Nusantarakini.com, Jakarta – Masih segar dalam ingatan dari peristiwa demonstrasi terbesar umat Islam pada Jum’at, 14 Oktober 2016 yang lalu. Saat itu, di depan Balaikota Jakarta, Pangdam Jaya Mayjen TNI Theddy Laksmana larut dalam takbir para demonstran. Berkali-kali jenderal yang besar di satuan elit Kopassus itu mengumandangkan takbir. Massa sangat terharu dengan sikap rendah hati Jenderal tersebut.
Sebelumnya, di majalah Forum dalam rangka memperingati HUT TNI 5 Oktober, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan. Dia katakan bahwa sudah lama TNI tidak menerima informasi dari kalangan intelijen (Badan Intelijen Negara) terkait ancaman negara. Bahkan, ketiadaan pasokan informasi tersebut sudah berlangsung lama, sejak dirinya berpangkat Kolonel.
Baik sikap simpatik Pangdam Jaya kepada umat Islam dan peryataan Panglima TNI tersebut keduanya memiliki pesan yang sama. Institusi TNI tengah mengalami kegamangan dan pengucilan dari dinamika nasional. TNI membutuhkan kawan seiring yang sejati. Di dalam struktur negara, TNI diturunkan derajatnya menjadi bawahan Kementerian Pertahanan, padahal sebelumnya hal itu tidak terjadi. Bahkan di era Soekarno, Angkatan Darat saja merupakan satu kementerian. Jenderal Soeharto menjabat sebagai Menpangad.
Sebaliknya Polisi setara dengan kementerian. Institusi ini juga menikmati anggaran yang mengagumkan.
Apabila TNI secara kebatinan merasa terkucil dan gamang, tentulah sangat wajar. Dalam situasi kebatinan TNI semacam itu, adalah waktunya umat Islam sebagai unsur utama dan esensial dari rakyat Indonesia memeluk TNI sebagai kawan seiring sejalan dalam membesarkan dan memajukan negara.
Bagaimana pun, TNI adalah anak kandung umat Islam. TNI disusun oleh unsur salah satunya ialah Laskar Sabilillah dan Barisan Hizbullah. Bahkan bapak TNI yang legendaris yaitu Panglima Besar Soedirman merupakan anak kandung umat Islam. Dia dibesarkan dan dilatih dari kepanduan Muhammadiyah sekaligus guru Muhammadiyah. Setiap kali berperang, dikisahkan dia tak pernah meninggalkan sembahyang dan wudlu, yaitu ritual ibadah untuk dalam keadaan suci dari najis.
Tokoh-tokoh umat Islam harus tajam mendeteksi suasana kebatinan prajurit-prajurit TNI sekarang ini. Mereka memerlukan pelukan erat yang tulus dari umat Islam. Tantangan mereka amat berat terkait ancaman eksternal dan internal negara sekarang. Mereka jangan merasa sendirian. Katakan bahwa TNI tidak sendirian. Umat Islam berada selalu di samping.
Untuk hal itu, umat Islam haruslah bersatu padu. Tidak boleh berpecah-belah yang mengakibatkan lemahnya pengaruh dan kewibawaan umat Islam. Demonstrasi 14 Oktober 2016 yang menuntut hukum penista Islam telah menunjukkan kewibawaan dan persatuan umat Islam yang sukses. Hal semacam itu mesti dirawat dan kembangkan menjadi modal politik halus strategis umat Islam. Umat Islam tidak perlu terlibat urusan-urusan singkat dan berganti-ganti isu seperti Pilkada dan Pemilu. Hanya isu-isu fundamental dan strategis yang boleh menggerakkan sumber daya umat secara luas dan besar. (sed)