Nusantarakini.com, Jakarta-
Hari ini tepatnya tanggal 24 Januari 2017, kasus penistaan agama yang dilakukan terdakwa Bapak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Gubernur DKI non aktif telah menjalani sidang ke tujuh di gedung Kementerian Pertanian.
Saya cukup banyak membaca berita dan mendengar dari beberapa orang teman pakar hukum pidana, bahwa tampak adanya ketidakadilan pada kasus penistaan agama yang dilakukan oleh terdakwa Bapak Basuki Tjahaja Purnama alias Pak Ahok selaku Gubernur DKI non aktif.
Kita coba mengedepankan permasalahan hukum , di sini saya sempat berusaha mempelajari sedikit tentang hukum. Hukum ini seperti sesuatu benda yang sifatnya tidak hidup, namun hukum bisa hidup karena adanya aparatur penegak hukum. Tujuan dari hukum adalah untuk mencapai, menciptakan dan menegakkan keadilan. Hukum akan seperti sesuatu hal yang bernyawa jika tercapainya keadilan; dan kebalikannya hukum akan seperti sesuatu hal yang tidak bernyawa jika tanpa adanya keadilan.
Nah saya coba memahami di mana letak adanya ketidakadilannya? Akhirnya saya menemukan dua alasan atau bukti letak ketidakadilan telah terjadi, yang mana seharusnya oleh aparatur penegak hukum baik di level penyidikan, kejaksaan atau majelis hakim dapat melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa Bapak Basuki Tjahaja Purnama Alias Pak Ahok selaku Gubernur non aktif pada dugaan kasus penistaan agama ini
Alasan pertama, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) UU nomor 8 Tahun 1981 yang disahkan pada tanggal 31 Desember Tahun 1983 pada pasal 21 ayat 4 menyatakan :
Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Nah dapat kita simpulkan pada bagian KUHAP UU nomor 8 pasal 21 ayat 4 Huruf a ini menjelaskan “Penahanan dapat dikenakan pada tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih” , Faktanya Pak Ahok sebagai status tersangka atau terdakwa dengan ancaman penjara lima tahun tidak dilakukan penangkapan dan penahanan oleh aparatur penegak hukum baik di level penyidikan, kejaksaan maupun majelis hakim.
Alasan kedua, dulu pada kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Bapak Permadi SH, Bapak Arswendo Atmowiloto dan Ibu Rusgiani, telah terjadi penangkapan dan penahanan oleh aparatur penegak hukum; dan pada saat itu status mereka sebagai tersangka atau terdakwa. Namun sekarang, mengapa pada kasus yang sama tetapi aparatur penegak hukum tidak dapat melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa Ahok ini? Ada Apa ini ? Apakah telah terhadang oleh dilematis kekuasaan?
Juga Berdasarkan UUD 1945 pasal 27 Ayat 1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 menerangkan bahwa seluruh warga negara Indonesia baik yang tua, muda maupun anak-anak, baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri, mereka semua dijamin oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia; bahwa mereka mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum.
Jadi setiap warga negara Indonesia harus taat hukum; tidak peduli baik dia pejabat tinggi, konglomerat maupun orang terpandang tidak diistimewakan di dalam hukum. Jadi semua sama dari tukang becak sampai insinyur, dari pak kepala Desa sampai Bapak Presiden, jika salah akan dihukum sesuai dengan undang undang yang berlaku.
Nah Mengapa sekarang terkesan Pak Ahok telah diistimewakan? Ada apa ini?
Katakanlah jikalau ada alasan bahwa Pak Ahok sedang menjadi calon gubernur DKI, jadi harus menunggu selesai pilkada, bagi Saya ini alasannya pun tidak bijaksana. Sebab, contoh saja jika seseorang berstatus terdakwa ingin melamar kerja di sebuah perusahan besar apakah ada perusahaan yang mau menerimanya? Tentu tidak mungkin ada yang mau menerimanya, apalagi Pak Ahok ini urusannya untuk kepala daerah yang bertanggung jawab untuk tugas negara.
Juga jikalau ada alasan untuk calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, jika terjadi kasus dugaan pidana baru diproses setelah selesai pilkada karena dengan alasan mencegah adanya kriminalisasi oleh lawan politiknya, ini juga tidak bijaksana karena sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah harus berhati-hati untuk tidak melakukan hal-hal kriminal dari waktu calon sampai terpilih dan menjalankan tugas tidak pantas untuk melakukan hal-hal yang dianggap kriminal.
Tentunya tidak jarang juga kita sering mendengar ucapan bahwa di negara kita adanya dugaan-dugaan kuat bahwa hukum tajam ke bawah dan tumpul k eatas. Nah kira-kira mau sampai kapan kondisi hukum seperti ini jika terus berlanjut terjadi di negara kita ini? Apakah sebagai anak bangsa kita harus terus diam seperti menonton sinetron saja ?
