikir itu sekarang semakin merajalela di tengah usia pemerintahan Jokowi yang semakin mendekati tutup usia.
Sebetulnya, tutup usia pemerintahan Jokowi bagi saya tidak masalah dan bahkan akan saya ucapkan rasa bersyukur. Hanya satu hal, saya tidak mau bangsa ini juga dibawa menutup usia seiring tutup usia pemerintahan Jokowi yang semakin mendekat.
Ini Indonesia, Bangsa besar yang dimerdekakan dengan darah dan nyawa oleh para pahlawan, oleh rakyat Indonesia yang tak tercatat sebagai pahlawan meski mereka dengan suka rela mengangkat bambu rincing untuk melawan penindasan dari penjajah yang merampas kebebasan dan kedaulatan wilayah Indonesia.
Namun sungguh sangat disayangkan, justru Patung Pahlawan Cina yang berdiri megah seperti patung Po An Tui yang justru menurut keterangan beberapa sejarah adalah pengkhianat bagi Indonesia berdiri dan diresmikan Mendagri Tjahjo Kumolo di Taman Mini Indonesai Indah, atau Patung Jendral Cina di Tuban yang besarnya melebihi patung Jenderal Soedirman.
Jelas bagi saya ini adalah akibat Sesat Pikir Rezim Jokowi. Sesat pikir ini tak cukup hanya sebatas pembangunan patung tersebut, namun juga sesat pikir terhadap dibolehkannya buruh atau tenaga kerja Cina menyerbu Indonesia ditengah tingkat angka pengangguran yang tinggi dan sulitnya lapangan kerja yang terbuka, hingga pada akhirnya banyak sarjana kita yang berakhir di atas sepeda motor menjadi tukang ojek. Semoga mimpi buruk ini segera berlalu.
Sesat Pikir itu ternyata semakin akut di usia pemerintahan yang semakin tua. Indikatornya apa? Mudah, Bangsa ini semakin hari semakin terpuruk. Kepercayaan internasional merosot, ekonomi terpuruk, rakyat dipajaki, subsidi dicabuti, program mulai mangkrak, bahkan parahnya uang milik Jamaah Haji pun mau diutak-atik ke infrastruktur demi penyelamatan citra dari karma Proyek Mangkrak.
Saya teringat bagaimana pak Jokowi gagah dengan kalimat-kalimat mangkrak terhadap proyek masa lalu, yang hanya kecil. Contoh Proyek Listrik, ada 34 proyek mangkrak dengan total daya cuma 628 MW, itu kecil sekali dibanding program kelistrikan SBY. Tidak sampai 5% tapi didengungkan cuma besar di kata mangkrak.
Akhirnya sekarang Jokowi dihantui karma kata mangkrak, karena programmnya menuju mangkrak, bahkan negara juga terancam mangkrak. Pertanyaannya, masih tersediakah uang negara untuk bayar gaji PNS Oktober nanti? Kalau tersedia, kita turut bersyukur.
Selain itu, tampaknya sesat pikir sudah merasuki dan menulari media yang selama ini jadi pendukung Jokowi. Lihatlah seperti Metro TV dan beberapa media lainnya yang memberitakan pertemuan SBY dengan Prabowo di Cikeas. Sedih, miris, mau marah tapi tak berguna, itulah ekspresi yang timbul menonton berita dari Metro TV dan membaca berita di Media Indonesia yang menuliskan tajuk “Meluruskan Sesat Pikir Para Mantan.”
Sungguh hina dan rendah sekali media sebesar Metro TV dan Media Indonesia memilih kata-kata seperti itu dalam pemberitaan. Padahal, pertemuan SBY dan Prabowo menyampaikan pemikiran dan kewajibannya sebagai anak bangsa untuk mengawal perjalanan negara ini, supaya tidak salah arah dan tidak semakin jauh menyimpang.
Aneh, dan sungguh di luar nalar, ketika pemikiran kebangsaan yang disalurkan sebagai kritik dinilai Metro TV dan Media Indonesia sebagai perbuatan sesat pikir. Yang Sesat Pikir itu Pemerintahan Jokowi dan para pendukungnya seperti Metro TV dan Media Indonesia yang memberitakan opini dan persepsi, bukan lagi memberitakan peristiwa faktual.
Pertemuan SBY dan Prabowo disampaikan ke publik secara terbuka, salah satunya pernyatan SBY agar pemerintah tidak berjalan tanpa kontrol, dan pernyataan Prabowo tentang UU Pemilu yang menipu logika. Lantas dimana sesat pikirnya?
Metro TV dan Media Indonesia sebagai pendukung Rezim Sesat Pikir ini hendaknya mengedepankan kaidah jurnalisme yang jujur. Jangan kebanyakan percaya kepada para terpidana seperti Antasari Azhar dan Ahok, itu tidak baik. Karena tidak ada kebenaran dari mulut para terpidana karena pelaku kejahatan diberikan hak membela dirinya bahkan dengan kebohongan sekalipun.
Sesatnya arah Bangsa ini tidak lepas dari Sesat Pikir Rezim yang memerintah. Saran saya kepada publik agar menjaga jarak nalar dengan pemerintah ini dan para pendukungnya. Hindari berdekatan karena ternyata pemimpinnya bisa berbelok tiba-tiba tanpa menggunakan lampu penunjuk arah. Nanti logika dan nalar anda tertabrak dan cacat, sebaiknya jaga jarak aman nalar anda dari rejim sesat pikir ini. [mc]
Jakarta, 31 Juli 2017
*Ferdinand Hutahaean, Rumah Amanah Rakyat.