Warkop-98

Mr. Kan: Jangan Kaitkan Patung Dewa Kwan Kong di Tuban dengan Cina!

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Saya ingin meluruskan dan konfirmasi isu patung Dewa Kwan Kong yang ada di dalam klenteng di Tuban. Patung Dewa Kwan Kong itu disembayangi oleh umat Kong Fu Zhu. Hampir di semua klenteng pasti ada patung Dewa Kwan Kong yang disembayangkan, termasuk di dalam sebagian besar vihara pun ada.

Patung Dewa Kwan Kong itu bukan pertanda patung pahlawan perang Cina. Patung Dewa Kwan Kong juga bukan indentik Cina ataupun dimonopoli oleh Cina.

Namun sesungguhnya patung Dewa Kwan Kong adalah patung yang disembayangi oleh umat Kong Fu Zhu dan Budha. Jadi patung Dewa Kwan Kong yang ada di dalam klenteng di Tuban itu tidak ada kaitannya dengan Cina. Jangan dikait-kaitkan.

Apalagi sampai ada rencana membuat aksi demo minta penurunan patung Dewa Kwan Kong, itu keterlaluan. Jika sampai terjadi hal patung Dewa Kwan Kong yang disembayangi oleh umat Kong Fu Zhu terus diturunkan, maka saya katakan itu sudah sangat merusak kebebasan beragama dan kerukunan kehidupan beragama.

Siapapun dia, dari pihak manapun jika tidak bisa menghormati agama orang lain itu patut disebut anti Pancasila. Karena di dalam Pacasila ada Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu juga.

Yang membuat cerita patung Dewa Kwan Kong adalah patung pahlawan perang Cina itu adalah cerita atau opini isu SARA yang bisa menyesatkan. Coba cari buktinya, dari mana dasarnya cerita itu semua? Tolong dibuktikan.

Adapun cerita Dewa Kwan Kong adalah dewa perang itu hanya sebuah cerita legenda yang pada akhir ceritanya mirip sebuah cerita dongeng. Karena sampai hari ini tidak ada seorang pun yang mampu membuktikan cerita tentang dewa perang itu secara nyata. Saya sudah pernah membaca cerita sejarah itu, tetapi sampai berakhir tidak ada bukti tentang perang itu.

Sekali lagi saya tegaskan sesungguhnya patung Dewa Kwan Kong adalah patung dewa yang disembayangi oleh umat Kong Fu Zhu. Jangan lagi ada pihak-pihak yang menambah bumbu-bumbu dengan kalimat “pahlawan perang dari Cina.” Itu bisa menyesatkan. Saya cukup khawatir, karena ini indikasinya mengarah bau propaganda dan berpotensi menimbulkan rasisme.

Soal isu patung Dewa Kwan Kong di Tuban yang beredar itu sebenarnya berawal dari masalah ijin mendirikan bangunan atau IMB nya saja. Sebagai warga negara Indonesia yang taat hukum masalah itu kita serahkan kepada pemerintah daerah setempat di Tuban saja. Mereka yang berhak menyelesaikan itu semuanya.

Kita sebagai politisi dan non politisi yang bijaksana dan cukup cerdas janganlah ikut mengurusi hal-hal yang kurang bermanfaat untuk bangsa dan negara. Jika hari ini kita masih mudah terpancing atau terprovokasi oleh isu SARA maka kita terus menerus menuju jalan mundur ke belakang.

Apa benar patung yang jelas-jelas benda mati bisa merugikan negara? Kita janganlah menghabiskan energi sia-sia untuk mengurusi hal-hal yang bisa saya katakan kurang bermanfaat untuk bangsa dan negara. Hutang negara yang semakin menumpuk dan kemiskinan yang semakin ekstrim apakah gara-gara patung? Tentunya bukan.

Satu lagi pesan tegas dari saya. Jika tidak ingin agamanya dihina, maka janganlah ikut menghina agama orang lain. Jadi soal agama janganlah menyeberang. “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” Jadi soal agama kembali lagi pada keyakinan dan kepercayaan pribadi masing-masing, tidak boleh saling menghina atau mencaci maki.

Seperti contoh kasus penistaan agama yang dilakukan oleh terpidana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Saya salah satu warga negara Indonesia (WNI) dari suku keturunan Tionghoa yang sangat melawan kelakuan Ahok itu. Jadi itu sudah sebuah pelajaran besar yang sangat penting, jangan kita ulangi lagi.

Satu hal perlu kita ingat dan sadari. Menurut pengamatan saya, di dalam kehidupan beragama, di dunia ini ada sebuah rahasia keajaiban Tuhan yang sangat besar. Faktanya lima negara terbesar di dunia, secara mayoritas menganut lima agama yang berbeda sebagai berikut di bawah ini :

Pertama, Cina adalah mayoritas penganut agama Budha.

Kedua, India adalah mayoritas penganut agama Hindu.

Ketiga, Amerika Serikat adalah mayoritas penganut agama Kristen.

Keempat, Indonesia adalah mayoritas penganut agama Islam.

Kelima, Brazil adalah mayoritas penganut agama Khatolik.

Nah, dari fakta keajaiban ini, jika kita sebagai sesama manusia di bumi ini masih saling menghina atau mencaci maki agama orang lain, itu artinya kita tidak menghargai ciptaan Tuhan beserta keajaiban-Nya.

Saya berharap selama hidup di bumi ini kita harus bisa menerapkan: cintailah, hormatilah, dan hargailah sesama manusia ciptaan Tuhan.

Seperti di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jika yang benar tetaplah benar dan jika yang bersalah tetaplah bersalah, jangan adanya pilih kasih. Kita harus mengutamakan untuk tegakkan kepastian hukum yang seadil-adilnya.

Sekali lagi saran tegas dari saya. Saya berharap saudara-saudara yang sedang berpolitik untuk bertindak lebih bijaksana dan lebih cerdas lagi. Negara semakin menumpuk hutang, kemiskinan semakin ekstrim. Banyak sekali yang tampak amburadul itu semua karena korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang semakin merajarela.

Mari saudara-saudara semua yang sebangsa dan setanah air, kita rapatkan barisan secara gotong royong untuk turut partisipasi dan berjuang melawan para koruptor atau maling-maling yang ada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, demi selamatkan negara dari kehancuran.

Dan juga demi kemajuan dan kemakmuran bangsa dan negara, maka para koruptor harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Inilah penyakit utama NKRI yang harus segera disembuhkan.

Sebagai penutup, pesan dari saya, kita jangan mudah mengikuti opini untuk menyebarkan berita-berita yang tidak kita pahami. Kadang saya mengamati sering kali banyak giringan opini untuk menyebarkan isu SARA yang menyesatkan.

Yang tidak lain saya menduga kemungkinan besar hanya sebagai pengalihan isu panas saja. Itu semua saya duga hanya permainan aktor politik busuk. Kita yang cerdas jangan mudah untuk mengikutinya. [mc]

*Kan Hiung alias Mr. Kan, Pengamat Politik dan Hukum dari Etnis Tionghoa.

Terpopuler

To Top