Politik

Sisi Negatif Gubernur Ahok Yang Tidak Kamu Ketahui

 

Nusantarakini.com, Jakarta –

Kinerja Gubernur Provinsi DKI Jakarta, selama dijabat Basuki Tjahaja Purnama menunjukkan kinerja yang buruk.

Indikatornya, antara lain;
1. rendahnya penyerapan anggaran
2. sejumlah kebijakan yang dilaksanakan melanggar perundang-undangan dan tidak sesuai dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Tidak bisa dibantah lagi bahwa keadaan tsb mencerminkan buruknya akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Basuki.

Laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2014 mengungkapkan 38 temuan pelanggaran kepatuhan terhadap perundang-undangan dan 32 temuan pelanggaran atas pengendalian internal.

Disharmoni antar pejabat Pemprov DKI, antara eksekutif dan legislatif, juga membuat kinerja pemerintahan tidak maksimal.

Kondisi ini membuat masyarakat Jakarta menjadi korban karena program pembangunan tidak berjalan seperti yang diharapkan.

Gubernur Basuki Gagal mengatasi kesenjangan di DKI

Pemprov DKI Jakarta dibawah kendali Gubernur Basuki, tak mampu atasi ketimpangan ekonomi serta kesenjangan kaya-miskin.

Dengan menggunakan Gini Ratio, ketimpangan di Ibukota sangat mencolok. Bahkan tingkat ketimpangan di ibukota berada pada urutan tertinggi dibanding provinsi lain di negeri ini.

Gini ratio atau indeks ketimpangan DKI Jakarta mencapai 0,432, menunjukkan tingkat kesenjangan tertinggi dalam sejarah Indonesia.

Angka 0,4 hingga 0,6 sudah termasuk kategori lampu kuning. Sedangkan, lebih dari 0,6 adalah rasio berbahaya, yang menunjukkan ketimpangan sosial ekonomi tidak lagi bisa ditoleransi.

Ketidakmampuan mengatasi ketimpangan itu membawa dampak seperti terganggunya indikator kesehatan dan sosial yang berkaitan dengan; usia harapan hidup, angka kematian ibu dan anak, angka kesakitan, atau angka kejadian depresi dan gangguan mental.

Tingkat rasio gini DKI selama Gubernur Basuki menjabat juga memburuk. Padahal kondisinya masih aman saja sejak 2009 hingga tahun 2013, di mana posisi tertingginya 0,39 di 2012.

Data BPS juga mengindikasikan kondisi ketimpangan sosial ekonomi yang makin melebar, jika dikonfrontasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan perlambatan yaitu tumbuh 5,95%. Sedangkan tahun sebelumnya berada di 6,11%.

Keadaan itu menunjukkan bahwa kelompok kaya dengan penghasilan rata-rata tertinggi Rp5,5 juta per kapita setiap bulannya lebih mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi tersebut sebesar 49,79%.

Kelompok masyarakat menengah atas atau memiliki pendapatan rumah tangga lebih dari Rp7,2 juta per bulan mencapai indeks kebahagiaan tertinggi yaitu 76,21.

Itu mencerminkan bahwa jarak antara kelompok berpunya dengan masyarakat miskin di Ibu Kota semakin lebar.

Kondisi itu bisa dikatakan juga bahwa Pemprov DKI dibawah kendali Gubernur Basuki lebih melayani mereka yang berpunya, alias kelompok masyarakat kaya.

Gubernur Basuki Gagal Atasi Kemiskinan di DKI

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Jakarta 412.790 jiwa pada September 2014. Angka kemiskinan Jakarta itu meningkat 41.090 jiwa dibanding tahun sebelumnya pada periode yang sama.

Jumlah itu ada di urutan ketujuh angka kemiskinan terbanyak dari seluruh provinsi di Indonesia.

Jakarta adalah metropolitan yang selama ini dikenal sebagai tempat di mana 70% perputaran uang negeri ini berada. Perputaran uang yang banyak ternyata tidak mampu mengatasi persoalan kemiskinan.

Ketidakmampuan itu adalah indikator kinerja yang buruk dari Pemprov DKI dibawah kendali Gubernur Basuki.

Gubernur Ahok Gagal Atasi Kriminalitas di DKI

Kegagalan Pemprov DKI dibawah kepemimpinan Gubernur Basuki mengatasi kesenjangan dan kemiskinan berdampak pada naiknya angka tindak kriminalitas.

Parahnya, Jakarta menempati rangking terakhir di antara 50 kota besar di dunia dalam hal keamanan berdasarkan riset dari The Economist Intelligence Unit.

Warga Jakarta pasti tak bisa mengingkari kejahatan di jalanan seperti kasus perampasan, penipuan, begal, perampok hingga pembunuhan adalah menu keseharian.

Kerawanan sosial lainnya, berupa konflik antar kelompok juga berpotensi pada kondisi ketimpangan ekonomi yang terjadi antar kawasan maupun antar kelas warga.

Persoalan kemiskinan-pun turut menyumbang pada masalah kerawanan sosial tersebut.

Rentetan kegagalan tersebut adalah cerminan betapa lemahnya kompetensi, terutama leadership yang dipunyai Basuki Tjahya Purnama yang populer dipanggil Ahok itu.

 

Kusfiardi
Analis ekonomi politik

Foto: youtube.com

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top