Nusantarakini.com, Jakarta-
Tahun baru 2017 sudah tiba. Hari ini tepatnya tanggal 3 Januari 2017 di Jakarta. Di tahun 2016 saya masih ingat tepatnya tanggal 14 Oktober 2016 , siang itu saya pergi bersama abang angkat saya dan seorang teman. Kami makan bertiga di sebuah Rumah Makan Padang di Jakarta Pusat, tepatnya bersampingan dengan kantor polisi Polres Metro Jakarta Pusat.
Pada kesempatan itu kami bertiga duduk bersama makan siang di sebuah meja, dan di depannya sedang ada berita di televisi Aksi Demo Islam Pertama, diberitakan massa demo berjumlah sekitar kurang lebih 6000 sampai dengan 7000 orang.
Dimana pada saat itu saya mengeluarkan pendapat bahwa dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Bapak Basuki Tjahaja Purnama alias Pak Ahok akan pasti menjadi makin panas. Tetapi pada saat itu teman saya menjawab gak lah, nanti juga akan reda. Saya katakan, “Saya sangat yakin tidak mungkin reda sebelum Pak Ahok diperiksa dan dijadikan tersangka oleh kepolisian.” Nanti kita bisa sama-sama melihatnya betul gak apa yang saya katakan ini.
Mengapa bisa tidak mungkin reda? Karena ini bukan permasalahan rasio lagi akan tetapi sudah meyangkut permasalahan agama yang merupakan permasalahan perasaan orang banyak. Yang saya sebut “the feelings of many”. Dimana kita tahu negara kita adalah mayoritas penganut agama Islam terbesar di dunia.
Selain permasalahan agama, hal dugaan penistaan agama ini juga sudah saya baca di internet tercatat jelas di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) yaitu pasal 156 dan Pasal 156a yang mengatur tentang Penodaaan Agama sebagai berikut ini :
Pasal 156
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemudian permasalahan ini sudah beredar sangat luas oleh sosial media youtube, saya katakan ibaratkan bola yang sangat panas dan sudah sangat liar, juga dikarenakan saat ini pun sebetulnya sudah termasuk terlambat dalam penanganan dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Pak Ahok ini.
Akhirnya berlanjut massa aksi demo Bela Islam Dua dan Tiga akhirnya betul sekali, tepatnya tanggal 4 November 2016 dan 2 Desember 2016. Massa yang terkumpul sampai berjumlah berjuta-juta orang, beruntung sekali 2 Desember itu demo berjalan damai walaupun massa yang turun diperkirakan berjumlah 5 juta sampai 6 Juta orang.
Jujur sekali pada saat itu saya dan keluarga beserta sabagian besar teman-teman sangat resah akan situasi dan kondisi yang berpotensi terjadi kekacauan besar seperti kerusuhan dan sebagainya, dikarenakan saya hanya berpikir jika massa yang demo pada saat itu marah apakah aparat keamanan masih sanggup untuk mengendalikannya, dan ternyata betul pada tanggal 4 November 2016 malam hari saya nonton di video hand phone saya terjadinya penjarahan di sebuah Indomaret tepatnya di wilayah Penjaringan Jakarta utara, dan ada sebagian kecil massa yang keliling terjadi pelemparan batu ke salah satu toko serta perusakan beberapa mobil di jalanan.
Kemudian pada malam itu juga terjadi pembakaran beberapa mobil di area demo berlangsung, serta polisi menembakkan gas air mata yang bertubi-tubi dan akhirnya massa demo masing-masing dapat membubarkan diri setelah mendapatkan perjanjian oleh Wakil Presiden Bapak Jusuf Kalla untuk berjanji segera proses hukum dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Bapak Ahok.
Dan akhirnya proses hukum pun berjalan dengan cukup cepat dari tahap tersangka sampai tahap P21 yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung yang telah dikaji oleh 13 jaksa profesional. Kemudian proses hukum sampai tahap perlimpahan berkas ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dan Kemudian disidangkan sejumlah 3 kali ditetapkan Bapak Tjahaja Basuki Purnama Alias Pak Ahok telah menjadi status terdakwa kasus penistaan Agama.
Sampai Saat ini tepatnya Hari Selasa tanggal 3 Januari 2017 sudah sidang yang keempat kalinya.
