Nusantarakini.com, Jakarta –
Jenderal mati, gembel juga mati. Raja mati, rakyat juga mati. Yang namanya manusia, musti mati.
Masalahnya tidak semua orang arif menghadapi kematian itu. Kebanyakan mengabaikannya.
Tatkala kematian itu mendekatinya, dia tidak siap. Namun ada juga yang berpikir, kalau sudah mati, ya mati. Selagi belum mati, maju terus, pantang mundur menikmati kehidupan.
Bagi jenderal, selagi jenderal, nikmati sepuas-puasnya jadi jenderal. Lha kalau sudah turun jabatan dari jenderal, tidak mungkin lagi menikmati lezatnya hidup sebagai jenderal.
Nanti kalau sudah turun dari jenderal, menjadi anggota masyarakat pada umumnya, barulah dipikirkan bagaimana itu menghadapi kematian. Yang pasti nanti sajalah melakoni hidup. Sekarang maju terus pantang mundur. Rebut apa yang bisa direbut. Mumpung lagi berkuasa.
Nah yang repot waktu itu punyanya Tuhan. Kita tidak bisa pastikan hidup akan terus berjalan. Lha kalau tiba-tiba lagi asyiknya lakonin hidup jadi jenderal, waktu itu dicabut Yang Empunya, habislah kita.
Pakaian jenderal yang bikin ketakutan para manusia, musti tertinggal di dunia. Di alam barzakh, pakaian kebesaran duniawi itu, nggak dihitung. Berapa pun bintang bertabur di pundak.
Tetapi sebagian manusia lucu juga. Seragam dipakaikan ke mayit di dalam peti jenazah. Apa mungkin pakaian itu dapat menakut-nakuti malaikat Munkar dan Nakir. Atau mereka berpikir bahwa hidup setelah mati itu pakaian kren bisa masuk hitungan?
Selagi nyawa masih di badan, jabatan masih berfungsi, mengapa tidak banyak mengumpulkan pahala dengan tidak menyalahgunakan jabatan? (frt)