Nusantarakini.com, Jakarta – KH. Musta’in Syafi’i menolak pimpinan pusat NU yang tidak aktif mendukung umat Islam dalam Pilkada DKI. Dia h, bila kyai dan ulama di jajaran syuriah tersebut tidak memihak kepada umat Islam dan bisu dengan apa yang dihadapi umat, berarti para ulama dan kyai tersebut bukan lagi pewaris Nabi.
Dia menambahkah, bahwa dahulu sebab timbulnya resolusi jihad tidak semata-mata untuk membela negara. Tetapi juga sekaligus membela agama.
“Sebagai muslim, Penjajah ditumpas bukan semata karena membela negara, tapi lebih karena agama. Makanya ada istilah perang sabil, resolusi jihad, dwn lain-lain. Pejuang yang gugur dihukumi syahid, tanpa dimandikan, tanpa dikafani, tanpa dishalati,” ujarnya.
Di tengah opini yang menyeragamkan NU yang berpihak kepada Ahok, ternyata di jantung perkaderan NU yaitu Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, suara murni NU yang Islam tetaplah hidup dan eksis. Sekarang suara itu banyak dikumandangkan oleh KH. Musta’in Syafi’i.
Kyai ini merupakan penghapal Al-Qur’an dan memiliki santri penghapal Al-Qur’an di berbagai daerah. Dia menyoroti pentingnya memperhatikan penentuan Imam atau pemimpin. “Nashbul Imam adalah masalah agama yang sangat serius. Karena pemimpin adalah penentu kebijakan yang berdampak besar kepada rakyat. Jika pemimpin non muslim menentukan kebijakan yang merugikan Islam dan umat Islam, demi Allah mereka yang memilih dia berdosa, termasuk yang membiarkan tanpa fatwa agama, apalagi masuk pula menjadi tim sukses orang tersebut.”
“Mengambil sikap netral, memangnya NU itu KPU? Jika para cagub seiman, wajar NU netral. Sangat memprihatinkan jika NU hanya vokal soal tahlilan, yasinan, ziarah kubur yang diganggu. Tapi tidak punya nyali untuk memberi fatwa politik yang agamis dan demokratis. Padahal ini masalah besar terkait kemaslahatan umat baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Hanya Muslim minimalis (musailim) yang memandang politik hanya masalah dunia. Sadarilah, tercatat 65 kali perang (ghazwah dan sariyah) selama preode Nabi demi memaslahatkan umat via kekuasaan,” pungkasnya.
Pandangan pengasuh pondok pesantren terkemuka di Indonesia ini menyindir dengan keras sikap dan perilaku segelintir pimpinan NU di pusat. (sed)