Refleksi Kemerdekaan ke-73: Ironi Infrastruktur Mentereng, Rakyat Masih Susah

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Kebijakan Jokowi yang memprioritaskan infrastruktur ternyata gagal mengerek kesejahteraan rakyat.

Buktinya selama 4 tahun memimpin Indonesia, angka kemiskinan turun tidak signifikan. Per Maret 2018, angka kemiskinan masih terekam sangat besar yakni 9,82 persen atau sebesar 25,95 juta jiwa.

Dibandingkan di tahun terakhir SBY berkuasa, angka tersebut tidak berbeda jauh. Per Maret 2014, angka kemiskinan terekam 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa.

Artinya selama 4 tahun pemerintahan Jokowi angka kemiskinan hanya turun 2,33 juta jiwa. Ini tidak sebanding dengan belanja APBN selama 4 tahun pemerintahan Jokowi yang mencapai Rp. 8.489,2 triliun.

Lihat saja, belanja APBN 2015 mencapai Rp. 2.039,5, tahun 2016 meningkat menjadi 2.095,7 triliun, tahun 2017 naik menjadi Rp. 2.133,3 triliun, dan tahun 2018 melonjak menjadi Rp 2.220,7 triliun.

Bandingkan dengan belanja APBN di era SBY yg masih di bawah Rp. 2.000 triliun. Misalnya di tahun terakhir SBY berkuasa yakni tahun 2014, belanja APBN hanya sebesar Rp. 1.842,5 triliun, sangat jauh di bawah belanja APBN di era pemerintahan Jokowi.

Meskipun memiliki belanja APBN yang besar, namun pemerintahan Jokowi terlalu mendahulukan proyek infrastruktur. Seperti pada
2018 dianggarkan Rp. 410,7 triliun untuk infrastruktur.

Sekarang bisa dilihat, anggaran besar pada infrastruktur tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Hal tersebut disebabkan bahan baku infrastruktur lebih banyak didatangkan dari impor.

Artinya, proyek infrastruktur tidak menguntungkan rakyat kebanyakan, tetapi hanya menguntungkan segelintir orang, bahkan lebih menguntungkan negara asal impor bahan baku infrastruktur. Maka wajar jika infrastruktur mentereng, tapi rakyat masih susah. [mc]

*Sya’roni, Ketua Presidium PRIMA
(Perhimpunan Masyarakat Madani).