Nusantarakini.com, Jakarta –
Setelah dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Surabaya, al Mukarom Ustadz Alfian Tanjung kembali ditangkap oleh Polisi Polda Metro Jaya dengan tuduhan yang sama ‘ujaran kebencian’. Bagaimana kita melihat penangkapan tersebut?
Tentu tindakan aparat antek rezim ini memperlakukan para pejuang demokrasi tersebut dipandang sangat berlebihan. Suatu kritik dalam kehidupan bernegara demokrasi adalah suatu hal wajar dan lumrah saja.
Jika mereka menilai dengan alasan Indonesia adalah negara hukum, bagi setiap pihak yang melakukan kritik termasuk mengingatkan bahaya laten komunis dianggap melanggar hukum, maka tentunya negara harus memberikan perlakuan yang adil dan sama terhadap mereka yang melakukan perbuatan serupa.
Sebagaimana pidato provokatif Victor Laiskodat yang menyebut empat partai politik, yaitu Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN dan PKS sebagai pendukung khilafah. Belum lagi pernyataan-pernyataan rasial para warga keturunan sebelumnya yang telah dilaporkan kepolisian. Bahkan kawan karibnya Ahok dan adiknya ipar terlibat kasus korupsi suap pajak, kenapa tidak pernah diambil tindakan apapun? Bukankah sebagai negara hukum juga harus menghormati prinsip persamaan hak warga negara di hadapan hukum? Hal ini membuktikan hukum hanya dipakai sebagai alat kekuasaan belaka.
Oleh karena itu pernyataan Ustadz Alfian Tandung terkait Jokowi PKI tentu memiliki dasar ditilik dari latar belakang keturunan dan parpol pendukungnya PDIP. Jika itu tidak benar maka Jokowi dapat membantah hal tersebut secara tegas dengan melakukan tes DNA. Sehingga membuat publik yakin Jokowi adalah Pancasilais sejati; bukan keturunan tokoh PKI seperti rumor selama ini. PDIP pun dapat menerbitkan buku bantahan ilmiah partainya bersih dari unsur infiltran komunis.
Terlepas dari statemen Ustadz Alfian, publik selama ini sudah kadung meyakini Jokowi keturunan PKI. Sebab, ciri-cirinya doyan menghalalkan segala cara seperti mempermainkan hukum, senang menipu rakyat dengan seribu janji palsu kampanyenya. Setelah terpilih malah negara dan rakyat terpuruk. Serta sangat mudah melontarkan fitnah kepada pihak lain selaku penyebar hoax. Padahal ia (Jokowi) sendiri secara terang-terangan yang mengumpulkan buzzer-nya di istana.
Kelakuan ini persis dengan tindak tanduk pemimpin partai komunis saat berkuasa sebagaimana terjadi di banyak negara dunia. [mc]
*Martimus Amin, Pengamat Hukum dan Politik.