Nasional

Hubungan Indonesia-Yogyakarta dan Kembalinya Kedaulatan di Tangan Rakyat

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Perlu kita ingat, dalam kontrak politik tidak ada Republik Indonesia tanpa Kooti Kesultanan yang dikeluarkan Sri Sultan HB IX ke BPUPKI, 19 Agustus 1945 setelah di sahkan UUD 45 asli yang kemudian Wilayah-Wilayah lain bergabung. Dan sampai berjalannya proses Wilayah Negara Republik Indonesia (NRI) yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) disahkan di KMB 1949, sebagai Negara yang diakui PBB. Kemudian diberlakukan UUDS 1950.

Dan pada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk Kembali ke UUD 45. Hingga Sidang Istimewa 1967 naiknya Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Semua tidak lepas dari Kontrak Politik antara Indonesia dan Kesultanan Yogyakarta.

Dan pada 1999-2002 dilakukan Amandemen UUD oleh Parpol-Parpol yang menguasai DPR bersama LSM-LSM asing dan Indonesia, secara inkonstitusional. Akhirnya puncaknya terjadi sekarang dimana Indonesia menjadi Stateless dan menjadi “Negara Korporasi dan Gank.” Akan tetapi karena negara dibangun dengan Pola perusahaan, maka Indonesia mengalami kehancuran di segala bidang.

Oleh karena itu, kami bersama saudara-saudari seperjuangan pada akhirnya harus memikirkan dan melangkah dalam sebuah aksi. Dimana negara ini didirikan oleh Rakyat yang sebelumnya disepakati berdirinya sebuah Bangsa Indonesia sebagai Bangsa Persatuan (Sila ke-3 Pancasila) dan didirikan Negara Kerakyatan (Sila ke-4 Pancasila) untuk menegakkan Kemanusiaan yang adil dan beradab (Sila ke-2 Pancasila) dan mencapai Keadilan Sosial Rakyat Indonesia (Sila ke-5 Pancasila) yang semuanya berada di bawah KeTuhanan YME (Sila ke-1 Pancasila).

Maka usaha untuk mengembalikan kembali kedaulatan di tangan rakyat, diperlukan usaha-usaha perjuangan rakyat melalui Sidang Istimewa untuk kembali ke UUD 45 asli sebagai sistem Tata Negara Kesatuan Republik Indonesia bersamaan dengan memperkuat hak-hak rakyat pribumi.

Di sinilah diperlukan Kontrak Sosial kembali, yang hampir mirip seperti Kooti BPUPKI. Namun sesuai zaman dan struktur kenegaraan yang ada. Maka MPR dikembalikan menjadi Lembaga Tertinggi Negara untuk bekerja bersama Pemerintah Transisi membangun ulang tatanan rakyat, bangsa dan Negara Indonesia.

Dengan konsensus baru yang dibarukan dari sejarahnya tanpa menghilangkan perjanjian-perjanjian asalnya antara rakyat dan negara, termasuk hak-hak Rakyat Pribumi, maka tentu persoalan-persoalan kehidupan entitas kita dapat diselesaikan.

Di sinilah tugas perjuangan kaum pergerakan menjebol terali-terali penjara kehidupan yang terjadi turun menurun. Dan kita akan mencapai kemerdekaan sejati dimana seperi kata Bung Hatta dalam Daulat Rakyat yang mendasari Pasal 1 ayat 2 UUD 45 asli, bahwa Rakyat Indonesia adalah Raja di Indonesia. [mc]

*Yudi Syamhudi Suyuti, Ketua Presidium MRI.

Terpopuler

To Top