Pada awalnya yang membuat saya cukup yakin bahwa Pak Ahok telah terduga cukup kuat kasus melakukan penodaan agama dikarenakan beberapa hal dasar yang saya amati sebagai berikut ini :
Pertama, dari hasil video youtube yang saya tonton itu memang benar menandakan Pak Ahok berbicara seakan kalimat bahasanya sedang menyampaikan kampanyenya dan Pak Ahok telah menyeberang ke perkataan soal agama, yang saya ambil singkat ucapan Pak Ahok, “Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, gak bisa pilih saya. Ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51,” ucap Ahok.
Kemudian video youtube lengkap ini pun sudah ada hasil uji pusat laboratorium forensik (Puslabfor) Mabes Polri. Dari hasil uji Puslabfor ini Direktur Tindak Pidana umum Bareskrim Polri Brigjen Agus Andrianto mengatakan tidak ada pengurangan atau penambahan pada video youtube ini. Nah dengan kata-kata ini lah dari Pak Ahok sudah jelas menyeberang dengan kalimat cukup kuat dugaan hinaan agama dan hinaan ulama.
Kedua, fatwa MUI sudah dikeluarkan yang telah dikaji oleh para ulama di MUI dan telah menyatakan Bapak Basuki Tjahaja Purnama alias Pak Ahok telah melakukan penghinaan terhadap agama dan ulama.
Ketiga, sejumlah besar pakar hukum ahli pidana dan ahli bahasa telah menyatakan dugaan kuat kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Bapak Basuki Tjahaja Purnama Alias Pak Ahok , dan saya belum membaca di media manapun yang isinya pakar hukum menyatakan Bapak Basuki Tjahana Purnama alias Pak Ahok dalam hal ini tidak benar melakukan penistaan agama. Jika ada saya juga ingin tahu apa alasannya, namun hal ini juga tidak ada.
Mengapa saya cukup yakin dan percaya akan pernyataan sejumlah besar pakar hukum dan fatwa MUI tentang penodaan agama ini, dikarenakan hal penanganan kasus penistaan agama memang bidangnya pakar hukum ahli pidana dan bidangnya para ulama di MUI.
Saran dari saya, justru dalam hal penistaan agama ini menurut saya jika sampai ada orang yang ikut-ikutan berbicara dan menyebarkan ke sosial media bahwa Pak Ahok tidak menistakan agama. Hal Ini jika terjadi justru seharusnya aparat kepolisian pantasnya mencari orang tersebut untuk diselidiki dan diproses hukum sesuai undang-undang ITE yang berlaku. Dikarenakan jika ada orang yang bukan ahlinya atau bidangnya ikut-ikutan menyebarkan hal bahwa Bapak Basuki Tjahaja Purnama Alias Pak Ahok tidak menistakan agama ini akan berpotensi kuat terjadinya pernyataan yang menyesatkan bagi teman-teman yang kurang dapat memahami permasalahan ini, sehingga potensi terjadinya pro dan kontra akan makin panas.
Di sini saya coba membedah mengapa kasus penistaan agama harus ada proses hukum di negara Indonesia? Dikarenakan negara kita ini rakyatnya menganut agama yang berbeda-beda yaitu : Agama Islam, Agama Kristen, Agama Katolik, Agama Hindu, Agama Budha dan Agama kepercayaan Kongfuzhu.
Sehingga sangatlah penting adanya Undang Undang Republik Indonesia di bagian Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP ) yang berlaku untuk melindungi kerukunan umat beragama, agar tidak terjadinya pertengkaran yang sampai bentrokan antar umat beragama, juga agar tidak terjadinya permusuhan antar umat beragama yang sampai terjadinya Konflik-konflik berkepanjangan.
Hal Ini pun sudah ada tercatat di Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29 tentang kerukunan umat beragama.
Kita ambil contoh sejarah kasus penistaan agama oleh seorang pemuda muslim di Pulau Jawa pada awal tahun 20-an terjadi demo besar dengan massa berjumlah 35.000 dalam waktu satu malam. Padahal pada saat itu Jumlah penduduk di Surabaya saja baru 300.000 jiwa.
Juga sejarah kasus kerusuhan Situbondo pada Tanggal 10 Oktober 1996 berawal dari kasus penistaan agama oleh seorang yang bernama Saleh. Pada saat itu kerusuhan terjadi 24 Gereja di lima kecamatan dibakar atau dirusak, serta beberapa sekolah Kristen dan Katolik, satu panti asuhan Kristen, dan toko-toko milik orang Tionghoa. Dalam Kerusuhan itu telah tewas terpanggang api 5 orang keluarga Pendeta Ischak Christian di dalam komplek Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) yang terletak di Jalan Basuki Rachmat Situbondo.
