Nusantarakini.com, Jakarta –
Sekitar tahun 1972-1973, fraksi PPP di DPR RI getol bertarung di parlemen pada saat itu. Targetnya meloloskan RUU Pokok Perkawinan menjadi UU. Target tersebut tercapai, yaitu lahirnya UU No. 1 thn 1974 Tentang UU Pokok Perkawinan. UU ini begitu dibanggakan karena UU inilah yang mampu melindungi umat Muslim Indonesia, dalam konteks tegaknya syariat Islam pada hukum perkawinan. Akibatnya, perkawinan antar penduduk beda agama sudah tak mungkin, pernikahan sejenis juga tak mungkin, pernikahan kaum LGBT juga tak mungkin di Indonesia. Ini salah satu contoh masuknya Fiqih Islam dalan bingkai NKRI berkat perjuangan FPPP saat itu.
Perjuangan fraksi PPP selanjutnya, juga berhasil, yaitu meloloskan UU Tentang Zakat bagi kalangan Muslim di Indonesia. Terkait dengan zakat tersebut, Menteri Agama (Lukman Hakim Saifuddin), juga kader PPP, sedang menyusun rencana untuk memfasilitasi pemungutan zakat dikalanga ASN Muslim. Perjuangan ini belum tentu berhasil, meskipun sangat baik untuk kepentingan umat muslim, akan tetapi banyak pihak yang bernada protes dan memandang sinis dengan rencana Menag tersebut.
Wapres Jusuf Kalla sepertinya belom sreg dengan rencana Menag, Fahri Hamzah kader PKS justru terkesan sinis, Faisal Abdullah Sekjen PBNU yang juga kader PKB tampaknya juga sama. Walhasil, suara-suara miring itu justru datang dari kalangan partai-partai yang sering mengaku partai berbasis Islam. Menurut saya, ini menyedihkan dan menimbulkan tanda tanya besar, terutama menyangkut konsistensi dan komitmen keislaman pihak yang gegabah melayangkan kritik tersebut.
Saya termasuk orang yang sering juga mengkritik kebijakan Menag. Tetapi, untuk soal yang satu ini saya justru sangat mendukung dan setuju, yaiu soal kebijakan Menag yang berniat memfasilitasi pemungutan uang zakat dikalangan ASN, dengan syarat: (i) pungutan tersebut bersifat wajib, bukan sekedar himbauan, dan jika presiden berkenan justru sebaiknya dibuat payung hukum dalam bentuk Inpres/Perpres agar berlaku nasional terbatas (terbatas untuk ASN Muslim saja), (ii) peran negara/pemerintah hanya dalam soal memungut saja, jadi tidak ikut menggunakan, (iii) harus dipastikan secara normatif bahwa uang hasil pungutan zakat itu bukan kategori uang negara, agar KPK dan sejenisnya gak usah ikut ngeributin, (iv) uang zakat tersebut diserahkan kepada badan zakat nasional dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan dunia muslim, terakhir (v) uang zakat ASN itu dapat di remburst sebagai pembayaran pajak pendapatan ASN. Artinya, negara berbakti kepada rakyat karena rela melepaskan pendapatan pajaknya dari gaji ASN Muslim.
Jika 4 syarat di atas terpenuhi dan pemerintah setuju, maka sekurang-kurangnya Menag cq Pemerintah telah me-levering haknya sekaligus membantu operasional pungutan pajak, tanpa harus ikut cawe-cawe dan pada saat yang sama membantu menegakkan fiqih Islam dalam bingkai NKRI. Waduhhh, ini dasyattt…!
Jika rencana dan niat baik itu tercapai, maka pantas kiranya PPP merasa berbahagia, karena uang hasil zakat ASN itu dapat dipergunakan untuk kemaslahatan umum, membantu fakir miskin, mengurangi tekanan ekonomi ummat dan pada saatnya cita-cita PPP itu dapat tercapai, yaitu menjadikan Indonesia/NKRI ini sebagai negeri yang baldatun, toyibbatun warrobun ghofur. Negeri yang penuh keberkahan.
Dalam pandangan Islam, bayar zakat itu adalah kemuliaan dan menambah keberkahan rezeki. Selain hukumnya wajib, bayar zakat itu sekaligus “berbisnis kepada Allah”, maka saya teringat tentang apa yang pernah disampaikan Ustad Abdul Somad dalam videonya di youtube, sholat,puasa,bersedekah dan hafiz Qur’an dapat dilakukan siapa saja, anak kecil pun bisa. Ada perbuatan yang tak bisa dilakukan semua orang dalam membela agama Allah, apa itu ? Menggunakan kekuasaan oleh orang yang berkuasa untuk menolong agama Allah melalui Perda Syariah.
Jika saja ada Inpres/Kepres/Inpres/Keputusan Menag yang mewajibkan pungutan zakat bagi ASN ini terlaksana, maka yang terbit bukan lagi Perda Syariah, tapi Peraturan Nasional Syariah dalam bingkai NKRI, dan tampaknya Menag terinspirasi dari ceramah UAS tersebut. [mc]
Jakarta, 8 Pebruari 2018.
*Ahmad Bay Lubis (Advokat, Wakil Sekjen PPP, Pemerhati Hukum).