Adapun bagi teman-teman yang kurang memahami hukum, khususnya kasus dugaan penistaan agama ini sejak awal bagi mereka tampaknya seakan Pak Ahok dijadikan tersangka karena adanya tekanan massa atau pemaksaan. Hal tidak benar ini lah yang membuat pro dan kontra semakin memanas. Oleh karena itu seharusnya aparatur penegak hukum harus dengan setegas-tegasnya untuk mengedepankan prespektif hukum yang berkeadilan agar sebagian opini tidak salah sangka.,
Sampai saat ini tidak sedikit kita mendengar kabar terbangunnya opini oleh pihak yang tidak bertanggung jawab bahwa kasus dugaan penistaan oleh terdakwa Ahok ini sebagai berikut: dikriminalisasi, ditunggangin aktor politik, dipolitisi, politik kotor, radikal, isu Sara, dendam, takut Ahok menang jadi tidak bisa korupsi, dibungkus agama, takut kalah, intorelansi, dan kebencian.
Semua kalimat-kalimat opini yang terbangun seperti di atas ini adalah HOAX, dan kesalahan yang cukup besar karena isu HOAX semacam ini berpotensi menyesatkan bagi yang tidak mampu betul-betul memahami hal ini.
Sekali lagi untuk mengingat kembali jumlah massa aksi Bela Islam yang turun ke jalan menuntut keadilan pada tanggal 4 November (411) dan 2 Desember (212) Tahun 2016 diperkirakan berjumlah 5 Juta sampai dengan 6 Juta orang, Kira-kira di negara kita ini siapakah yang mampu mengumpulkan massa sedemikian banyaknya? Saya sangat yakin tidak ada seorang pun di negeri ini mampu mengumpuli massa sedemikian banyaknya.
Dan memang faktanya sejarah di negara kita belum pernah ada jumlah massa yang sedemikian banyaknya turun ke jalan dan berkumpul. Mereka berdatangan dari berbagai daerah, luar kota hingga luar negeri; dari mulai dengan cara jalan kaki, naik kuda hingga dengan cara carter pesawat udara.
Saya memahami hal dugaan kasus penistaan agama ini telah terbukti menyangkut perasaan orang banyak atau saya sebut “The feelings of many”. Juga Kebetulan penodaan agama terhadap agama Islam, dimana kita tahu bahwa negara kita adalah negara keempat terbesar di dunia dan mayoritas penganut agama Islam terbesar di dunia.
Pun terbukti pada tanggal 4 Desember 2016, acara “Aksi Kita Indonesia”, massa yang sengaja digerakkan oleh pendukung calon pasangan nomor 2 yaitu partai politik seperti Partai Golkar, Partai Nasdem, beberapa perusahaan besar, dan pendukung-pendukungnya Nomor 2 yang terkumpul tidak sampai 10.000 orang massanya; itu pun sebagian besar, seperti banyak diberitakan, jelas-jelas mereka merupakan massa yang dibayar untuk ikut berkumpul.
Untuk itu, saya mencoba pelajari lebih jauh pada kasus penistaan agama yang dilakukan oleh terdakwa Ahok ini berpontensi memecah belah antar agama, antar suku dan ras, sehingga aparatur penegak hukum harus bertindak tegas dalam hal ini.
Saat ini saya sebagai anak bangsa yang menginginkan hukum yang berkeadilan, sangat berharap agar aparatur penegak hukum di tingkat majelis hakim yang berwenang masih mempunyai kesempatan untuk dapat mengedepankan hukum yang berkeadilan. Sehingga dapat melakukan penangkapan dan penahanan terhadap terdakwa bapak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada kasus dugaan penistaan agama ini.
Pesan dan saran dari saya untuk semua lembaga penegak hukum di negeri ini, harus selalu mengedepankan hukum yang berkeadilan. Karena tanpa adanya penegakkan hukum yang berkeadilan di sebuah negara dapat berpotensi timbulnya kekacauan besar sampai berpotensi negara mengarah kehancuran.
Dan juga pesan saya untuk saudara-saudara yang terhormat semuanya, sebangsa dan setanah air untuk tidak menodai agama apapun. Saya minta maaf yang sebesar besarnya jika ada saudara-saudara yang tidak berkenan atas Artikel ini, dan semoga artikel yang saya tulis ini dapat bermanfaat banyak dan besar untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang saya cintai.
Indonesia miliku
Indonesia milikmu
Indonesia milik kita bersama
Mari kita bersama-sama terus berjuang dan berkarya untuk NKRI yang lebih maju dan lebih makmur
Terima kasih, salam sukses selalu untuk saudara-saudara sebangsa dan setanah air semua.
Mr. Kan, Pengamat Sosial (mc)