Politik

Mengapa Tempo dan Ahok Saling Serang?

Nusantarakini.com, Jakarta. Awalnya Tempo adalah media garda terdepan yang memuji dan membela segala sepak terjang Ahok. Misalnya pada pemberitaan kasus RS. Sumber Waras, Tempo selalu menyajikan berita-berita positif walaupun banyak media lain menyerang Ahok. Oleh karena banyak lawan-lawan Ahok yang menuduh Tempo sebagai media corong Ahok semata.

Namun, kini Tempo berbalik sembilan puluh derajat berita-beritanya terhadap Ahok. Baca saja Majalah Tempo, edisi Amuk Reklamasi, terbitan tanggal 23-29 Mei 2016 lalu. Disitu nampak sekali bagaimana sikap Tempo terhadap Ahok berubah total. Ahok ditelanjangi habis oleh Tempo pada kasus reklamasi pantai.

Dasar karakter Ahok yang temperamen, membaca berita Tempo tersebut langsung naik darah dan ingin menuntutnya. “Aku mau lapor polisi nih, ini berarti lu fitnah gua lho. Dapat dari mana tulisan ini? Aku mau tahu kertas aslinya dari mana. Kalau Tempo bilang ini sumber dari KPK, berarti KPK harus dicari siapa yang bocorin. Saya akan cari. Kalau Podomoro yang tulis seperti ini, saya akan gugat dia. Ini mesti jelas. Ini gila tulis gini. Betul, jahat banget,” demikian jelas Ahok didepan awak media.

Namun Ahok urung melaporkan Tempo ke pihak kepolisian. “Enggak, kami sama Tempo hubungannya baik. Aman, saya udah ngomong sama redakturnya, ada apa ini? Dapat dari mana ini? Ya kayak teman aja, saya udah tanya,” ujar kata Ahok di Balai Kota pada Senin, 16 Mei 2016. Tujuan Tempo memancing perhatian Ahok tampaknya berhasil. Dialog dari hati ke hati sudah bisa dilakukannya.

Namun demikian publik tetap bertanya-tanya sebenarnya ada apa dengan mereka? Apakah mereka sempat pecah kongsi?

Pendukung Ahok, Rudi Valinca melalui akun twittwenya @kurawa mengatakan bahwa Tempo menyerang Ahok dilatarbelakangi motif ekonomi. Ia menjelaskan Tempo saat ini sedang dililit persoalan keuangan dan butuh penyelamatan. Dengan menyerang Ahok, Tempo berharap bisa diajak kerja sama oleh Ahok.

Dengan kasus Ahok-Tempo ini semakin membuka mata publik bahwa media sebesar Tempo juga main mata dengan kepentingan politik. Menurut Dendy Susianto, direktur Lembaga Konsultan Politik Indonesia (LKPI), apa yang terjadi antara Ahok dan Tempo adalah fenomena yang lazim terjadi di setiap menjelang pilkada. “Tidak ada makan siang yang gratis dalam politik. Hubungan antara media dan kandidat adalah timbal balik. Media butuh uang dan kandidat butuh publisitas,” jelas Dendy.

Dalam setiap ada momen Pilkada, media berita selalu mendekati semua kandidat untuk diajak kerja sama. Bentuk kerja sama antara kandidat dengan media berupa pemasangan iklan hingga pembuatan pemberitaan yang positif tentang kandidat.

Media memiliki berbagai teknik pemberitaan agar dilirik oleh kandidat pilkada. Misalnya, pada awalnya media memberitakan berbagai hal yang positif tentang kandidat. Dengan pemberitaan positif tersebut media berharap si kandidat segera menghubungi media untuk bekerja sama membuat pemberitaan yang lebih positif dan lengkap dengan iklannya. Demikian ungkap Dendy Susianto, konsultan politik yang sudah lama malang melintang di dunia pemenangan pilkada.

Dalam konteks hubungan antara media dengan kandidat pilkada semacam inilah yang sebenarnya terjadi antara Ahok dengan Tempo. Oleh sebab itu bila sebelumnya Tempo membela Ahok dan kini berbalik melawan Ahok, maka bisa ditebak ada hubungan yang tidak saling menguntungkan antar kedua belah pihak, demikian jelas Dendy Susianto. Namun kini nampaknya sudah terjadi kecocokan diantara kedua belah pihak. Kita lihat saja episode berikutnya. (*mayang kemuning)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top