AS versus Cina, dan Masa Depan Indonesia

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Status Adikuasa Amerika Serikat (AS) adalah hasil dari pertumbuhan pesat AS paruh waktu abad ke-20. Antara tahun 1870 hingga tahun 1950, AS mencetak sejarah spektakuler dunia global dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi 27,3% dari total PDB global.

Kekuatan ekonomi inilah yang menopang kekuatan militernya. Dengan total belanja militer sebesar USD 711 MILIAR, setara dengan 48% total belanja militer global. Inilah yang menjadikan AS sebagai polisi dunia dan kekuatan politik yang dominan di dunia global.

As mempertahankan kepemimpinan militernya atas negara-negara lain guna mencegah munculnya pesaing-pesaing potensial. AS mengalahkan musuh-musuhnya dengan kecenderungan tanpa menghormati sekutu-sekutunya, maupun kedaulatan negara lain.

Pasca perang dingin, dengan rontoknya Uni Soviet pada Desember 1991, lahir sebuah dunia unipolar yang didominasi oleh adikuasa tunggal tanpa tanding dan berpengaruh menentukan di seluruh sudut bumi. Kekuasaan yang mencengangkan dalam sejarah umat manusia.

AS gagal memahami perubahan zaman. Pasca serangan 9/11 2001 dan invasi militer ke Irak yang tidak dapat dukungan dari dunia global. AS tidak mendapatkan kemenangan yang berarti. Justru dipermalukan di Irak. Dengan total anggaran sampai mencapai US 3 triliun, runtuhnya finansial AS Di tahun 2008 karena kegagalan menopang ekonomi global, belum melahirkan pengakuan umum tentang cakupan dan kemutlakan kemerosotan itu, dan bagaimana hal akan mengikis kekuatan dan penggaruh AS di masa depan.

Kebangkitan Cina akan mengubah tatanan dunia yang selama ini kita kenal diciptakan oleh Barat, menjadi dunia semakin banyak dibentuk Cina.

Revolusi dan Modernisasi serta Modifikasi infrastruktur kereta cepat (Gao Tie), dengan teknologi super canggih yang belum dimiliki Barat. Yaitu rekayasa dan manufaktur mesin yang terintegrasi ke sistem perlindungan dan keamanan, telah melewati 2 abad pencapaian dunia Barat.

Cina mengunakan teknologi tersebut untuk menbangun jalan kereta cepat untuk mengintegrasikan benua Asia sampai ke benua Afrika melewati Timur Tengah dan Eropa. Di Asia Tenggara dibangun dari kota Kun Ming (Cina) sampai Singgapore dan melewati Bangkok, Kuala Lumpur. Inilah “Modern Silkroad.” ONE BELT ONE ROAD Policy, untuk kepentingan ekonomi.

Dengan terbangunnya kereta cepat yang terintegrasikan ke seluruh pelosok dunia, dengan sendirinya AS akan terisolasi sendirian. Inilah strategi militer kuno SUN ZI yang hidup 520- 400 SM. Hingga kini masih relevan untuk digunakan.

Strategi SUN ZI lebih mengutamakan upaya melemahkan dan mengisolasi musuh, daripada bertempur memeranginya dengan kekerasan dan kekuatan militer. Menang dan kalah sudah ditentukan, sebelum pertempuran itu terjadi. Inilah strategi Cina berperang dengan AS.

Menurut proyeksi Golman Sachs (penulis dari Inggris), di tahun 2050 Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia global di urutan ke 7, di bawah Cina, AS, India, Brasil, Meksiko, Rusia, bahkan berada di atas Inggris dan Jerman yang menempati urutan ke-8 dan ke-9.

Para elit bangsa sudah saatnya kembali ke DNA-nya yaitu Demokrasi Pancasila dan Gotong Royong yang sudah berakar sebelum kemerdekaan bangsa. Dan juga harus berani berinovasi untuk melepaskan cengkaramannya dari IMF dan BANK DUNIA dan menihilkan Propaganda, provokasi, adu domba RAS dan Agama yang merupakan “cacing dalam perut singa.”

Merajut semua komponen Kebhinnekaan Bangsa ke dalam satu kesatuan NKRI. Karena itu merupakan potensi dan kekuatan Bangsa untuk tinggal landas menuju harapan menjadi kekuatan ke-7 dunia global dan membawa kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. INDONESIA PASTI BISA. [mc]

*By Chandra Suwono, Pemerhati Ekonomi Politik, tinggal di Jakarta.