Nusantarakini.com, Jakarta – Pertanyaan yang wajar muncul untuk kegiatan aksi massa besok yang dipusatkan di DPR/MPR yaitu untuk apalagi aksi massa dilakukan dengan memobilisasi massa umat Islam melalui pemanfaatan sentimen isu Ahok yang tidak ada ujungnya itu?
Memang sulit dihindarkan akan timbulnya keheranan orang dengan aksi massa besok hari. Bagaimana pun, aksi massa besok tidak bisa menjawab mengapa harus aksi terus?
Jika dijawab bahwa aksi itu diperlukan supaya Ahok dinonaktifkan sebagai Gubernur, maka berarti tuntutan sudah bergeser dari sebelumnya yang menuntut agar Ahok dihukum. Saat ini Ahok tengah menjalani proses hukumnya. Lantas mengapa tidak konsisten mengarahkan target aksi kepada dipastikannya vonis hukum terhadap Ahok yang pengadilan itu dilaksanakan di Ragunan, bukan di DPR.
Saat ini DPR terjadi dinamika akan dilancarkannya hak angket terkait kasus Ahok. DPR jelas urusannya mengawasi pemerintah. Hak angket dilakukan, maknanya menargetkan Presiden, bukan Ahok.
Maka jika aksi unjuk rasa besok yang memanfaatkan massa aksi sebelum-sebelum ini, jelas menurut hemat kami, perancang aksi besok itu kurang bertanggung jawab karena mengeksploitis massa umat Islam kepada suatu target yang berbeda dari yang dipahami umat Islam terkait isu Ahok.
Boleh dikatakan para perancang aksi besok terjangkit penyakit petualangan yang berbahaya bagi massa aksi.
Diketahui, isu hak angket soal Ahok sudah menjadi urusan politik partai-partai yang interestnya berbeda dengan massa aksi sebelum-sebelumnya, kecuali massa aksi yang berasal dari partai.
Karena itu, selain karena mubazir dan menyeleweng dari esensi tujuan aksi-aksi sebelumnya, aksi unjuk rasa besok tidak perlu diikuti karena agendanya sudah bergeser.
Kendati angka-angkanya diidentikkan dengan 212, tetap esensi dan rohnya beda.
Apabila hendak bertujuan menamatkan pemerintahan Jokowi yang terus memaksakan Ahok berkuasa di DKI, harusnya dilakukan pada saat 411. Padahal kesempatannya waktu itu sangat besar.
Sekarang jika arahnya ke presiden, hemat kami, itu percuma di tengah tergerusnya kepercayaan umat terhadap aksi-aksi pasca 212 akibat ditautkan dengan agenda Pilkada DKI yang bersifat partikular dan sempit.
Keterlibatan dua pasangan calon gubernur pada aksi zikir 11 Februari lalu amat disayangkan karena mengubah corak aksi massa menjadi beraroma pekat promosi paslon tertentu pada Pilkada DKI.
Sekarang jika tetap ingin memastikan agar umat tidak dikecoh kepada urusan politik praktis, unjuk rasa besok biarlah menjadi urusan massa partai semacam PKS, Demokrat, Gerindra, PPP, dan lain-lain.
Di luar massa non partai, sebaiknya tetap memantau perkembangan saja sembari menyiapkan aksi massa yang bersifat melanjutkan spirit dan ideologi 212 yang monumental tersebut. (sed)