Saya sering kali dapat kabar burung terbangun opini menyatakan dugaan kasus penistaan agama oleh Pak Ahok ini adalah ditunggangi aktor politik, dipolitisir, politik kotor, dicari-cari kesalahan Ahok. Kalau dicari-cari kesalahan juga saya kira tidak akan ditemukan yang fatal seperti ini jika tidak ada perbuatannya Pak Ahok.
Semua penyebaran kalimat-kalimat ini tentunya sangat salah besar karena kalimat-kalimat seperti ini berpotensi bertambah panasnya situasi dan kondisi. Hal Ini utama dasarnya adalah bukan permasalahan rasio lagi akan tetapi permasalahan perasaan orang banyak terhadap agama. Juga hal ini tercatat di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 156 dan Pasal 156a yang berlaku sampai saat ini. Jika ada pun aktor politik lawannya ikut-ikutan tidak dapat dipungkiri karena kebetulan pas dekat pilkada. Akan tetapi besarnya jumlah massa pada 4 November dan 2 Desember 2016 karena menyangkut perasaan orang banyak.
Bisa kita buktikan untuk perbandingan jumlah massa yang sengaja digerakkan oleh Partai Golkar, Partai Nasdem, beberapa perusahaan besar, kementerian terkait juga ikut menggerakkan Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) dan sebagian pendukung Cagub nomor 2 untuk meramaikan “Aksi Kita Indonesia” pada tanggal 4 Desember 2016. Jumlah massanya paling hanya berjumlah beberapa ribu orang atau tidak sampai 10.000 orang. Itu pun banyak sekali beredar berita jelas-jelas sebagian besar massa “Aksi Kita Indonesia” itu dibayar untuk ikut berkumpul. Kemudian pasca acara “Aksi Kita Indonesia” itu sangat parah sampahnya berserakan di mana-mana dan berantakan sekali. Sangat berbeda dengan pasca Aksi Bela Islam, semua areanya bersih sekali tanpa adanya sampah-sampah yang berserakan.
Juga ada kabar burung bahwa terbangun opini sampai ditetapkan Ahok sebagai terdakwa itu pemaksaan. Ini sama sekali tidak benar, karena negara tidak mungkin kalah dengan sekelompok orang yang berani mencoba memaksakan kehendak.
Contoh banyak teman yang merasa tidak adil mengapa Pak Ahok tidak ditahan sampai saat ini? Itu memang sungguh tidak adil jika kita berdasarkan Pasal 21 KUHAP No.8 Tahun 1981, penahanan dikenakan pada tersangka atau terdakwa yang diancam pidana penjara lima tahun. Juga kasus-kasus sebelumnya semua tersangka dan terdakwa kasus penodaan agama ditahan. Faktanya Pak Ahok terdakwa dengan ancaman penjara lima tahun tidak juga ditahan.
Sekali lagi saya tegaskan untuk kasus penistaan agama ini yang dilakukan terdakwa Pak Ahok ini murni dasar dari perbuatan Pak Ahok di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa 27 September 2016. Bukan karena siapa-siapa atau karena apapun, bukan karena diskriminasi, juga bukan karena intoleransi.
Buktinya tahun 2012 Jokowi-Ahok menang dalam pilkada. Buktinya Pak Ahok pernah jadi bupati , buktinya Bapak Kwik Kian Gie bisa menjadi Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI ke-7. Bapak Kwik Kian Gie pernah menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Ke-6. Bapak Kwik Kian Gie juga pernah menjadi Wakil Ketua MPR. Saya sendiri cukup banyak teman-teman yang beragama Islam. Semua teman-teman umat muslim cukup baik terhadap saya.
Jadi siapapun kita stop untuk ikut-ikutan memutarbalikkan fakta dan kenyataan.
Untuk kasus penistaan agama yang dilakukan terdakwa Ahok ini ke depannya sungguh sebuah pelajaran besar yang sangat penting untuk semua teman teman di NKRI. Siapa pun kita untuk tidak boleh menodai agama apa pun.
Saran saya bagi teman-teman yang ingin ikut hal sosial politik harus bisa sedikit banyak memahami hukum yang berkaitan pada setiap permasalahannya, juga harus memahami apa Itu anality, factuality, dan solution.
*By Mr. Kan : Pengamat sosial, politik dan hukum (mc)