Nusantarakini.com, Jakarta –
Dengan Pemilihan Presiden yang diawali dengan seleksi oleh MPR terhadap ratusan Calon, maka tidak akan ada Money Politics seperti yang selama ini terjadi. Sebagai bangsa Nusantara (Nusa-Anta-Tarok, Jagoan dari Negara Kepulauan) yang Gagah Perkasa, praktek-praktek “Jahiliyah” macam Money Politics itu harus diharamkan.
Kita masih ingat, bagaimana di zaman Pak Harto berlangsung Serangan-serangan Fajar terhadap calon-calon pemilih, nyumbang ini nyumbang itu kepada masyarakat. Orang-orang Partai dan Golkar mengajari masyarakat untuk melakukan praktek kriminal dalam Pemilu yang seharusnya “Jurdil” dan “Luber”. Pak Harto dan anggota Keluarganya blusukan ke Pesantren-pesantren untuk bagi-bagi “ang-pau”, yang sekarang dikilahkan sebagai “dana kampanye”. Tidak boleh dilupakan “doa politik” oleh Majelis Ulama Indonesia/MUI di hampir setiap Pilpres.
Di zaman Habibie juga sudah dikenal apa yang sekarang disebut “uang mahar” koalisi kepartaian. Entah apa disebutnya waktu itu, tetapi Habibie sebagai Presiden membagikan dana milyaran untuk partai-partai bernafas Islam menjelang Pemilu 1999. Tentu bertujuan untuk mendukung Golkar dan Pencapresannya. Sekarang “uang mahar” sudah menjadi bagian dari budaya politik jelang Pemilu. Dipraktekkan, baik oleh para individu calon maupun partai-partai pendukung koalisi. Praktek-praktek “Jahiliyah” kriminal tersebut sekarang dibilang: “kalau untuk kampanye tidak apa-apa…” Sungguh tidak beradab!
Sistem koalisi kepartaian memang sengaja diperkenalkan (bukan diperkenankan!) sebelum Pemilu oleh Asing dan Aseng lewat Amandemen UUD45 (UUD Palsu) untuk merusak Bangsa Indonesia agar menjadi Bangsa Tak Beradab. Sejak itu terjadi koalisi-koalisian dan Oligarki Kepartaian. Tidak lagi ada Kemandirian Partai demi mengangkat Rakyat, Bangsa dan Negara ini menjadi Besar dan Terhormat di antara bangsa-bangsa di Dunia. Megawati mengambil Hamzah Haz pada 2001-2004. SBY mengambil Hatta Rajasa pada 2004-2006. Kalau Budiono dianggap Golkar bisa juga telah berkoalisi dengan SBY. Jokowi mengambil Jusuf Kalla pada 2014-2019.
Sekarang koalisiannya dengan banyak partai. Duapuluhan partai berkoalisi untuk dua pasangan Capres/Cawapres. “Ya Allah, ya Rabbi… Kebusukan apa lagi yang melanda Republik ini…” Tidak saja para Ulama cuma berdoa politik, tetapi sekarang malah berenang dalam politik dan uang. Di Barat sekalipun, gudangnya Kapitalisne dan Liberalisme, tidak dikenal Money Politics tanpa diusut dan dihukum berat. James Riady pernah ditolak masuk AS sepuluh tahunan karena menggelontorkan dana Kampanye ala Mafia Cina untuk Bill Clinton.
Dari situlah kita melihat hebatnya Soekarno dan Hatta. Di dalam UUD45 Asli tidak ada disebut-sebut Partai Politik. Lalu mengacu pada Pemilu 1955, yang terkenal hebat di dunia Barat, tidak hanya partai politik yang ikut, tetapi yang non-parpol juga bisa ikut; bahkan individu-individu. Dan tidak ada Money Politics. Karena itu Indonesia harus menyatakan berlakunya kembali UUD45 Asli. Amandemen 1 sampai 4 pada 1999-2002 harus dibatalkan oleh MPR. MPR sekarang atau MPR mendatang, sebelum Pilpres.
Tidak perlu ada keserentakan dalam Pemilu. Tidak boleh ada juga Money Politics di dalam Pemilu Legislatif. Keanggotaan MPR harus bersih dari segala bentuk Mahar-maharan dan Koalisi-koalisian. Yang dipilih adalah individu-individu pada setiap Daerah Pemilihan. Bisa saja setiap Organisasi Politik, Non-Politik, dan individu ikut untuk dipilih. Tetapi mereka masing-masing adalah calon-calon Wakil Rakyat, bukan Wakil Partai ataupun Wakil Organisasi.
Mereka yang terpilih nantinya adalah anggota-anggota DPR yang bersih. Ditambah dengan Utusan dari Daerah-daerah dan Golongan-golongan. Jadilah mereka anggota MPR, Wakil Rakyat yang bersih dan berdaulat: Kedaulatan ada di tangan Rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Artinya, MPR akan menerima, mengakui dan memperhatikan setiap suara rakyat, sekalipun hanya satu orang. Tidak perlu ada Fraksi-fraksi yang selama ini menjadi kepanjangan tangan Partai-partai.
Otonomi ada pada setiap Provinsi, bukan Kabupaten dan Kota. Karena itu setiap Provinsi menyelenggarakan Pemilihan anggota DPR secara sendiri-sendiri dan dengan biaya Provinsi. Kemudian juga terserah kepada Provinsi kapan dan bagaimana caranya melakukan Pemilihan, bisa lewat Pemilihan Langsung oleh Rakyat, bisa juga dengan musyawarah.
Hanya Pilpres yang menjadi satu-satunya Pemilihan yang bersifat Nasional dan dibiayai oleh Negara. Yaitu, sesudah Calon-calon Presiden itu diseleksi oleh MPR. Mereka bisa Orang-orang Partai, Non Partai dan Individu-individu yang sangat berkualitas dan punya independensi tinggi. Dan mereka yang terpilih dalam seleksi oleh MPR memilih sendiri Calon-calon Wapresnya. Para Calon Presiden dan Wakilnya pilihan MPR itu kemudian dipilih langsung oleh rakyat. Bisa saja sekali pemilihan sudah didapat Pasangan Terpilih, bisa juga setelah dua tahap pemilihan. [mc]
*Sri-Bintang Pamungkas, Mantan Politisi, Aktivis Senior.